[21] Skakmatt

2.4K 281 23
                                    

-

Melan sedang duduk didalam perpustakaan sendiri, sekarang dia merasa tak begitu malu lagi. Teman-temannya, juga sudah melupakannya suratnya, mungkin karena tingkahnya yang banyak ulah. Seperti saat ini, gadis itu sedang menunggu Gito.

Melan terlonjak kaget saat mengetahui Gelan memasuki perpustakaan. Mata keduanya sempat bertukar pandang sebelum Melan memutuskan. Namun, yang membuatnya semakin dag-dig-dug, ketika mengetahui langkah Gelan menujunya.

Melan berpura-pura sedang membaca, namun suara Gelan cukup menghentikan aksinya, sehingga dia menatap lelaki itu. “Gue mau ngomong sama lo.”

Melan mengigit bibir bawahnya sejenak. “Oke.”

“Tapi, bukan disini.” kemudian Gelan berjalan keluar dari perpustakaan duluan, dibelakangnya, Melan mengikuti dengan gelisah.

Jarak yang tercipta diantara mereka terlalu jauh. Namun, Melan tak berani menghapus sebagian jarak agar bisa sejajar dengan Gelan. Dia ... merasa mereka tak akan bisa sejajar.

Langkah Gelan berhenti di ujung lab kimia yang sepi, disana ada bangku panjang yang kosong. Gelan duduk disana, menyisahkan sebagian tempat untuk Melan, gadis itu langsung duduk disana.

“Mau ngomong apa?” Melan berdehem sambil menatap sepatu ketsnya yang baru dibeli kemarin oleh mama.

Gelan memejamkan matanya sejenak, sepertinya sedang mengumpulkan niat, membuat Melan dag-dig-dug.

DIA NGGAK LAGI MAU NEMBAK GUE KAN!??

“Tolong, jangan mencintai gue. Karena sampai kapanpun gue nggak bakal bisa balas itu.”

“Ah?” bahu Melan merosot, masih tak percaya dengan apa yang barusan Gelan katakan. Semuanya nampak samar, tapi kenapa sesuatu dihatinya terasa mencelos.

Gelan menatapnya, kali ini dalam, iris hitam yang sedang menatap Melan nampak jauh dan dingin, selalu begitu. Namun, Melan membalas tatapannya dengan manik hazelnya, pandangannya lembut, mencoba mencairkan es diiris Gelan, namun percuma.

“Tolong jangan mencintai gue.” Gelan berujar datar, dan jelas membuat Melan tak bisa menahan air matanya dia menangis, tak peduli Gelan melihat seberapa berantakan dirinya sekarang.

“Kalau bisa, kalau gue bisa atur hati gue, gue juga nggak mungkin milih lo, Gel.” Melan berujar, nadanya bergetar, dia sendiri tak paham ada apa dengannya.

Gelan memejamkan matanya sesaat, kenapa begitu sakit melihat Melan menangis, apalagi alasan gadis itu menangis karena dirinya.

“Lo buat gue hancur, tapi dilain sisi itu bukan salah lo, itu salah gue sendiri, yang bodohnya bisa suka sama orang kayak lo. Dari awal harusnya gue sadar, perbedaan kita banyak, dan nggak mungkin buat kita nyatuh.” Melan berujar lagi, dia masih menangis dan Gelan menahan dirinya dengan sekuat tenaga agar tak memeluk gadis itu.

Gelan melakukan yang terbaik. Dia tak mau menyakiti Melan terlalu jauh. Gadis itu berhak bahagia dan dia tak tahu sekejam apa dunia Gelan.

“Lo pantas dapat yang lebih baik dari gue,” jawab Gelan, berharap Melan mengerti dia berusaha berbicara banyak hari ini untuk gadis itu.

“Kenapa gue harus dapat yang lebih baik? Kalau lo ngerasa begitu, kenapa lo nggak jadi 'lebih baik yang lo maksud buat gue? Kenapa bukan elo Gelan.” Melan menangis, dia tak peduli bahwa dia baru saja berharap pada Gelan.

Gelan memberikan sapu tangannya pada Melan, Melan tak ingin meraihnya, namun Gelan meraih tangan Melan dan menaruhnya di telapak tangan gadis itu. Detik berikutnya, lelaki itu pergi meninggalkan Melan sendirian disana.

Melan menangis, meremas-remas sapu tangan Gelan kesal, lanjut menangis. Gadis itu menutup kedua wajahnya dengan telapak tangannya, dan menumpahkan semuanya disana. Tak peduli bel masuk yang sudah berbunyi.

Melan meraih sapu tangan Gelan dan menghapus air matanya. Namun, detik berikutnya dia kembali menangis. Padahal, selama ini, memiliki banyak pacar dan selalu berakhir dengan memutuskan mereka, Melan tak pernah menangis. Menurutnya menangis karena laki-laki itu bodoh, dia pernah menertawai Jihan yang menangis karena diputuskan Rio waktu kelas X.

Namun, sekarang? Mereka tak punya hubungan apa-apa. Tapi, Melan menangis untuk Gelan yang bahkan tak peduli, untuk ucapan Gelan yang bagi Melan yang dulu terlalu ngawur. Dan Melan menangis karena Gelan mencampakkannya.

***

A/n:

Jangan lupa voment!

Xoxo,

CARLIN.

11 Agustus 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang