38 | kena gampar

86 14 0
                                    

Empat bulan.

Menurut Thalita itu bukan waktu yang sebentar. Rasanya, sehari berasa seperti setahun. Dan itu sangat menyiksa bagi Thalita. Baik fisik maupun mental.

Setelah menjelaskan semua fakta kepada mamanya serta satu keluarganya. Ternyata respon mereka tidak seperti yang Thalita kira. Mereka tidak marah ataupun kecewa. Tapi justru malah merangkulnya.

Dio yang sebelumnya tidak pernah becus menjadi adik, tiba-tiba merangkap menjadi adik yang budiman. Adiknya itu siap melakukan apa saja jika kakaknya itu membutuhkan sesuatu. Nganter makan sate padang tengah malam, gas! Disuruh beli es krim cone MCD tapi cone-nya ada tiga, mau! Bahkan Dio rela dan mau-mau saja tangan serta kakinya digigit oleh kakaknya itu—yang katanya ngidam ingin menggigit Bang Chan tapi tidak bisa direalisasikan.

Berat badannya pun naik 5 kg. Padahal Thalita sudah rajin olahraga, yoga dan memperbanyak aktivitas gerak—tapi masih batas wajar. Mungkin karena setiap hari terbangun di tengah malam hanya untuk makan Chitato atau Springles yang dicocol ke kecap.

Padahal Thalita tidak terlalu suka gaya menyemil seperti itu. Tapi jika dia mengingat-ingat kembali, Bang Chan itu maniak kecap.

Lagi-lagi Bang Chan. Lagi-lagi pria itu. Rasanya Thalita ingin cepat-cepat kabur dan menerjang Bang Chan dengan jurus Mossad ala intelijen Israel.

Masa bodoh kalau suaminya itu cedera. Yang pasti, Thalita sangat merindukan Bang Chan.

Setiap minggu, saat Thalita masih berada di rumah orangtuanya, dia mendapati pesan serta sebuah paket dari toko merch K-pop yang isinya entah itu album, photocard, light-stick, miniatur. Apapun itu yang pokoknya berhubungan dengan Bang Chan Stray Kids.

Hingga pada akhirnya penantian lama Thalita berakhir kala dua orang kepercayaan Bang Chan beserta Charles datang menjemputnya.

Bagaimana reaksi Thalita?—yang selama masa trisemester sangat aktif itu—Langsug jingkrak-jingkrak kesenengan dan refleks memeluk adik iparnya itu tak lupa mencium jidat dan pipinya berkali-kali. Dio yang melihatnya saja geli. Charles pun hanya terdiam seraya tersenyum kikuk, tidak memberontak sama sekali.

Di pikirannya mengatakan, "Lumayan rejeki nemplok, mubazir kalo ditolak."

Adik dan abang sama saja. Kalau saja Bang Chan tahu apa yang ada di pikiran adiknya, sudah dipastikan Charles akan dilempar ke laut Jeju agar dimakan gurita. Sudah dibuat pusing dengan serentetan urusan dan masalah yang setiap hari menunmpuk, adiknya justru malah memanas-manasi masalah. Sungguh, adik laknat dasar.

Akhirnya Thalita berangkat ke negeri gingseng. Tapi sayang seribu sayang, dia masih harus berjauhan dan berpura-pura sebagai Byun Taeri bukan sebagai Thalita Bang—ini merupakan janji Bang Chan untuk mengubah nama resmi istrinya itu.

Mungkin karena keadaan yang kembali mendesak atau mungkin Bang Chan ingin mempersiapkan segalanya agar lebih kondusif, sehingga Thalita harus tinggal sendiri di salah satu gedung apartemen di daerah distrik Gandong, Seoul.

Iya. Thalita tinggal sendiri, dalam kondisi hamil yang kadang-kadang kalau sedang ngidam ingin makan gorengan suka membuatnya teriak-teriak sambil nangis karena memang gak ada gorengan di Korea.

Tapi itu tidak seburuk yang kalia kira. Terkadang Charles dan Aeri—untuk ke sekian kalinya Thalita bersyukur perempuan itu baik-baik saja setelah kejadian tembakan beberapa bulan yang lalu—suka datang mengunjunginya dan membawa makanan-makanan lezat.

Dan selama Thalita di Korea pun, jiwa fangirl-nya semakin menjadi-jadi. Liat ada banner K-pop idol dia teriak kehirangan. Tidak sengaja melihat aktor drama yang sedang hits di kalangan remaja—gini-gini Thalita jiwanya masih muda, shut! Gak boleh komen—tampil di papan iklan di stasiun bawah tanah, Thalita langsung teduduk meratapi wajah aduhai ini.

yang jahat belum tentu jahat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang