08 | potong pisang

69 13 8
                                    

Butuh 3 detik bagi Bang Chan untuk menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh seorang yang memiliki postur hampir mirip dengannya. Bahkan hidung dan matanya sangat mirip. Thalita yang masih duduk di kursi lantas berdiri. Namun Bang Chan langsung menoleh dan menyuruh perempuan itu untuk kembali duduk.

"Duduk. Dari tadi lo berdiri terus!" katanya. Ya sudah, Thalita iyakan, dan kembali duduk menatap punggung Bang Chan yang menghalanginya.

"Pasangan suami-istri yang harmonis. Bagaimana kabarmu?" Seojun berbicara dengan bahasanya. Dan Thalita sama sekali tidak mengerti.

"Cukup baik. Terimakasih sudah datang."

"Tidak. Bukan kau yang harus berterimakasih."

"Maksud mu?"

Seojun berjalan mendekat seraya masih menggandeng tangan anak kecil yang sedari tadi menatap Bang Chan intens.

"Siapa dia?" tanya Bang Chan. Seojun terkekeh.

"Ayahku benar. Kau adalah tipe anak yang durhaka. Bertahun-tahun kau menghilang seperti hantu. Dan tiba-tiba muncul di pemakaman orangtuamu. Bahkan kabar jika kau sudah menikah pun tidak ada satupun orang yang tahu." Seojun menoleh ke arah Thalita yang kebingungan dengan percakapan berbahasa Korea itu.

"Kau belum menjawab pertanyaan ku."

"Ah ... maksudmu Hyeji?" Seojun kini beralih menatap anak kecil tersebut. "Hyeji-ah kamu kenal siapa orang ini?"

"Aku—tidak tahu," jawab anak kecil itu.

"Sayang sekali, kau tidak mengenal dia. Hyeji-ah, dia kakakmu."

Bang Chan membelalakkan matanya terkejut. Begitupun perempuan kecil yang bernama Hyeji itu. "Hah?! Anjing! Mana mungkin!!"

Thalita maupun Hyeji terkejut. Tiba-tiba saja Bang Chan mengumpat dengan bahasa Indonesia.

"Oppa, dia ngomong kasar!" kata Hyeji, yang Bang Chan tebak bisa berbahasa Indonesia.

"Benarkah? Pantas saja Tuhan mengutuknya."

"Heh! Jaga mulut lo ya! Gue—aku tidak mengerti apa maksud mu. Dia? Adikku? Mana mungkin eomma memiliki anak lagi?"

"Lima tahun yang lalu. Bibi Freya mengandung di usianya yang 44 tahun."

"Lalu kenapa nenekku tidak menceritakannya?!"

"Bukankah kau sudah 5 tahun tidak pernah mengunjungi nenekmu atau pun rumahmu? Sekedar info, eomma dan appa-mu memutuskan untuk tinggal di Seoul. Meninggalkan negaranya, dan juga putra pertamanya. Hingga akhirnya saat seminggu yang lalu, bibi Freya berencana untuk pulang dan menemuimu. Tapi ternyata takdir berkata lain."

Bang Chan tidak bisa berkata-kata lagi. Dia memejamkan matanya sejenak. "Kampret! Gue punya adek di umur gue yang udah kepala tiga?!!" umpat Bang Chan frustasi seraya mengacak-acak rambutnya.

Thalita yang akhirnya mengerti maksud dari percakapan tanpa subtitle tersebut, akhirnya berdiri terkejut dan menatap anak kecil yang bernama Hyeji itu.

"Yang bener lo?!" tanya Thalita. Bang Chan menoleh ke arah perempuan itu dan mengangguk lemah.

"Tapi gue masih gak percaya, Tal."

Thalita menatap anak kecil itu. Meneliti wajahnya yang memang ternyata sangat mirip dengan Bang Chan. "Tapi Chan, mukanya mirip lo."

"Plis, Tal. Tolong bilang ini gue lagi ketiduran gara-gara kurang tidur. Dan ternyata ini mimpi di siang bolong. Plis tal cubit gue. Plis."

Thalita mendengkus dan akhirnya menjewer telinga pria itu cukup kencang. "Mimpi mata lo sipit! Ini bukan mimpi, Goblok! Itu adek lo!" ucap Thalita, kemudian melepas kupingnya.

yang jahat belum tentu jahat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang