-
Ponsel Gelan bergetar, jarang sekali benda pipih itu menerima pesan atau telfon jika ada berarti sesuatu yang penting. Namun kala Gelan membukanya, pesan yang masuk membuat dia mengernyit.
085727373XXX:
Malem Gelan.
Gel,
Good night.
I lop u
Tapi boong.
Gelan mendelik tak suka. Siapa orang yang mengiriminya chat tak penting sebanyak ini hanya dalam jangka satu menit. Gelan bener-bener kesal, nomornya tak mudah didapat, dan entah dari mana anonymous ini bisa mendapatkan nomornya. Gelan bertaruh banyak untuk itu.
Detik berikutnya, nomor tersebut muncul dilayar ponselnya. Menelfon-nya. Gelan semakin kesal, karena penesaran dengan orangnya lelaki itu memutuskan mengangkat.
"Gelannnn!" kemudian tawa perempuan itu menyembur. Gelan tahu siapa pemilik suara cempreng ini; dia Melan si gadis pembuat onar.
"Gel, masih disana, kan?" suara cerewet perempuan itu kembali berkicau. "Gel, gue kesal sama lo! Masa tadi lo biarin gue digendong Pak Bambang, sih!"
Diam.
"Gel! Gelannnn?"
tut-tut-tut, Gelan mematikan sambungan telepon sepihak. Melan disebelah sana berteriak kesal sambil memukul kepala boneka beruang disampingnya. "Nggak usah senyum lo! Senang gue diperlakuin kayak gini!" racau Melan kembali menendang boneka itu.
***
"Gelannn!" pagi-pagi sekali, Melan sudah berteriak kencang dan melangkah masuk kedalam kelas XI IPA 1. Semua pasang mata disana menatap lurus gadis berjeket kuning itu. Senyumannya merekah, cerah seperti warna jeketnya. Rambutnya yang dikepang satu tergoyang-goyang ketika dia menghampiri lelaki yang duduk diarah jam dua belas.
"Gelan, sebentar jadikan les matematika, nya?" mungkin beberapa gadis yang pernah diajari pelejaran tambahan tak pernah ada yang seceria dan sesenang Melan. Mereka bahkan malu-malu jika ingin meminta Gelan mengajari mereka. Hanya Melan gadis paling berani bagi Gelan.
"Gelan?" panggil Melan lagi.
Gelan menghembuskan nafas panjang. Menatap Melan dingin, mungkin orang lain akan menunduk jika sudah diberikan tatapan seperti itu oleh Gelan, tapi Melan justru membalas tatapannya.
"Lo dapat nomor gue darimana?" tanya Gelan dingin.
"Oh!" Melan menepuk kepalanya sambil tertawa. "Kenapa semalam nggak langsung tanya aja, sih?" orang-orang yang mendengar kata 'semalam' langsung berbisik-bisik curiga.
"Jawab." Gelan berkata sinis.
"Itu ... dari buku siswa, di ruang BK. Hehehe, gue minta sama Pak Fian."
Gelan menghembuskan nafas kasar. Nampak tak suka membuat mata Melan membulat. Dia tahu Pak Fian tak mungkin memberikan secara cuma-cuma, pasti gadis ini memberikannya sesuatu.
"Gelan, jangan marah, dong, udah ya? Pokoknya, nih, hari ini kita jadi les, kan?" cerocos Melan membuat telinga Gelan kian memanas.
"Nggak!" tolak Gelan.
"Kenapa?" tanya Melan lagi. "Gelan sakit? Atau ... mau date ya? Sama siapa!?"
Gelan mendelik. "Gue ada tambahan materi untuk olimpiade fisika bulan depan."
Melan tersenyum. "Gue tunggu kok! Di lab fisika, kan? Bye!" kemudian gadis itu berlari keluar, di pintu kelas dia bertabrakan dengan Bu Ernita, guru biologi, gadis itu meminta maaf dan berlari kembali. Bu Ernita hanya menghembuskan nafas panjang, sudah hafal dengan tingkah Melanie Calista.
"Melan cari siapa disini?" tanya guru itu sambil melangkah masuk. Sedikit heran, Melan biasanya tak pernah main ke kelas ini. Gadis itu lumayan dekat dengannya karena mereka bertetangga.
"Gelan, Bu!" seruan terdengar.
"Lagi pdkt mereka, Bu!" yang lain kembali menjawab disambut gelak tawa.
Bu Ernita tersenyum, pandangannya menatap Gelan yang tak tersenyum sama sekali. Mereka bagai dua kutub berbeda. Dan semua orang tahu itu.
***
"Lo harus jadian sama tuh cewek, Git. Terus buat dia jatuh cinta sama lo, habis itu campakkan dia kayak dia buat ke gue." langkah Gelan terhenti, suara-suara itu terdengar dari dalam kamar mandi cowok. Aneh, mereka betah berlama-lama di ruangan jorok itu.
"Hahaha, bisa dong? Siapa coba yang pernah nolak pesona gue? Santai aja, yang penting hadiahnya."
"Aman kalau itu mah, lo bisa ambil lamborghini gue. Yang penting dendam gue terbalaskan."
"Ok!"
Gelan membuka pintu kamar mandi. Didalamnya, Gito dan Daniel sedang merokok sambil tertawa. Keduanya mengangkat alisnya saat melihat Gelan.
"Ada perlu apa, man?" tanya Daniel sok dekat. Gelan berdecih, dan menutup pintu kamar mandi lagi.
Gelan melangkah menuju lab fisika dengan perasaan tak tenang. Dia takut Melan kenapa-kenapa. Tapi memangnya, kenapa? Melan bukan siapa-siapanya, juga kan? Lelaki itu mengajak rambutnya frustrasi.
"Gelannn!" Melan berlari mendekatinya, Gelan bahkan melihat ransel gadis itu yang tak ditutup rapi sehingga buku-bukunya nyaris terjatuh.
"Tas lo terbuka," kata Gelan membuat Melan melihat dan memperbaiki rosleting tasnya pink-nya. Gadis itu penyuka warna-warna cerah seperti sikapnya.
"Lo pulang aja." Gelan bersuara.
"Tapi-"
"Pulang! Gue nggak punya waktu buat ladenin lo." kemudian Gelan melangkah meninggalkan Melan.
***
Next? Jangan lupa vote dan coment yaa!
Bubay,
kharlynUlle.
27 Maret 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelan & Melan
Teen Fiction'Dua magnet beda sisi yang saling tarik-menarik.' Melan itu gadis centil dengan sifat meledak-ledak seperti petasan. Sedangkan, Gelan itu lelaki kaku dengan wajah dingin bak kutub es. Melan suka mengganggu Gelan, menurutnya tak ada yang lebih seru k...