32

570 33 19
                                    

🍁🍁🍁

"Haii... balik lagi dengan Ita di cerita Fateh Ceritak.Ita..

Apa ya...

Bahas apa

Duhhh makin hari makin bingung mau ngapain..

Oya btw jujur cerita ini tuh Ita kebut bisa diliat lah dari up tiap hari trus si Fateh nya semakin disiksa ehek😂

Biar cepet tamat gitu lohhh...

Karna Ita udah kesel sama new story yang ngebom di pikiran Ita dan ingin Ita luap kan...

Tapi yaahhh... Ita kan ga bisa ngurus nya nanti klo banyak2 cerita. Tiga aja udah ribet dan cerita Ita yg pertama itu book sebelah ga keurus karna idenya habis.

Eh...

Kan curhat..

Maklum Ita ga punya tempat curhat karna Ita itu tempat curhan so yg mau curhat ke Ita boleh.

Tuh kan

Au ah

So cuy baca

Happy reading guyss...

...


Semua menunggu Fateh seraya merafalkan doa-doa berharap Fateh akan baik-baik saja. Umi mengelus rambut merah Fateh dengan lembut. Jujur melihat Fateh kembali berbaring lemah seperti ini membuat hati umi sakit, ingin rasanya umi menggantikan posisinya memindah kan semua penyakit Fateh pada dirinya tapi itu tidak mungkin bisa.

Abi menggenggam tangan putih Fateh. Tangannya begitu dingin sampai kuku-kuku jarinya agak membiru. Abi masih memikirkan perkataan dokter tadi tentang Fateh yang selama ini mengkonsumsi obat dan tentang rancun itu.

Abi tak habis pikir, kenapa Fateh mengonsumsi obat-obatan? Dan sebenarnya obat apa? Apa mungkin obat penenang atau obat tidur atau apa? Tapi kenapa? Bukan kah selama ini tak ada kekangan dalam keluarganya? Abi berusaha membuang jauh pikiran negatifnya namun tak bisa ada setitik rasa kecewa dalam hatinya.

Dan siapa orang yang tega meracuni Fateh? Apa salah Fateh? Apa salah keluarganya hingga dia kejam berbuat seperti ini? Apa tak ada sedikit rasa kemanisian dalam hatinya?

Memikirkan semuanya membuat abi pusing. Semua ini adalah ujian, Allah tidak akan memberikan ujian yang melebihi kemampuan hambanya. Kalimat itu lah yang selalu abi yakinkan pada dirinya sendiri.

"Eugh...,"

"Fateh?!"

Semua berkumpul mengelilingi ranjang pesakitan Fateh dengan rasa khawatir juga senang karna akhirnya Fateh sadar.

"Fateh sayang, denger umi nak?"

"Um...mi... sakit...," lirih Fateh seraya menekan pinggang kirinya.

"Iya sayang tahan sebentar ya dokter sedang menuju kemari," ucap umi sambil menekan tombol untuk memanggil dokter.

Clek

"Dok tolong anak saya," ucap umi.

"Tuan nyonya dan yang lainnya harap tunggu diluar, kami akan melakukan pemeriksaan," ucap dokter.

Dengan berat hati gh dan tim yang ada keluar membiarkan tim medis menangani Fateh.

"Abi...Fateh,"

Abi memeluk umi mengecup pucuk kepala umi menenangkannya dengan kata kata penenang.

"Assalamualaikum, abi umi," ucap Atta yang baru datang.

Umi langsung memeluk Atta.

"Fateh, gimana keadaannya? Fateh baik-baik saja kan?" Tanya Atta berharap mereka berkata iya namun gelengan pelan yang yang ia terima.

Clek

Pintu terbuka dokter keluar dengan wajah entah lah sulit dijabarkan.

"Gimana dok?" Tanya abi.

"Huuhhh.. begini, karna ginjal nya rusak cukup parah dia membutuhkan donor ginjal..."

"Ambil ginjal saya dok. Saya ibunya," ucap umi sambil menggenggam tangan dokter.

"Umii...,"

"Tolong dok, saya tidak sanggup jika melihatnya kesakitan," ucap umi.

"Tapi kami harus mencocokannya terlebih dahulu. Karna pasien mengidap penyakit Thalasemia ini akan mempersulit kemungkinan besar tubuhnya akan menolak, dan jika oprasi tetap dilanjutkan akan berdampak buruk juga bagi pasien," ucap dokter.

"Tunggu. Jadi Fateh mengalami gagal ginjal begitu?" Tanya Atta.

"Iya,"

"Tapi kenapa? Kami selalu hidup sehat. Tak pernah makan sembarangan dan tidak melakukan hal yang aneh," ucap Thoriq.

"Menurut dugaan saya, adik anda sudah lama mengonsumsi obat-obatan dengan dosis tinggi ditambah dengan racun yang ia minum," jelas dokter.

"Obat-obatan?" Beo Sohwa.

"Racun? Maksud nya apa dok? Dia tidak pernah mengonsumsi obat apapun dan semenjak dia didiagnosa memiliki penyakit Thalasemia baru minum obat dan itu baru beberapa hari ini. Tidak mungkin selama itu, dan racun? Masud nya racun apa?" Tanya Saaih.

"Untuk masalah obat yang dikonsumsi nya kalian bisa bertanya pada pasien sendiri. Dan untuk racun, saya rasa diantar kalian semua ada yang memiliki niat buruk untuk mencelakainnya," jelas dokter.

"Kalo begitu saya pamit ada pasien yang harus saya periksa. Oya dan keadaan pasien mulai membaik kalian bisa membesuk nya," ucap dokter lalu pergi.

"Abi akan pulang sebentar. Ada yang harus abi urus," ucap abi.

"Atta ikut,"

"Saaih juga,"

"Ya sudah. Yang lain tetap disini. Kami pergi dulu Assalamualikum,"

"Kalian pasti akan menggeledah kamarnya kan? Hahahah... perangkap berhasil menjebak mangsa empuk."




At home

"Bi sebenarnya abi mau apa?" Tanya saaih.

Namun tak dijawab oleh abi dia terus berjalan tergesa-gesa menuju kamar Fateh.

Di kamar Fateh.

Abi membuka setiap laci mengobrak abrik isinya.

"Bi sebenarnya ada apa?" Tanya Atta.

"Apa yang abi cari?" Tanya Saaih.

"Obat. Abi harap Fateh tidak mengonsumsi obat apapun selain obat penyakitnya. Tapi jika abi menemukan obat selain obat yang seharusnya. Itu menunjukan jika Fateh benar-benar mengonsumsi obat-obatan selama ini tanpa kita tau," jawab abi.

Atta dan Saaih membantu abi mencari obat.

"Aa...abi ini," ucap Saaih saat membuka lemari Fateh ternyata dibawah tumpukan baju terdapat tiga tabung obat berwarna putih kecil. Bukan itu bukan obat penyakitnya.

Atta dan abi langsung mendekat dengan kasar abi mengambil satu tabung. Timbul rasa kecewa dihati mereka.

Kenapa? Kenapa selama ini Fateh mengonsumsi obat obatan? Dan ini apa? Obat penenang? Memang selama ini ia tertekan? Atau apa?

"Abi kecewa," ucap abi.
"Saaih juga. Kenapa dia seperti ini? Selama ini Fateh terlihat  baik baik saja." Ucap Saaih.

"Apa selama ini abi mengekanf kalian?"

"Tidak bi,"

"Lantas kenapa Fateh seperti ini?"

"Atta tak habis pikir dengan kebodohannya,"

"Sudah lah kita kembalu kerumah sakit," ucap a i lalu pergi dengan tabung kecil itu digenggaman eratnya.





















Huss

Dorrr

Udah ah ngantuk

Men bibo

Stay Cool

Cerita Fateh (Gen Halilintar)✔tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang