02 | congli

140 23 0
                                    

Seperti apa hubungan Bang Chan dengan Thalita?

Bang Chan sulit menjelaskannya. Teman? Bukan. Sebenarnya bisa dibilang sahabat. Tapi entah kenapa Bang Chan belum merasa puas jika menyebut perempuan itu hanya sekedar sahabat. Mungkin Friend with benefit?

Pasalnya, Bang Chan tidak mungkin memacarinya.

Pertama, dia adalah satu-satunya sahabatnya. Kedua, dia galak—dan perempuan galak suka marah-marah itu bukanlah tipenya. Ketiga, mereka beda agama, Bang Chan Katolik dan Thalita Islam. Dan yang keempat pria itu merasa jika dirinya tidak pantas untuk Thalita. Pria itu lebih suka jika Thalita tetap menjadi sahabatnya yang setia berada di sisinya apapun kondisinya. Walau itu terdengar egois.

Tapi perempuan itu tidak pernah merasa keberatan dengan memiliki sahabat brengsek sepertinya. Bahkan rela tinggal satu atap dengannya hampir 8 tahun lamanya. Yeah, walaupun terkadang mereka bertengkar karena masalah pekerjaan atau mungkin karena egonya masing-masing. Bang Chan si brengsek dan Thalita si pemarah.

Tapi mau bagaimanapun, Thalita adalah satu-satunya orang terdekat yang Bang Chan sayangi. Apapun resikonya, jika itu menyangkut sahabatnya, pasti Bang Chan akan lakukan. Lompat ke sumur, misalnya.

Bang Chan pernah dengar, jika lama usia pertemanan melebihi 7 tahun, pasti akan awet selamanya. Well, semoga saja benar. Dia tidak mau persahabatannya dengan Thalita putus begitu saja. Tapi dia juga tidak pernah kepikiran bagaimana jika Thalita mendapatkan jodohnya dan menikah kemudian meninggalkan apartemen milik mereka dan hidup bersama suaminya. Membayangkannya saja membuat Bang Chan bergidik ngeri.

Bagus deh, kalau Thalita belum nikah. Dia masih bisa lebih lama sama gue.

Brengsek?

Kan, Bang Chan sudah bilang dari awal. Tapi dia menyayangi Thalita lebih dari yang dia tahu.

Itu sebabnya dia kurang suka jika melihat ada pria yang dekat dengan sahabatnya itu.

"Hah?! Kenapa tiba-tiba, sih? Gue free nih! Masa makan siang sendiri?!" Kesal Bang Chan kala mendengar kalau Thalita akan makan siang bareng Rasya. Terdengar seperti anak-anak. Tapi beneran, Bang Chan kesal sampe ubun-ubun.

"Yaudah, kalo gitu bareng aja bertiga." Thalita memberi usul, jengah sendiri melihat sahabatnya itu tiba-tiba bertingkah seperti anak kecil. "Gitu aja kok, ribet!" lanjutnya

"Gak. Gue gak mau. Gue maunya sama lo berdua di restoran korea tempat biasa!" Bang Chan menatap kesal ke arah Rasya yang terlihat jengah juga kepadanya.

"Ck! Ini bocah!" Thalita melotot kesal. Akhirnya beberapa detik kemudian perempuan itu menghela napasnya sejenak, dan berbalik menatap Rasya. "Sya, sori ya ... si Sipit emang rese! Lain kali aja ya, kita makan bareng," ucap Thalita menolak ajakan Rasya dengan halus. Seketika Bang Chan tersenyum puas.

"Gak apa-apa kok, lain kali masih bisa. Lagian gue juga ada janji sama beberapa agen."

"Oh oke deh."

"Yaudah, gue duluan. See ya!"

Rasya pun pergi dari lobi parkiran meninggalkan Bang Chan dan juga Thalita. Perempuan itu menoleh ke arah sahabatnya dengan tatapan mematikan, membuat Bang Chan terdiam seraya menggaruk kepalanya.

"Gu—gue biasa makan bareng lo, Tal. Nanti kalo tiba-tiba gue diculik sama dedek emesh gimana? Kan, lo bisa jadi pawang gue." Bang Chan memelas.

Thalita justru berdecak. Tiba-tiba saja menjewer telinga kiri Bang Chan dan menariknya menuju parkiran di mana mobil mereka berada.

"Adaww! Tal sakit, Tal!"

"Kalo gue gak inget siapa lo, udah gue pites lo dari tadi!" kesal Thalita kemudian melepas kupingnya. "Ke rumah makan Padang! Gue mau makan disitu. Duit gue cekak! Belom gajian!" ucapnya lagi.

yang jahat belum tentu jahat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang