-
"Kalian ngapain?" tanya Melan kesekian kalinya karena kedua lelaki itu tetap diam.
"Ngapain kesini? Ada perlu apa?" lanjut Melan, namun kedua orang yang menjadi lawan bicaranya tetap saling memandang dengan tatapan sulit diartikan.
"Dia bukan pacar gue, tapi dia milik gue."
Melan mengercap, tak mengerti. Dia memandang Gibran yang baru saja mengatakan kalimat tersebut.
"Udah ngerti?" lanjut Gibran, sambil beralih memandang Melan. "Dia nanya hubungan lo sama gue." jelas Gibran membaca kebingungan di wajah Melan.
"Lo apaan sih, Gib? sakit ya lo?" Melan memandang Gelan yang tetap tenang, dan hal itu justru membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Setelah semua hal ini, setelah semua yang Gelan berikan, setelah semua luka itu, ada yang lebih bodoh, bahwa Melan masih menyukainya, after all this time, Melan still into him.
"Oke," jawab Gelan, dingin seperti biasanya, dia beralih memandang Melan, dan tatapanya sedikit meredup, tak sedingin memandang Gibran.
"Tadi gue bilang mau ngomong sesuatu, kan?" Gelan menunduk, memandang aspal, menimang-nimang haruskah dia mengatakan hal yang sangat menganggunya setelah Melan pergi.
"Mau ngomong apa?" balas Melan. Gibran dapat melihat seberapa tertariknya gadis itu pada Gelan, namun hal itu tak membuatnya menyerah.
"Gue ..." Gelan memandang Melan, berusaha meyakinkan apa yang akan dia katakan selanjutnya. "Gue nggak pernah suka sama lo."
Tatapan mata Melan meredup. Dia tak menyangka Gelan mengatakan hal itu. Hal yang sama sekali tak perlu lelaki katakan terus menerus karena Melan sangat paham. Gibran berniat menghajar Gelan, namun pergelangan tangan Melan menahannya.
"Oke, terus—"
Gelan memotongnya. "Tapi sekarang gue suka sama lo. Gue nggak ngerti sama perasaan gue selama ini, gue belajar banyak hal setelah kita break, karena nggak pernah jatuh cinta dan pacaran gue nggak ngerti apa-apa kecuali perasaan nggak rela lo dekat sama orang lain."
Melan tersentak dengan ucapan panjang Gelan yang menghunusnya.
"Lo sama rumitnya dengan matematika ya Gel, sama-sama susah dipahamin." Melan menunduk, dia bahagia, sangat, namun dilain sisi merasa ada yang janggal.
Gelan memandang Melan dan Gibran bergantian. "Atau ... lo udah suka sama 'dia?"
"Lo kira perasaan gue sebercanda itu?" Melan membalas cepat. Kemudian gadis itu tersenyum culas. "Sekalipun gue masih suka sama lo, gue nggak akan pernah mau dekat sama lo lagi, Gelan."
Gelan mengercap memandang gadis didepannya dalam diam. Dia paham, tak mudah bagi Melan menerima semua kebodohan yang dia buat. Dia meminta gadis itu pergi kemudian memintanya kembali. Siapapun pasti tak ingin diperlakukan seperti itu.
"Oke," balas Gelan, suaranya masih dingin menyatu bersama angin malam dan sampai ditelinga Melan membuat Melan merasa tak biasa.
Kemudian dia mendekat, memandang mata Melan tepat. "Kalau emang lo nggak mau dekat sama gue lagi, gue yang bakalan terus dekati lo, Melan."
Melan tersentak, terkejut dengan balasan Gelan. Semuanya terlalu mendadak. Dia mengigit bibir bawahnya. Namun Melan tak mau jatuh dilubang yang sama lagi. Dan tanpa memperdulikan perasaan Gelan seperti yang selalu laki-laki itu lakukan padanya, Melan meraih tangan Gibran membawanya pergi kedalam rumah. Meningalkan Gelan sendirian di bawah langit malam yang rasanya sangat pekat.
Apakah dia baru saja ditolak?
***
A/n: nggak tahu mau omong apa, coment ajaa ya buat next part, semoga cepat updatenya.
Xoxo,
Carlin.
21 November 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelan & Melan
Ficção Adolescente'Dua magnet beda sisi yang saling tarik-menarik.' Melan itu gadis centil dengan sifat meledak-ledak seperti petasan. Sedangkan, Gelan itu lelaki kaku dengan wajah dingin bak kutub es. Melan suka mengganggu Gelan, menurutnya tak ada yang lebih seru k...