[13] Care?

3.6K 365 22
                                    

-

"Melan!!" suara itu terdengar dari balik pintu kamar berwarna putih milik Megan disusul ketukan-ketukan nyaring yang semakin membuat kepala Melan berdenging pusing. Tidak usah ditanya siapa yang datang, dia pasti Jihan.

"Masuk aja, nggak dikunci!" Melan menjawab sedikit keras sambil kembali berguling ke sebelah kanan.

Jihan membuka pintu disertai cengiran khasnya. "Tau nggak dikunci, gue nggak perlu teriak-teriak!"

"Bodo amat, Jih." Melan menjawab ketus.

Jihan mendekat dan duduk di samping Melan. "Mel, lo gimana sih?! Harusnya lo hargai kerja keras gue kesini! Tahu nggak pas dapet chat dari Kak Ichal lo sakit dan nggak masuk sekolah, gue langsung ke sisi! Gue bolos ni ye, Mel. Bukan cuma itu rintangannya, gue nunggu angkot lama banget, terus angkotnya malah berhenti kejauhan dari rumah lo! Gue jalan kaki lagi kesini!!" cerocos Jihan dengan kesal.

Melan membuka matanya, menatap Jihan malas. "Iya, Jihan, iya, lo emang sahabat terbaik gue. Tapi lihat nih jidat cantik gue memar juga karena lo! Walaupun yang paling salah disini Gelan sih!"

"Maaf, gue kan nggak tahu bakal kayak gini! Nggak usah nyalahin gue, lo juga mau, kan? Ah, nggak asik lo Mel. Terus kenapa lo salahin Gelan, juga? Kan yang salah Kak Gito!"

Melan membuang nafas panjang. "Pokoknya semua salah Gelan! Lo nggak ngerti!"

Jihan mengangguk. "Maaf ya, Mel. Karena Kak Ichal anterin gue balik, lo jadi gini."

"Nggak usah drama deh lo!"

"Lah? Terus gue harus gimana!?" Jihan jadi tensi sendiri menghadapi Melan. Memang bener-bener ajaib temenya yang satu, tadi katanya salah Jihan, terus sekarang ngatain. Sabar.

"Jih, mending lo beliin gue bubur ayam di depan komplek dong, gue pengen nih."

Jihan merutuk. "Iyain, mana uang lo?"

Melan mengedipkan matanya berulang-ulang. Sial. Kalau sudah seperti ini, dia pasti ingin memakai uang Jihan.

"Untung sakit," ujar Jihan sambil bangkit dan berjalan keluar kamar Melan.

"Mel?" panggil gadis itu ketika dia hampir menghilang dari kamar Melan.

"Apaan?"

Jihan tersenyum malu-malu. "Mumpung kita sendiri dirumah lo, gue boleh masuk kamar Kak Ichal dong?"

"GILA LO ANJER! CEPETAN BELI ATAU GUE PECAT JADI BESAN GUEE!"

Jihan melengos. "Iya-iya!"

Melan mendengus, Jihan itu otaknya bener-bener harus direhab. Melan bangkit dari kasurnya, kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Beberapa menit kemudian, Jihan muncul dengan membawa dua mangkuk bubur ayam dinampan. Sepertinya dia pergi ke dapur dulu sebelum kesini.

"Mel, kok lo nggak bilang sih?" ujar Jihan di sela perempuan itu memindahkan mangkuk mie ayam dari nampan ke nakas.

"Bilang apa?" sahut Melan sambil menyisir rambutnya.

Jihan tersenyum. "Itu tetangga lo ganteng amat." jawaban Jihan disambut layangan sisir dari tangan Melan.

"Jihan! Abang gue mau lo buang kemana!? Emang Abang gue jelek, dekil, beda jauh sama gue. Tapi susah-susah gue deketin dia sama lo!?"

"Santay! Abang lo mah yang pertama Mel, tapi Abang lo nggak ada kepastian. Gue selir dulu nggak bisa apa?!"

"Selir, selir, emang tukang semir!" racau Melan.

Jihan cemberut dan mulai mengaduk bubur ayamnya.

***

Gelan menyusuri koridor sekolah dengan pikiran dipenuhi dengan Melan, sejak kemarin gadis itu betah sekali bergentayangan di pikirannya, apa lagi setelah apa yang dibilang Darka bahwa Melan terjatuh kemarin.

Seharian ini juga, Gelan tak melihat wujud Melan. Padahal lelaki itu sudah sengaja melewati depan kelas gadis itu, atau memutuskan membeli minuman di kantin yang sangat jarang dia lakukan.

Gelan berhenti tepat didepan lab fisika, untuk persiapan olimpiade yang tinggal menghitung hari saja. Namun, dia bener-bener tak fokus.

"Lo kenapa, Gel? Ada masalah?" suara itu membuat Gelan tersentak dan menoleh kesampingnya.

Fanya, gadis berambut hitam panjang yang juga merupakan anggota tetap olimpiade fisika sekaligus yang selalu menjadi partnernya sejak kelas X mengernyit binggung.

"Gue baik," sahut Gelan singkat, kemudian berdehem dan kembali mencoba fokus.

Fanya mengangguk, gadis itu ingin mengajak Gelan berbicara lagi. Tapi dua tahun saling mengenal; Fanya tahu cuma keheningan yang akan membalasnya jika dia berusaha mendekati Gelan lebih jauh. Gadis itu kemudian bangkit dari bangkunya, membersihkan alat tulisnya.

"Gue duluan ya, gue ada urusan sama Bu Rina, bye." Gelan hanya bergumam membalas. Setidaknya, tidak sekelas dengan Gelan cukup membantu Fanya, karena hanya bersama dalam camp fisika saja bisa membuat jantungnya berhenti berdetak.

***

Ini pendek banget, cuma 600 world soalnya aku lagi kena writers block gitu, huhuhu. Tapi karena lihat ini udah hampir sebulan, jadi aku usahain update 💕

Jangan lupa coment dan vote ya, biar aku makin semangat ngetiknya!

Bubay,

Carlin.

Minggu 07 Juni 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang