MDIMH 3|5. Andrian

1.1K 83 54
                                    

"Kamu gak kenapa-napa nak? Bagaimana bisa kamu berada disini Afzal, coba bilang ke grandpa nak." ucap Andrian sambil memeluk Afzal, yang dibalas pelukan juga oleh Afzal.

"Afzal bisa disini karena mereka grandpa, mereka yang sudah menyeret Afzal kesini. Maaf karena ini, Afzal gak ikut pelajaran grandpa. Maaf---" ucapan Afzal pun langsung terpotong oleh ucapan Andrian.

"Siapa mereka yang kamu maksudkan, sayang? Grandpa gak mempermasalahkan kamu ikut gak ikutnya Afzal, yang grandpa tanya disini kenapa kamu bisa ada disini, jadi grandpa minta sama kamu tolong jangan alihkan topik yang ada, Afzal." ucap Andrian yang dibalas keterdiaman oleh Afzal.

"Afzal gak bisa memberitaunya sekarang, grandpa. Maaf." ucap Afzal sambil menundukkan kepalanya, membuat Andrian yang melihat sikapnya itu pun menghelakan napasnya.

"Kalau bukan sekarang kamu memberitaunya, mau kapan lagi nak? Mau tunggu sampai kamu celaka dulu, baru kamu mau kasih tau? Dengar Afzal, apa yang kamu terima ini sekarang sudah termasuk pembullyan fisik nak. Bukan lagi pembullyan kata-kata. Semakin lama kamu semakin mendiamkan sikap mereka kepadamu, semakin menjadi juga mereka bersikap kepadamu Afzal." ucap Andrian sambil mengelus pucuk kepala Afzal, membuat Afzal yang mendengar sendiri ucapan kakeknya itu pun semakin terdiam.

"Tapi Afzal takut grandpa, Afzal gak bermaksud gak mau memberitau grandpa. Tapi Afzal takut apa yang mereka ucapkan kepada Afzal, menjadi kenyataan untuk Afzal sendiri." ucap Afzal dengan nada pelannya, yang untungnya masih dapat didengar oleh Andrian.

"Gak ada yang perlu kamu takutkan, Afzal. Ada grandpa dipihakmu, ada grandpa yang selalu membelamu, cucu grandpa." ucap Andrian berusaha meyakinkannya, ketika dirinya sendiri melihat bagaimana tatapan keraguan dari Afzal sekarang kepadanya.

Inilah yang tidak disukai dari dirinya dari pembullyan yang ada.

Selain membully, adanya ancaman yang diberikan oleh si pelaku kepada si korbanlah, membuat dirinya merasa geram.

Jelas-jelas apa yang dilakukan oleh mereka semua salah, tapi bagaimana bisa mereka semua yang bersalah tidak menyadari kesalahannya, melainkan mengancamnya dengan ancaman mereka yang telah dibuatnya.

Mungkin saja kalau pembullyan secara verbal dirinya masih bisa memakluminya, selagi masih tahap wajar.

Ingat, wajar, bukan berarti membebaskan siapapun untuk seenaknya membully secara verbal.

Wajar disini mengartikan selagi kata-kata yang diucapkan oleh mereka tidak sesuai dengan kenyataan diri kita, lebih baik tidak usah mempedulikannya, bukan?

Tapi kalau pembullyan yang ada sudah termasuk fisik, bagaimana caranya dirinya memakluminya? Bagaimana caranya dirinya tidak mempedulikannya?

"Mereka, Ervan dan Ervin grandpa." ucap Afzal tanpa menyadari bagaimana tatapan kakeknya sekarang.

"Ayok kita ke mami papimu nak, kasian mereka sudah khawatir dengan keberadaanmu." ucap Andrian sebelum dimana dirinya pun menuntun Afzal untuk keluar dari tempat tersebut.

Di tengah perjalanan mereka menuju ruangan Aldric tadi, tidak hentinya tatapan sinis dari semuanya pun menatap mereka berdua lebih tepatnya kearah Afzal, saat mereka sendiri harus melihat Afzal yang sedang dituntun oleh pemilik dari sekolah ini.

Sedangkan Andrian sendiri, dirinya yang memangnya menyadari bagaimana tatapan mereka sekarang pun, merasa heran.

Ada apa dengan mereka semua?

Kenapa mereka semua bisa sesinis itu, saat dirinya sendiri menuntun cucunya sendiri?

Sesampainya mereka berdua di ruangan Aldric, Jesslyn yang melihat Afzal yang sudah kembali bersama ayahnya pun langsung berhambur memeluk putranya itu, membuat Afzal yang dipeluk oleh maminya pun tersenyum.

"Maafkan mami nak, mami sudah lalai menjagamu. Kamu gak apa-apakan Afzal? Apa yang sakit nak? Pergelangan tanganmu kenapa bisa semerah ini nak?" tanya Jesslyn dengan tatapan bingungnya, membuat Aldric dan juga Andrian yang mendengar pertanyaannya itu pun serempak melihat kearah yang dimaksudkan oleh Jesslyn tadi.

Terutama Andrian, bagaimana bisa dirinya tidak menyadarinya?

"Afzal gak apa-apa mami, mami gak usah minta maaf sama Afzal karena mami gak salah. Jadi Afzal mau mami jangan sedih, menyalahkan diri mami terus disini. Karena yang salah sebenarnya disini Afzal, Afzal yang sudah membuat semuanya khawatir sama Afzal. Afzal sudah membuat semuanya panik dengan hilangnya Afzal tadi." ucap Afzal dengan tatapannya yang terlihat bersalah, yang dibalas gelengan kepala oleh Jesslyn.

"Kamu gak salah nak, jadi kamu gak usah minta maaf sayang. Mami janji mami gak akan seperti ini lagi, Afzal." ucap Jesslyn diakhiri ciuman darinya dikening Afzal.

"Papa mau bertanya ke kalian berdua Aldric, Andre." ucap Andrian tiba-tiba, membuat Aldric dan juga Andre yang tadinya menatap Jesslyn dan juga Afzal pun beralih menatapnya.

"Tapi sebelum papa mau bertanya ke kalian, papa minta kamu Jesslyn untuk membawa keluar Afzal dulu dari sini, nak." lanjutnya yang dibalas anggukan kepala oleh Jesslyn.

"Iya pa, ayok Afzal ikut mami ke kantin nak." ucap Jesslyn sebelum dimana dirinya pun berlalu bersama Afzal, meninggalkan mereka bertiga sesuai yang diminta oleh ayahnya tadi.

"Apa yang ingin papa tanyakan ke kami?" tanya Andre dengan tatapan bingungnya, mewakili kebingungan Aldric.

"Kalian berdua sudah memberitaukan identitas Afzal yang sebenarnya ke seisi sekolah ini?" tanya Andrian to the point, membuat keduanya yang mendengar sendiri bagaimana pertanyaan Andrian kepada mereka pun terdiam.

"Jawab papa, sudah atau belum?" lanjutnya dengan pertanyaannya yang sama, yang dibalas gelengan kepala oleh Andre.

"Belum pa" ucap Andre yang dibalas tatapan geram dari Andrian.

"BODOH, DASAR BODOH! PANTAS SAJA AFZAL SELALU DIBULLY DI SEKOLAHAN INI, TERNYATA KALIAN SENDIRI BELUM MEMBERITAUKAN IDENTITAS AFZAL YANG SEBENARNYA!" bentak Andrian dengan tatapan tajamnya, benar-benar tidak tau lagi apa yang dipikirkan oleh mereka berdua.

Satu, mereka berdua lebih sibuk dengan rapat mereka.

Kedua, karena mereka berdua belum memberitaukan identitas Afzal yang sebenarnya, pantas saja cucunya itu selalu dibully oleh teman-temannya sendiri, sesuai yang sudah pernah dikatakan oleh cucunya itu, sebelumnya.

"Aku gak memberitahukannya, karena Afzal anak aku pa, bukan anak papa. Jadi sudah sepantasnya Afzal menyandang nama belakangku, bukan nama papa." ucap Aldric dengan tatapannya yang terlihat tidak terima, yang dibalas dengusan oleh Andrian.

"Jadi maksudmu, karena Afzal anak kamu jadi Afzal gak boleh menyandang nama papa sendiri begitu maksudmu? Sadarlah Aldric umurmu sama dengan papa, seharusnya kamu sendiri bisa menjadi seorang kepala keluarga untuknya. Papa disini bukan bermaksud ikut campur terlalu banyak didalam rumah tanggamu, tapi bagaimana caranya papa sendiri gak ikut campur tangan dalam rumah tanggamu, kalau kamu sendiri saja bersikap seperti itu? Sikapmu yang terlalu mementingkan istrimu sendiri, dibandingkan mementingkan kedua anakmu, Afzal dan juga Alfa. Meski papa sendiri juga tau ini pengalaman pertamamu menjadi seorang ayah, masih tahap belajar juga untuk menjadi seorang ayah untuk kedua anakmu, tapi bukan berarti juga caramu seperti ini, Aldric. Dan sekarang papa minta kamu, kumpulkan seisi sekolah di aula sekarang, termasuk Ervin dan juga Ervan!"

***
A/N : Jangan lupa untuk meninggalkan jejak kalian disini
VOTE+KOMEN+SHARE

09082020
-Tetap jaga kesehatan ya 🖤
My Dosen Is My husband

-My Note-
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya?

Apa yang akan dilakukan oleh grandpa Andrian, mengingat Ervin dan juga Ervan seseorang yang melakukan pembullyan terhadap cucunya sendiri?

Tanggapannya yaaa biar bisa diup banyak.

Bagi yang silent reader tetap meninggalkan jejak ya, meski gak komentar vote pun boleh.

Dan bagi yang sudah meninggalkan jejak, terima kasih yaa.. dan jangan lupa terus untuk tinggalkan jejak kalian... sayang kalian 💕

My Dosen Is My Husband 3 √ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang