Akifah's POV
Hari ini tepatnya hari Rabu kami menggunakan pakaian batik. Seperti biasa, aku bangun dari tempat tidurku, shalat, lalu melakukan ritual mandiku.
Setelah semuanya selesai, aku pun turun ke lantai bawah untuk menyantap sarapan pagiku. Sudah ada Papa, Mama, dan Kak Ahmad disana. Dan jangan lupa Bi Tati yang sudah kami anggap sebagai keluarga. Aku pun segera menuju ke ruang makan.
"Pagi Pa!" Ucapku.
"Pagi sayang!"
"Pagi Ma!"
"Pagi sayangg! Udah cepet makannya keburu dingin tuh!"
"Iya Maaa! Dan pagi juga kakak bawel ku!"
Kak Ahmad hanya mengangkat salah satu alisnya. Dasar beku.
"Pagi Bi Tati!" Teriakku.
"Jangan kenceng-kenceng non teriaknya!" Ucap Bi Tati lembut.
Aku mendengarnya hanya cengengesan sendiri.
"Maa! Bentar malem aku telat yah pulangnya?"
"Iya Mama udah tau. Kamu diajak makan malem kan sama Bundanya Fatih? Bundanya Fatih udah ngomong semalem!"
Aku menganggukkan kepalaku semangat.
"Kalo diajak makan langsung semangat!" Desus Kak Ahmad.
"Biarin wleee!" Ucapku sambil menjulurkan lidahku ke Kak Ahmad.
Papa dan Mamanya Kifah hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya seperti bocah 5 tahun. Padahal, mereka sudah beranjak dewasa.
Saat aku menyantap makananku, tiba-tiba ada seorang yang mengetok pintu rumahku. Siapa yang datang di pagi-pagi buta ini? Masih jam 6 lewat juga.
"Bii! Tolong dibukain yah pintunya? Suruh kesini. Sudah itu, Bi Tati gabung makan disini yah?" Ucap Papa.
"Baik Tuan!"
Beberapa menit kemudian, Bi Tati pun kembali ke ruang makan dan aku menemukan sosok itu yang membuat mataku membulat sempurna.
"Elo? Lo ngapain sih pagi-pagi buta kesini?" Tanyaku dengan suara yang sedikit meninggi.
"Lah? Gue disuruh bokap lo kok!" Ucap cowok itu polos.
Aku hanya menghela nafas kasar. Ia tidak mungkin mengusir cowok ini dari rumahnya, sedangkan ia jauh-jauh kesini buat jemput aku karena Papa yang menyuruhnya.
"Papa gak bisa anter kamu. Kakak kamu juga gak bisa. Mama kamu juga gak bisa. Jadi, Papa nyuruh Fatih aja yang anterin." Jelas Papa panjang lebar.
"Iya iya." decikku kesal.
Aku pun mengalihkan pandanganku ke Fatih.
"Apa liat-liat?" Tanya cowok itu.
"Ge-er lo! Hmm.. lo udah makan?"
"Udahh."
"Kalo mau makan silahkan gak usah malu-malu! Anggap rumah sendiri!" Ucap Mama.
"Iyaa tan.."
"Gak mau untuk bekal lo atau apa? Nanti lo laper gimana?" Ucapku. Dasa bodoh. Mengapa mulutku tidak mau berdiam saja? Kata-kata itu terlontar begitu saja tanpa menyaringnya.
Semua yang berada di meja makan saat ini menatapku cengo.
"Lo sakit dek? Tadi marah-marah, sekarang perhatian." Kak Ahmad hanya menggelengkan kepalanya.
"Gak lah. Kifah ceria kek gini dibilangin sakit."
"Pagi-pagi udah debat. Nanti kalian telat lagi!" Ucap Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You [END]
Teen FictionNurul Akifah. Cewek pintar di angkatan, manis, tetapi dingin sedingin es. Dia seperti itu karena dia harus fokus dengan masa depannya tanpa mau melirik cowok yang mau dekat atau ngajak pacaran sekali pun. ----- Muhammad Fatih Aditya. Anak multitale...