[37] Kepingan

352 30 8
                                    

-

gue gelan.

Melan membaca chat yang masuk sedetik yang lalu itu dengan perasaan gelisah.

gue depan rumah lo.

Kegelisaanya bertambah ketika ada chat baru lagi yang masuk dan isinya bener-bener membuat jantung Melan meluncur bebas.

u have a time to talk?

Melan mendengus, melirik jam diponselnya yang sudah menunjukan pukul satu malam. Gadis itu meraih hoodie putihnya dan memakai asal, celana piyama pinknya tampak mencolok, tapi Melan terlalu malas untuk mengganti, dia bukan tipekal gadis yang selalu ingin tampil perfect jika bertemu dengan orang yang dia suka. Dan Gelan ataupun Gibran tahu itu sejak pertama kali mengenalnya. Dia gadis paling ambradul yang keduanya kenal, terutama Gelan.

Melan mendorong pagar rumahnya. Semua orang di rumah telah tidur dan itu agak menguntungkan Melan sehingga dia tidak perlu mencari alasan.

Melan mengetuk kaca mobil Gelan. Gelan menurunkannya dan memandang Melan yang acak-acakan. "Masuk."

"Nggak mau," balas Melan cepat. "Mau ngomong apa?" Melan terdiam sejenak, dia memandang wajah Gelan yang ternyata babak belur. Banyak luka disana. Melan mendengus, mengitari mobil dan masuk kedalamnya.

"Who hurt you?" tanya Melan tanpa sadar suaranya bergetar. "Gibran?" Melan mengeleng tidak mungkin Gibran.

"Bukan," balas Gelan pelan. "Nggak penting juga." Mana mungkin dia mengatakan pada Melan bahwa dia mendapatkan luka-luka ini cuma karena ingin bertemu dengan gadis itu? Melan tak tahu dan tak akan pernah Gelan beritahu sekelam apa hidupnya. Dan terkadang semuanya membuat dia tak ingin bersama Melan, karena tak ingin menyakiti gadis itu. Tapi kalau Melan pergi; dunianya berhenti. Dia merasa seperti ada yang kurang. Melan membawa cahaya ke kehidupannya yang kelam. Namun dia selalu takut, bahwa dia akan membawa Melan ke duniannya yang kelam itu.

"Mau jalan-jalan?"

Melan ingin merutuk jalan-jalan kemana jam satu pagi dengan penampilan bak gembel ini, namun karena dia melihat Gelan seperti ini, membuat Melan hanya mengangguk.

"Besok nggak usah les," kata Melan disela mobil yang dikenderai Gelan melaju meningalkan kompleks rumahnya.

"Kenapa? Mau belajar sekarang?"

Melan mendelik. "Lo sakit."

Gelan tersenyum kecil.

Melan mengalihkan pandangan. "Lo beda, kayak nggak nyangka aja lo jadi nggak sedingin dulu."

Gelan tetap diam, kemudian ketika dia berbicara dunia Melan berhenti. "I broke my rules for you."

Melan menatap Gelan, kemudian tangannya terulur menyentuh luka di dahi Gelan. "Kita kerumah sakit."

"Gue peduli sama lo, Gel. Tapi gue selalu kayak gini. Gue peduli sama semua orang yang membutuhkan. Rasa gue ke lo nggak sebanyak dulu." dari 100% jadi 99% lanjut Melan dalam hati.

Karena Melan tetap tak bisa berhenti menyukai atau membenci Gelan setelah semua yang dia lakukan pada Melan dulu.

Karena semua yang Gelan lakukan dulu, hanya untuk membuat Melan menjauh darinya–dia tak ingin Melan tersakiti, sebelum Gelan menyadari bahwa dia ternyata lebih ingin menjaga Melan.

"Sebenarnya siapa yang mukulin lo, Gel?"

"Bukan mukulin tapi berantem sih, gue juga mukulin 'dia." Gelan membalas, dia jadi lebih sering berbicara dengan Melan.

"Iya, berantem sama siapa?" tanya Melan lagi.

"Gue nggak tahu nyebut 'dia apa," balas Gelan. "Papa tiri, maybe?"

Melan membeku.

***

A/n: i don't have something to say.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang