Rinai hujan mengisi sepi dini hari, dinginnya angin mengelus pelan pipi bocah yang kini terbaring di atas ranjang, matanya mengernyit pelan, keringat dingin mengalir deras di dahinya yang berkerut dalam.
"Omaa"
Tubuh mungil itu menggigil kedinginan diperparah dengan dingin angin dini hari. Betrand mempererat selimut tipis yang membalut tubuhnya mencoba mencari kehangatan dari benang-benang halus selimut tipis itu. Pejamnya tak lagi tenang seperti yang sempat dia raih beberapa jam yang lalu.
"Oma, Betrand rindu mama" lagi dalam pejamnya Betrand berbisik pada angin berharap angin dapat menyampaikan untaian harapnya pada seseorang yang jauh disana.
Hembus napas itu tidak lagi menguarkan tenang. Hawa panas yang menguar dari setiap helaan nafasnya membuat tidurnya tidak lagi nyaman hingga pagi menjelang tidak ada yang datang sekedar menariknya dari resah yang merangkulnya lama.
*SC*
Sudah pagi berlalu bahkan matahari sudah beranjak naik tapi pintu usang yang biasanya selalu terbuka lebih awal dari yang lain itu masih tertutup rapat menyembunyikan pemiliknya dibalik sekat pemisah. Oma baru saja kembali dari warung untuk menitipkan bapau. Langkah Oma menyisir ubin-ubin beku meraih gagang pintu yang masih tertutup, merasa heran melihat pemilik kamar masih bergelung dalam selimut. Oma melangkah mendekat memangkas jarak yang ada.
"Betrand, sayang bangun kamu tidak sekolah?"ucap Oma sambil membuka jendela membiarkan sinar mentari masuk menyisir gelap yang sempat mengisi ruang hampa itu.
Dengan senyum lembut Oma mendekat pada tidur yang tak terusik meski sinar matahari menusuk mata.
"Betrand bangun nak"tangan Oma menarik pelan selimut tipis yang menutup tubuh mungil dibalik benang-benang yang terjajar rapi.
"Mama"gumam pelan itu menghentikan gerakan Oma.
Mata itu masih terpejam rapat bahkan erat, namun kerutan di dahi serta wajah pucat pasi itu jelas menunjukkan bahwa pemilik mata itu tengah kesakitan. Dengan cepat Oma menyentuh dahinya mengecek suhu tubuh sang cucu. Mata sayu Oma membulat ketika merasakan suhu tubuh anak itu yang begitu panas.
"Ya Tuhan panas sekali"Oma lantas bergegas mengambil kompresan di dapur lalu mengompres tubuh Betrand yang panas itu.
"Mama.." lagi gumam pelan itu terdengar bahkan sudah berulang-ulang.
Oma menatap pilu wajah pucat Sang cucu. Hatinya sakit mendengar gumam pelan itu. Betrand sangat merindukan ibunya tapi ibunya jarang sekali datang untuk sekedar mengetahui keadaan bocah manis itu. Tangan Oma mengelus puncak kepala Betrand lembut berusaha menarik anak itu dari resah yang membuat anak itu cukup kepayahan. Dia tahu cucunya kelelahan bukan hanya badan tapi hatinya sehingga Betrand yang biasanya terlihat kuat itu tumbang. Cucunya juga punya batasan.
*SC*
Matahari sudah di atas kepala panasnya menyengat, membakar kulit. Opa mengusap wajahnya kasar, ingin rasanya memarahi dua orang di depannya ini habis-habisan, karena bukannya merawat atau menemani Betrand yang sedang sakit di dalam dua orang itu malah berdebat saling menyalahkan. Sialan. Umpat kasar serasa sudah di ujung lidah tapi tidak bisa dia ucapkan.
Sedang di dalam Betrand turut mendengar bagaimana orang tuanya bertengkar. Ingin rasanya berteriak menghentikan tapi tidak bisa dia lakukan. Dia hanya bocah kecil yang tidak mengerti apa-apa meskipun sangat marah yang terungkap hanya tangisnya. Kepala Betrand berdenyut nyeri seakan ada bongkahan batu yang menimpa kepalanya. Sakit. Kepalanya semakin terasa sakit ketika mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.
Jangan datang, tolong. Jika hanya ingin membuat dia mendengar pertengkaran.
"Cukup!!! Jika hanya ingin bertengkar silahkan kalian pulang saja. Saya minta kalian datang untuk merawat dan menemani putra kalian yang sedang sakit bukan untuk melihat kalian bertengkar"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempurnakan Cinta ✓
AléatoireAku pernah menyampaikan rasaku lewat aksara beku yang kuungkap dengan cinta... Hingga saat ini aksara beku itu masih menyimpan kenangan tentang cinta... Dan selamanya aksara beku ada untuk mengungkapkan cinta... Story tentang bagaimana seorang bocah...