[27] Cool

1.5K 192 12
                                    

-

Melan menjadi lebih pendiam sekarang. Jihan jadi bertanya-tanya; ada apa dengan temannya itu. Seperti saat ini, keduanya sedang duduk di kafetaria menikmati waktu sore yang indah. Namun, Melan hanya diam saja, tak ada coletehan menyebalakanya yang selalu membuat hidup suasana.

Jihan menyeruput es kopinya sejenak. Percuma saja dia berbicara panjang lebar, akhirnya hanya akan dibawa angin karena sama sekali tak digubris Melan.

“Lo ada masalah apa, sih?” kesal Jihan tak tahan. “Semenjak lo pergi sama Gelan kemarin, lo jadi lebih banyak diam dan murung!”

“Gue nggak apa-apa. Gue cuma mau jauhin semua orang dulu. Eh, lo belum tahu, kan Ji. Kak Gito dekatin gue cuma buat balas dendam Daniel. Mereka mau nyakitin gue intinya.”

“Hah? Serius? Ah, brengsek banget pengen gue santet tahu nggak, hih!”

Melan tertawa.

“Mending sama Gelan deh, Mel,” lanjut Jihan yang membuat tawa Melan berhenti.

“Kenapa? Gue salah ngomong?” tanya Jihan yang melihat perubahan wajah Melan. Gadis itu sampai menengok kebelakangnya, kaget aja ada apa-apa, namun tidak ada apa-apa sama sekali.

“Tolong bantu gue hentikan rasa ini, sebelum semakin jauh. Karena kalau semakin jauh, potensi luka yang gue dapat bertambah banyak.” kalimat itu mengucur dari mulut Melan dan membuat Jihan memandangnya dengan terkejut.

“Lo bilang apa barusan?” ulang Jihan masih tak percaya.

Melan mengangguk. “Bantu gue biar nggak suka lagi sama Gelan, please, rasa ini membunuh gue.”

“Lo serius?”

Melan menyeruput milkshake strawberry nya. “Dua rius. Gelan minta gue jauhin gue. Semalaman gue nggak bisa tidur, cuma karena mikir 'apa gue semenganggu itu?”

Jihan menggeleng. “Gelan bangsat. Lo yang terlalu baik buat cowok dingin kayak dia, dikira dia sebagus itu apa sampai nyuruh lo jauhin dia?”

Melan berdesis, malah menaruh kepalanya diatas meja dengan putus asa.

“Mana Melan yang dulu gue kenal? Yang nggak pernah parah hati sama cowok? C'mon girl, u deserve better.”

Melan mengangkat wajahnya. “Apa ini karma karena dulu gue sering mainin cowok? Kalau tahu sesakit ini, gue nggak akan lakukan, Ji.”

Jihan membuang nafas panjang. Memandang keluar kaca kafetaria, tak tahu harus membalas apa selain diam. Melan butuh waktu, dan Jihan memberikan itu dibanding coletehan-nya, yang jika dia salah berbicara maka akan membuat mood Melan semakin hancur.

“Melan bodoh,” rutuk Melan, dia memandang ke arah kasir Kafetaria. Dimana ada seorang cowok yang sedang memesan sesuatu.

“HELL NO HE'S GELAN!” Melan refleks membekap mulutnya. Dia mengetuk-ngetuk kepalanya di meja. Dan bergumam bodoh berulang kali.

“Mel, Gelan didepan. Dan kalau lo ngelakuin kayak gini.” Jihan memandang Melan yang tetap mengetuk kepalanya ke meja sampai menimbulkan bunyi gaduh, dan Jihan bertaruh banyak kalau Gelan juga melihatnya. “Lebih, baik lo tunjukkin kalau lo bisa tanpa dia. Dia nggak sepenting itu di hidup lo.”

Melan berhenti membenturkan kepalanya. “Caranya?”

Jihan tersenyum miring. “Ayo pergi dari sini dengan cool. Dan lihat siapa yang bakal lirik siapa duluan.”

***

A/n: haiii, long time no see. So pls give me vote and coment! Ceritanya pendek emang, cuma 400 kata. So enjoy it.

Xoxo,

Carlin.

06 Desember 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang