Irene.
Ketika mengetahui dari Jimin bahwa Lisa telah kritis di rumah sakit, aku merasakan iba padanya. Meski sebenarnya masih tertinggal perasaan marah dan kecewa, aku melupakannya. Mengingat ucapan Jimin di akhir telfon bahwa ternyata Lisa telah tervonis stadium 4 kanker otak, perasaanku jadi tak tega untuk masih menyimpan amarah padanya. Hatiku tergerak untuk mengunjunginya.
Wanita masa lalu suamiku itu nampaknya begitu kesepian dan terpuruk. Sedangkan Tae biasa saja bahkan dirinya sebenarnya enggan pergi kesana karena rasa marahnya terhadap Lisa meski dia tau bahwa Lisa tervonis penyakit kanker. Suamiku itu masih memiliki rasa kesal pada Lisa. Rasa ibanya pun kalah telak dengan rasa bencinya pada Lisa. Untung akhirnya dia bisa melembut dan mau mendengarkan ucapanku ketika aku memberikannya pengertian.
Tibalah kami di rumah sakit. Jimin sudah mengirimkan nomor kamar inap Lisa disini. Namun mereka sedang tidak menjenguk Lisa karena bukan hak mereka. Aku memberanikan diri masuk disusul oleh Tae yang berdiri di belakangku. Wajahnya sangat datar dan dingin. Sangat lain dari Tae yang kukenal.
Ceklek
Kedatangan kamipun didapati oleh Lisa. Dia tengah tersenyum dibalik nebulizer. Alat bantu pernafasan itu. Akupun membalas senyumannya kecil menghampirinya lalu dia pun menggenggam tanganku ketika jarak kami sudah sangat dekat. Sempat aku menoleh ke belakang, aku mendapati Tae duduk di sofa menyilangkan kakinya dengan merentangkan kedua tangan santai tanpa menatap kami. Sepertinya dia tidak ingin dipaksa untuk berbicara dengan Lisa.
"Lisa? Ada apa kau memanggil kami?", tanyaku lembut mendapati air mata Lisa lolos dari sudut mata kanannya.
"Irene😢, tidak ada hal lain yang bisa kukatakan selain minta maaf. Aku sudah tidak punya lagi tenaga untuk memperbaiki kesalahanku meskipun sebenarnya aku ingin😢. Aku hanya bisa meminta maaf padamu", punggung tanganku pun dikecupnya berulang-ulang disela tangisnya yang semakin dalam. Akupun jadi merasa tak enak padanya karena ini terlalu keterlaluan. Caranya meminta maaf terlalu membuatku semakin canggung dan sungkan padanya.
"Lisa sudahlah, jangan pikirkan itu. Aku dan Tae sudah memaafkanmu. Yang penting sekarang, kamu fokus pada kesehatanmu supaya kamu bisa sembuh seperti dulu. Ya?", jawabku mengusahakan senyum tulus, untuk mencoba membuatnya tenang.
"Semuanya sudah terlambat, Rene. Aku sudah sangat mustahil untuk hidup. Kemungkinan kesembuhanku hanya 10%. Penyakit ini semakin lama semakin menggerogotiku. Aku sudah tidak tahan😭".
Mendengar ucapan Lisa, amarah Tae terundang. Ditatapnya Lisa dengan mata tajamnya lalu menghampiri kami dengan rahangnya yang telah mengeras.
"Kalau kau sudah tidak tahan dengan penyakitmu kenapa kau masih berbuat jahat pada kami, hah? Betapa busuknya hatimu Lisa, telah melakukan itu pada kami. Aku sungguh sangat membencimu!", emosi Tae sudah tak dapat dibendungnya lagi. Dia meluapkannya dengan menunjuk-nunjuk Lisa dengan jari telunjuknya. Aku mencoba menjauhkan tubuh Tae dari Lisa, mencoba melerainya.
Kutatap netra mata Tae yang begitu tajam masih menatap Lisa. Sedangkan dalam posisi berbaring Lisa malah makin menangis sejadi-jadinya.
"Sayang kamu gaboleh ngomong gitu ke Lisa. Cukup", tegasku menunjukkan ketidaksukaanku padanya.
"Kenapa sayang? Yang aku ucapkan itu benar. Dia memang pantas mendapatkan hukumannya karena yang dia lakukan itu jahat sayang".
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Eyes Tell
Fanfic"Mengapa mataku dipenuhi air mata? Irene, tetaplah disisiku dan tertawalah. Masa depan tanpamu bagai dunia tanpa warna, dipenuhi dengan dinginnya monokrom. Aku ingin kamu percaya padaku. Aku tidak akan pergi kemanapun", ucap Taehyung dengan derai ai...