Kisah 4

782 53 12
                                    

Gelap malam menjadi obat penenang, nyanyian sepi mampu menciptakan nyaman. Tubuh kokoh itu rasanya lelah setelah mengelilingi perkampungan dengan membawa baskom besar berisikan ikan tadi siang. Pegal pada tungkai kaki bahkan masih terasa, kebas pada lengan turut melengkapi bahkan kini perih pada pangkal-pangkal sendi semakin memaksa tubuh untuk sekedar beristirahat sejenak.

Tapi, mata segelap malam itu masih sama tekadnya kuat, mimpinya tinggi. Tak masalah kakinya pegal asal langkahnya dapat meringankan beban, tak masalah tangannya kebas asal geraknya dapat membantu dan tak masalah sendi-sendinya perih asal semuanya dapat membawa dia pada ringan. Tidak akan ada yang menjadi masalah baginya ia hanya ingin bekerja lalu meringankan beban mereka yang sudah berkerja untuknya.

Tidak ada siapa pun malam ini hanya dia seorang diri, menatap gelap semesta yang gulita tanpa taburan bintang. Sepertinya semesta sedang berduka atau bintang sedang merajuk. Bocah itu tidak peduli, pijaknya tetap kokoh memandang hamparan luar sawah warga desa, erat genggaman pada ember hitam ditangan kanannya membuat buku-buku kukunya memutih serta telapak tangannya hampir terluka.

Pijaknya kembali dia paksa untuk melangkah meski rasanya tubuhnya tak sanggup lagi, meski tubuhnya sudah berontak untuk berhenti. Dia tetap memaksa. Lengan kecil itu kembali dia paksa untuk bekerja. Bocah manis itu menahan semuanya dalam diam.

Gelapnya angkasa mencoba menghibur bocah pemilik manik segelap malam itu dengan menghadirkan kembali titik-titik putih pada gelapnya, menciptakan si gelap terlihat begitu indah. Bocah itu menengadakan kepalanya, menatap semesta dengan padangan terluka. Dengan mata memerah menahan perih pada tubuhnya dia tetap memaksa berada disini tanpa siapa pun, dia bahkan menolak siapa saja yang ingin menemaninya, dia hanya merasa butuh waktu untuk sendiri entah itu untuk apa.

Dia paham tubuhnya tidak lagi mampu, dia paham dia butuh istirahat, dia paham dia kesakitan. Namun, ada luka lain yang membuat dia jauh lebih kesakitan yang dia sendiri tidak paham bagaimana. Disini dia tidak butuh siapa pun untuk membantu, sekalipun sewaktu-waktu dia tumbang dia akan berusaha sendiri untuk bangkit.

Dia hanya seorang bocah kelas 6 yang sebentar lagi akan menghabiskan masa sekolah dasarnya. Seorang bocah manis yang tidak mengerti kenapa dia merasa kesakitan, bagaimana menggambarkannya dan menyembuhkannya.

Dia Betrand.

*SC*

Dengan adanya luka yang remaja akan dewasa, yang dewasa akan semakin dewasa tapi sayangnya yang kecil akan dipaksa dewasa tidak peduli itu sebelum waktunya. Waktu pun akan terus berlalu tak peduli darinya akan meninggalkan bekas, tak peduli darinya akan meninggalkan luka. Waktu akan terus berlalu dan menjalankan perannya dengan baik tanpa cela, tidak dapat berhenti atau berulang kembali.

Betrand mengembangkan senyumnya, kakinya terus ia bawa untuk melangkah. Pagi ini terasa berbeda, langkahnya terasa ringan meski lelah terus bergelayut manja. Pagi ini Betrand tidak membawa bapau setelah Oma bilang dia akan menitipkan kue berwarna hijau itu ke warung, Betrand hanya mengangguk tanpa membantah.

Oleh karena itu, langkah Betrand pagi ini terasa ringan. Dia tidak perlu lagi membawa langkah keliling perkampungan hingga memperjauh perjalanan, dia tidak perlu lagi menunggu angkutan umum untuk membawanya kesekolah.

Bocah manis itu dapat lebih pagi sampai di sekolah. Menangkap gaduh dari ruang kelasnya. Teman-teman sekelasnya selalu begitu, sering menciptakan gaduh yang katanya untuk mengisi kekosongan. Entah itu berlari kesana kemari, menyalin tugas, main bola dalam kelas atau bernyanyi dengan meja sebagai drum atau gendangnya. Betrand salah satu dari teman sekelasnya yang sering kali menciptakan kegaduhan, pernah melakukan berbagai macam keributan yang katanya supaya tidak bosan.

Sempurnakan Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang