[28] Gibran

2K 241 41
                                    

-

“DIA NGGAK LIRIK GUE! DIA SAMA SEKALI NGGAK LIRIK GUE! GILA, IDE LO JUSTRU BUAT GUE YANG TERTAMPAR JIHANN!” teriak Melan.

Jihan mendengus. “Iya, iya. Udah tahu faktanya, kan? Lupain Gelan.”

Melan diam sejenak, kemudian mengangguk. “Itu yang mau gue ngelakuin, bantuin gue.”

Jihan mengangguk detik berikutnya tersenyum. “Melan, gue jadian sama kakak lo.”

Mata Melan melotot dan memandang Jihan tak percaya. “KAK ICHSAN!?”

Jihan mengangguk antusias. Melan memutar bola matanya malas. “Semoga langgeng.”

“Kok kayak nggak ikhlas, sih?” balas Jihan kesal.

Pupil mata Melan membesar. “IKHLAS JI! IKHLAS LAHIR BATIN! BILA PERLU ABANG CEPETAN KELUAR DARI RUMAH—AWW! NGAPAIN LO NABOK GUE SIH!?” Melan mengusap-usap kepalanya yang baru saja dihadiahi tampolan dari Jihan.

“Enak aja lo ngusir pacar gue,” kata Jihan.

Melan tersentak. “Oh, lo udah pindah kubu ceritanya? Oke fine!”

***

Sudah seminggu berlalu. Dan Melan merasa dia baik-baik saja. Bahkan, mungkin lebih baik. Karena perlahan-lahan, dia mulai merelakan Gelan pergi. Walaupun, merelakan tak segampang itu, namun Melan merasa bahwa posisinya saat ini bener-bener sudah siap untuk kehilangan.

Melan saat ini sedang berjalan menuju ruang Bu Indah karena dipanggil. Jihan tak mau menemaninya karena sibuk membalas pesan abangnya dengan dramatis. Saking dramatisnya terkadang dia sampai melompat-lompat, dan berteriak kesetanan.

Melan tertawa. Apa jatuh cinta memang seperti itu?

“Aw!” lamunan Melan buyar karena jidatnya baru saja menabrak punggung seseorang.

Melan mengusap-usap jidatnya. “Ngapain sih berhenti disini? Mau jadi patung!?”

Sedangkan lelaki didepannya, yang berhenti dan membuat jidat cantik Melan terbentur hanya membelakanginya tanpa berbalik.

“OY!” lelaki itu belum mau berbalik. Melan berdecak. “Udah salah nggak tau diri—” ucapan Melan terhenti ketika lelaki itu berbalik.

Sori. Gue nggak tahu kalau bakal ada orang goblok yang udah tahu ada orang disini tapi masih nabrak. Sebenarnya mata lo masih berfungsi dengan baik atau nggak sih?”

Melan mengercap ketika lelaki didepannya mencerocos tanpa henti. Gadis itu mengercap berkali-kali. “Sebenarnya lo yang salah apa gue sih?! Kok jadi lo yang marah? Salah siapa berhenti disini? Idih!”

Cowok itu mendengus dan pergi.

“DASAR COWOK GILA!” teriak Melan masih kesal. Kemudian Melan melanjutkan langkahnya menuju ruang guru.

Dan, setelah hari itu ada cowok baru di kelas mereka yang kata Jihan bener-bener ganteng sampai membuat dia bisa berpaling dari Ichsan, kalau saja Melan tak memperingatinya.

Tapi, menurut Melan cowok baru itu—Gibran bener-bener menyebalkan, apalagi dengan sikapnya yang sok bener dan merasa paling sempurna hanya karena walaupun dia anak baru dia sudah menjadi kesayangan guru karena kepintarannya. Tidak, Melan tidak iri karena dia pintar. Karena Melan bisa pastikan, Gelan lebih dari dia. Melan mengacak rambutnya. Kenapa jadi bahas Gelan lagi?

Pokoknya, intinya Melan benci Gibran karena cowok itu yang membuat Melan menabrak punggungnya, dan dengan seenaknya mengatai Melan.

Dan, kesialan itu terus berlanjut. Karena tiba-tiba, Melan satu kelompok bahasa indonesia dengannya. Dan tugas ini bener-bener urgent, karena harus dikumpulkan besok.

“Cepat, jalan kayak siput aja lo.” Gibran berkata, dan Melan memandangnya benci. Semua yang keluar dari mulutnya selalu kasar.

Melan mengejar Gibran, rencananya mereka akan mengerjakan di tempat Gibran.

“Gib, motor lo—”

Gibran memotongnya. “Nggak usah singkat-singkat nama gue.”

Melan mendengus, semua ini karena sifat Melan yang terlalu friendly sampai kebiasaan. Ogah juga Melan mau temenan sama Gibran. Sampai bumi kiamat juga seorang Melanie Calista nggak sudi.  “Motor lo yang mana?”

Dan tanpa Melan sedari, dari tadi Gelan memandang mereka, bahkan sempat bertukar pandangan dengan Gibran. Gelan memandang Gibran datar, dan Gibran terkekeh melihat itu. “Lo punya pacar?”

“Hm?” Melan mengernyit. “Nggak, emangnya kenapa? Kepo lo kayak Dora, atau lo suka sama gue? Sori, mending lo mundur, selera gue tinggi.”

Gibran berdesis. “Siapa juga yang mau punya cewek gila kayak lo. Cuma dari tadi di arah aula ada cowok yang lihat lo.”

Melan berdecak. “Santai, gue emang terkenal.”

Gibran membuang nafas panjang. “Serah.”

Melan memutuskan melihat ke arah aula. Dan yang dilihatnya hanyalah Gelan dan Fanya yang sedang berbicara bersama.

Hahaha, sakit banget. Nggak mungkin Gelan yang liatin dia. Melan melihat ke sebelah Gelan dan Fanya, dan seorang cowok berkacamata memandangnya tanpa kedip.

Oh, pasti ini yang dimaksud Gibran pacar Melan. Gibran memang titisan iblis.

***

A/n: haiii, update lagiii. Mana comentnya? Hope u all like this chapter, yash.

xoxo,

carlin.

10 Desember 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang