[16] Let be alone

3.3K 351 34
                                    

-

Melan tahu, ini hal bodoh. Namun dia tetap melakukannya, gadis itu mengikuti seorang gadis masuk kedalam toilet wanita. Setalah itu, Melan berdiri di depan westafel, berpura-pura mencuci tangannya sambil menunggu seseorang keluar dari dalam salah satu bilik kamar mandi.

"Hi," sapa Melan, bener-bener terdengar sok asik membuat gadis didepannya terkejut. Entah terkejut dengan sapaan Melan, atau keberadaan Melan.

"Ah, hi," balasnya terdengar begitu kikuk.

"Lo Fanya, kan?" tanya Melan lagi, memandang Fanya dengan iris hazel-nya, membuat Fanya sedikit risih.

"Iya," balas Fanya menganguk. "Kenapa, ya?" lanjut gadis itu memandang Melan.

Melan tersenyum. "Enggak kok, cuma nanya aja. Elo ... pacar Gelan?"

Kening Fanya berkerut, kemudian dia berdehem disertai wajahnya yang memerah, membuat Melan diam-diam cemberut.

Belum sempat Fanya membalas, Melan sudah pamit duluan. Raut wajah Fanya menjelaskan semuanya. Mereka lebih dari teman.

***

"Melan!" Jihan ngos-ngosan, berlari mengejar Melan didepannya yang lumayan jauh.

"MELAN DEPAN LO ADA TANGGA-"

"AHH!" Melan berteriak kesakitan saat dia terjatuh dari tangga. Lututnya tergores, dan pelan-pelan darah keluar dari sana.

Air mata tergenang di mata hazel-nya yang indah. Melan mengercap. Semua ini gara-gara Gelan, bener-bener menyebalkan. Gara-gara terus memikirkan lelaki itu, dia sampai tak menyadari semua didepannya.

Seseorang mengulurkan tangannya, Melan mendongak dan tersenyum. "Kak Gito." Melan meraih tangan Gito untuk kembali berdiri.

Gito tersenyum ketika Melan sudah berdiri, kemudian berjongkok sedikit didepan Melan. "Kita ke UKS, naik ke punggung gue."

Untuk sejenak, Melan sempat heart attack, sebelum gadis itu dengan kesusahan naik ke punggung lebar Gito.

"Gila Mel, lo bener-bener hidup kayak di cerita fiksi." Jihan berdecak. "Gue kapan, ya!?"

Sedangkan, Melan menaruh kepalanya di punggung Gito. Terlalu malu melihat semuanya, apalagi pekikan orang dimana-mana.

Gadis itu menunduk, merasa malu. Tapi kenapa jantungnya tak berdebar? Saat Melan mendongak, dan pandangannya bertemu Gelan jauh didepan sana, sesuatu dihatinya terasa meletus.

***

"Udah baikan?" tanya Gito ketika kembali menghampiri Melan di UKS. Ketika keluar sejenak tadi.

Melan mengangguk. "Udah diobatin anak PMR tadi, makasih Kak."

Gito mengangguk, bersandar di bangkar depan Melan, memandang wajah Melan dalam membuat gadis itu bertanya-tanya. Apakah wajahnya sedang aneh sekarang, atau ada benda asing disana.

Tubuh Gito mendekat, Melan refleks mundur. Bener-bener gerakan refleks, dan sekarang yang ada dipikirannya hanyalah peringatan Ichsan agar menjauhi Gito.

Tangan Gito reflek mengurung Melan ditembok, Melan tersentak, Gito memajukan wajahnya dan berbisik tepat di telinga Melan.

"Mel, will u be girlfriend?"

Bunyi benda jatuh dilantai, membuat keduanya tersentak. Gito reflek menjauh dari Melan. Sedangkan mata Melan tersentak menatap orang yang barusan menjatuhkan nampan berisi bubur dilantai.

Lelaki itu nampak salah tingkah, dia berdehem. "Sorry, gue ganggu acara kalian."

Melan menggeleng, gelapan ingin menjawab namun sudah duluan dijawab Gito. "Baguslah kalau lo sadar." jawaban Gito membuat Gelan menaikan sebelah alisnya, kemudian matanya yang gelap memandang Melan. Tatapannya tajam, sebelum berubah dingin, seolah-olah menyadarkan bahwa mereka tak sekedar orang asing.

"Gel," suara Melan bahkan hanya terdengar olehnya sendiri. Dia bahkan terlalu takut dengan apa yang ada dipikiran Gelan sekarang. Gadis itu menunduk, merasa begitu kehilangan sekarang apalagi ketika Gelan bener-bener pergi dari sana, meningkalkan-nya dengan Gito sendiri.

Melan menggeleng, begitu kecewa, namun sadar tak bisa marah.

***

A/N: NEXT? VOTE DAN COMENT YA!

BYE,

CARLIN.

30 JUNI 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang