[30] Perkara hati

1.1K 157 46
                                    

-

"Kita udah selesai olimpiade-nya," kata Gelan didalam ruangan yang hanya berisi dia dan Fanny sekarang.

"Iya, terus?" balas Fanny masih tak mengerti.

"Kita bisa berhenti ketemu," balas Gelan dan segera pergi dari sana tanpa menjelaskan lebih lanjut.

"A-apa?" ulang Fanny tak paham. Gadis itu langsung menunduk setelah paham maksud Gelan. Laki-laki itu tak ingin bertemu dengannya lagi. Lebih tepatnya tak ingin dia menemui Gelan lagi. Bener-bener menyakitikan. Setelah semua yang dia lalui dan lakukan untuk mendapatkan hati laki-laki itu berakhir seperti ini.

Coba sekali saja, Gelan paham perasaannya atau lebih tepatnya membalas perasaannya.

Fanny mengangkat wajahnya. Jika Gelan pikir dia akan menyerah begitu saja, maka jawabannya adalah salah, salah besar. Dia tidak akan menyerah pada apapun yang diinginkannya. Dia tidak seperti Melan-si gadis bodoh yang selalu saja melakukan hal-hal konyol dan menuruti semua kemauan Gelan.

Karena dibalik wajah polosnya, Fanny menyimpan obsesi yang besar untuk bisa mendapatkan Gelan. Lebih besar dan pekat dari apapun, termasuk rasa suka Melan yang justru terlihat seperti cerita nickelodeon.

***

"Aish," desis Melan. Gadis itu duduk didalam kelasnya yang hanya berisi beberapa orang saja didalamnya, bisa ditebak yang lain kemana di jam istirahat seperti ini. Tentu saja mengisi perut di kantin.

Melan membuang pandangan kearah jendela. Jihan sudah ngacir sendirian ke kantin karena Melan tak ingin ikut, sedangkan perutnya sudah meraung minta diisi, gila aja kalau Jihan sampai nggak makan karena ikut-ikutan Melan yang nggak mau makan.

Melan menatap semuanya diluar kaca kelasnya yang berada di lantai dua. Dibawah sana ada lapangan basket yang dilalui beberapa orang. Semuanya nampak bahagia dilihat dari tawa di sudut bibir mereka.

Fokus Melan berhenti pada satu objek. Laki-laki yang sedang berjalan dari arah berlawanan. Yang paling berbeda karena tak ada senyuman di wajahnya, yang berjalan sendirian. Laki-laki itu memasukan salah satu tangannya ke saku celana dan tangganya yang satu mengantung di sudut celana memperlihatkan jam hitam rolex-nya yang nggak bisa Melan beli bahkan kalau Melan jual satu ginjalnya.

Dia Gelan. Melan setia memandangnya. Lucu sekali mengingat pertemuan awal mereka. Awalnya keduanya bukan siapa-siapa. Selama kelas X, Melan hanya tahu namanya saja dan sempat berpapasan beberapa kali namun keduanya tak pernah berbicara, Melan sering mendengar orang-orang bercerita tentang seberapa pintar tampan dan kaya-nya Gevariel Gelan dari kelas X IPA1-sampai membuat banyak orang klepek-klepek, termasuk kakak kelas, namun memiliki sifat yang dingin dan tertutup yang membuat semuanya menjauh darinya.

Dulu Melan menganggap Gelan tak penting, menurutnya laki-laki itu hanya cari perhatian. Dan untuk gadis yang gila ketenaran dan ingin memacari semua kakak kelas populer-dengan tampang cantiknya, Melan menendang keluar Gelan dari daftar list orang-orang yang ingin dipacarinya.

Ada hal lain juga dari laki-laki itu, tak ada yang mengetahui siapa keluarganya. Sampai saat ini bahkan tak ada yang tahu siapa orangtua dari laki-laki berambut hitam gelap itu. Semuanya terlalu pribadi dan tak bisa dicari tahu. Tak ada yang datang ke penerimaan raport atau rapat orangtua lainnya.

Bahkan, ketika Melan belajar di rumah Gelan, tak ada siapa-siapa kecuali beberapa orang yang bekerja disana sebagai pembantu, tukang kebun, sopir, etc.

Melan mengedipkan matanya. Penesaran dengan dunia Gelan yang selalu sepi dan tenang. Namun dibalik iris coklat yang sudah sangat Melan kenali beberapa waktu ini, tersimpan banyak misteri. Namun dia sadar. Melan sangat sadar. Dia tak punya hak apa-apa untuk penesaran dengan kehidupan Gelan. Laki-laki itu bahkan sangat tak menyukai keberadaannya. Sangat sakit membayangkan pertemuan mereka di taman bunga matahari, namun dapat membuatnya tersenyum mengingat beberapa kata-kata Gelan yang manis namun pahit dalam satu waktu.

"Ngeliatin apa lo?"

Melan tersentak dari lamunannya, dan berbalik kesamping. Gibran berdiri di dekat bangkunya dan kemudian duduk di bangku depannya. Laki-laki itu menaruh sekotak susu kotak strawberry di meja Melan.

Melan meliriknya. "Untuk apa?"

"Ya, kasih aja, kasian lo kelihatan kayak gembel."

Melan merutuk dan memutar kedua bola matanya. "Lo sedetik aja nggak nyebelin kayaknya nggak bisa, ya?"

Gibran memandang raut wajah Melan yang entah kenapa membuatnya suka dan ingin melihat wajah gadis didepannya terus.

"Gue nggak mau," balas Melan ketus lagi.

Gibran meraih susu kotak itu dan membuka sedotannya kemudian menusuknya dan menyodorkan kedepan wajah Melan.

"Dibilang nggak mau-" ucapan Melan terhenti karena tangan Gibran yang sudah duluan memasukkan sedotan itu kedalam mulutnya.

Gadis itu terbatuk-batuk, mendorong tangan Gibran. "Gila ya lo!?" amuknya dan keduanya menjadi fokus beberapa orang dalam kelas.

"Ya lagian lo keras kepala banget, padahal jelas-jelas mau, apalagi strawberry kesukaan lo." Melan tersentak karena Gibran tahu rasa kesukaannya.

***

A/n: update lagi <3

Kalian tim mana nih?

GelanMelan

GibranMelan

GelanFanny

Oh iya jangan lupa vote dan coment yaaa!

bubay,

Carlin.

12 April 2021.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang