14 | keciduk

71 14 2
                                    

Thalita tahu, pasti ada yang tidak beres dengan pikiran sahabatnya itu. Tidak mungkin kan, Bang Chan mengatakan hal tersebut kepadanya. Secara dia adalah sahabatnya sendiri, dan mustahil pria itu bisa jatuh cinta kepadanya.

"Kenapa?" tanya Thalita malam itu setelah Bang Chan menciumnya dan menyatakan perasaannya.

"Karena gue gak bisa hidup tanpa lo," jawabnya.

"Tapi, Chan—"

"Gue tau, gue gak tau diri. Tapi biarkan gue berusaha, oke. Gue akan usahain biar gue pantas menjadi suami lo."

Lalu setelahnya, mereka berciuman lagi. Cukup lama hingga akhirnya ciuman tersebut menjadi yang paling berkesan dalam hidup Thalita. Walau sebenarnya pria yang pernah menciumnya hanya Bang Chan seorang—oke, ini rahasia. Dirinya memang tidak punya pengalaman apapun terhadap seorang pria selain sahabatnya itu.

"Eonni, om Dewata pernah ngasih ciki itu! Rasanya enak, loh!"

Lamunan Thalita buyar kala suara Hyeji yang duduk di troley menginterupsi dirinya. Sekarang mereka sedang berada di supermarket untuk berbelanja beberapa cemilan sebelum lanjut perjalanan menuju Sukabumi. Thalita menoleh ke arah tumpukan snack yang ditunjuk oleh Hyeji.

"Kamu mau?" tawar Thalita. Perempuan itu mengambil snack tersebut dan menaruhnya di troley. Bang Chan sedang mengambil air mineral, sehingga mereka terpisah sebentar.

"Si Bang Chan lama amat!" gumam Thalita. Perempuan itu membenarkan kerudung hitam yang sengaja dia kenakan untuk jaga-jaga. Hyeji pun mengenakan masker dan kupluk miliknya. Wanti-wanti jika ada orang jahat seperti semalam yang mengejar mereka.

"Teteh!"

Hyeji menoleh kala seseorang datang menepuk pundak Thalita. Orang itu laki-laki mengenakan sweater putih polos dan celana jeans hitam.

"Teh Thalita kan, ini?" tanyanya memastikan.

Thalita yang sudah tahu siapa pria itu, hanya bisa mendengkus dan melotot tajam ke arahnya. "Kalo tau, gak usah nanya!"

Pria itu ikut mendengkus. "Lagian pangling, make tiung. Ngapain ke sini? Terus ini ... saha??" Dio, adik Thalita itu menatap ke arah Hyeji yang tiba-tiba saja membuka maskernya.

"Dia—"

"Di sini lo rupanya! Gue cariin di tempat buah. Malah nyasar di sini lo!" Bang Chan tiba-tiba datang dan memasukkan 3 botol air mineral berukuran besar ke dalam troley tanpa menyadari adanya kehadiran Dio.

"Bang Chandra?" tanya Dio. Bang Chan langsung menoleh, sedikit kaget. Sedangkan Dio menatap Bang Chan, Thalita dan Hyeji satu persatu. Hingga tiba-tiba dia menutup mulutnya menahan kaget.

"Lo udah punya anak?! Kapan kalian nikah?! Kenapa gak kab—"

Thalita langsung menutup mulut Dio dan mencubit pahanya. "Bisa diem gak, lo! Dia bukan anak gue. Tapi adeknya si Bang Chan!"

"Hah?? Masa sih? Bohong lo!" Dio tidak percaya.

"Beneran!"

"Hng ... masa sih?" tanya Dio masih belum bisa percaya.

Bang Chan mendengkus. "Ceritanya panjang, oke? Lebih baik lo cabut sana!" ucap pria itu seraya mendorong Dio menjauhi mereka. Well, Bang Chan dan Dio memang sudah cukup akrab sejak Bang Chan sering datang ke rumah Thalita.

Setelahnya, Bang Chan mengambil alih troley dan cepat-cepat menuju kasir diikuti oleh Thalita di samping.

Di sisi lain, Dio masih termenung. Pria itu menatap lantai supermarket seraya memikirkan kejadian barusan. Beberapa detik kemudian, Dio mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan kepada sang Mama.

yang jahat belum tentu jahat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang