-
Melan memainkan sedotan bubble tea ditangannya. Saat ini, dia dan Jihan sedang berada disebuah caffe. Mata gadis itu melirik kesana-kemari kemudian tertawa cekikikan.
"Lo gila, Mel!" semprot Jihan kesal. Bener-bener tak bisa mengerti pola pikir gadis disampingnya lagi.
"Gue lagi flashback tahu!" balas Melan lagi. Dan tertawa kemudian lagi.
Jihan berdecak, tak terlalu memusingkan. Gadis itu menyedot milkshake strawberry nya dalam diam.
"Ji, mau dengar, nggak?" tawar Melan lagi. Gadis itu menatap Jihan telak, membuat Jihan melengos pasrah.
"Apaan?"
"Udah, udah, nggak jadi." kemudian Melan kembali tertawa.
"Sialan lo." Jihan berdecak dan kembali sibuk dengan ponselnya.
"Ji, kalau gue suka sama Gelan. Menurut lo gimana?"
Jihan terkejut. Langsung menatap Melan telak. "Lo gila?" Jihan menghembuskan nafas panjang. "Udah ya, Mel. Kita semua tahu, Gelan itu kayak gimana, dia nggak mungkin suka sama lo. Lo dekat sama dia cuma untuk les matematika yang mungkin akan segera berakhir. Lo nggak boleh jatuh cinta sama dia! Itu sia-sia, Melanie. Sia-sia!"
Ucapan Jihan begitu menyebalkan. Melan merasa telinganya berdenyut. "Apaan sih, lebay. Gue cuma nanya, gue juga nggak mau jatuh cinta sama kulkas kayak Gelan. Tapi ganteng, gimana dong?"
Jihan rasanya ingin muntah. "Semua aja lo pacarin!"
Melan cemberut. "Tapi Gelan beda. Dia buat gue ngerasa tertantang. Lo ngerti, nggak? Gue penesaran sama dia. Gue mau jadi yang pertama dihati dia."
Jihan berdecak. "Fuck. Lo suka sama dia." Jihan menatap Melan telak. "Karena lo udah suka sama dia, tahap berikutnya patah hati."
"Gue nggak suka kok sama Gelan. Gue nyaman aja sama dia. Gue masih suka sama Kak Gito."
"Emang Kak Gito belum dor lo?" pertanyaan Jihan justru membuat Melan mengangguk.
"Udah, nunggu aja. Kak Gito juga ganteng, baik, pokoknya lebih baik dari Gelan menurut gue."
Melan tanpa sadar mengangguk.
Kemudian keduanya diam sejenak. Saling sibuk dengan pikiran masing-masing.
Melan melirik ke luar jendela. Matahari baru saja tengelam di ganti warna gelap diudara. "Udah malem, Ji. Ayo pulang."
Melan mengeluarkan ponselnya, dan mengetikan sesuatu disana.
To; Abang kampret.
Hi, Abang babu kesayangan princess Melan. Jemput Melan ke kafetaria ya? Kalau nggak mau Melan laporin Mama nih hehehe.
Kemudian Melan menurunkan ponselnya. Gadis itu memandang Jihan yang nampak kalut. "Kenapa lo?"
"Mel..." Jihan memandang Melan dengan tampang memelas. "Masa sopir gue nggak bisa jemput, sih!"
"Bareng gue aja." Melan baru ingin membuka ponselnya lagi dan memberitahu kepada Ichal untuk membawa mobil saja, agar bisa bareng Jihan. Namun, sebuah pesan sudah duluan tertangkap matanya.
Kak Gito: gue lihat lo di kafetaria. Kenapa belum pulang?
Melan tersenyum tanpa sadar. Dan dengan cepat mengetikan balasan.
Melan: mau pulang. Tapi nggak ada tumpangan.
Kak Gito: tunggu. Gue kesana. Tapi masih anterin temen gue. Lama nggak papa?
Melan: demi kakak Melan rela nunggu. [Delete]
Melan: apa sih yang nggak buat kakak. Samudera juga rela Melan seberangin. [Delete]
Melan: oke kak.
Melan menurunkan ponselnya. Kemudian memandang Jihan dengan senyuman. "Lo pulang sama Kak Icha aja. Berdua."
Jihan tersenyum. "SERIUS MEL!? AH, LO EMANG TEMEN TERBAIK GUE!" kemudian gadis itu memeluk Melan senang.
"Baru nyadar." Melan mencibir ketika Jihan melepaskan pelukan lebay mereka.
"Terus lo pulang sama siapa?" tanya Jihan lagi.
"Kak Gito," jawaban Melan membuat Jihan tersenyum.
"Gue ramal kayaknya kalian langsung jadian!"
Melan tersenyum malu-malu. "Semoga, hehehe."
Detik berikutnya, tubuh jangkung Ichal memasuki kafetaria. Matanya melirik kesana dan mendapati tempat dua orang gadis yang sudah sangat dikenalinya.
"Ayo pulang." Ichal berdehem, pura-pura cool agar menjaga image.
"Kakak balik sama Jihan, ya?"
"Sama siapa?" ulang Ichal pura-pura sampai membuat Melan melengos. Kakaknya ini terlalu jual mahal, padahal aslinya juga tertarik sama Jihan.
"Kalau Kak Ichal nggak mau nggak apa-apa kok. Gue bisa pulang naik taksi," ujar Jihan sambil menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga. Melan berdecak. Lah, ini juga kenapa lagi!? Emang kalau jatuh cinta harus pura-pura gini!?
"Ayo gue anterin," sambung Ichal membuat Melan berdesis.
"Lo tunggu disini." Ichal menatap Melan. Hahaha, dasar Abang lucnut, adik sendiri disuruh nunggu. Sekalian aja Melan kerjain!
"Iya-iya, dedek pasti nunggu, kok."
Kemudian punggung dua orang itu menghilang dibalik pintu kaca kafetaria. Jihan sempat melambai-lambai heboh padanya saat Ichal tak melihat.
Melan memainkan ponselnya. Sudah sepuluh menit namun, Gito tak kunjung muncul. Gadis itu melirik nomor Gelan dan tanpa sadar dia tersenyum dan mengetikan pesan disana.
Gel.
Gelan.
Good night.
Nice dream.
Mimpi indah ya. Mimpiin aku misalnya.
Melan tertawa. "Tapikan baru jam tujuh. Hahaha, biarin aja."
satu jam berlalu dan tak ada tanda-tanda kedatangan Gito. Padahal chat Melan saja sudah diread Gelan.
Melan putus asa.
Melan: heh, Abang kampret. Rumah Jihan sejauh apa sih!?
Abang kampret: lah gobs. Kata Jihan lo pulang sama cowok!?
Melan berdecak kesal. Hingga akhirnya pandangannya teralih pada pintu kafetaria.
Gelan muncul disana.
***
Next? Jangan lupa vote dan coment yaa!
Bubay,
kharlynUlle.
24 April 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelan & Melan
Dla nastolatków'Dua magnet beda sisi yang saling tarik-menarik.' Melan itu gadis centil dengan sifat meledak-ledak seperti petasan. Sedangkan, Gelan itu lelaki kaku dengan wajah dingin bak kutub es. Melan suka mengganggu Gelan, menurutnya tak ada yang lebih seru k...