Bang Chan agak sedikit ragu, mengingat jika keputusan yang dia ambil secara tiba-tiba ini akan berdampak buruk baginya dan juga Hyeji. Tambah Thalita, karena perempuan itu tinggal bersamanya. Sebab, setelah mereka sampai di apartemen, pria itu langsung sibuk mengurus adiknya. Padahal pria itu tidak mengerti apapun soal mengurus anak. Keponakan Thalita saja menangis jika digendong olehnya.
"Udah selesai belum mandinya, Dek?" tanya Bang Chan seraya berdiri di depan pintu kamar mandinya. Menunggu Hyeji kelar mandi. Sendiri, dan gak dimandiin.
"Oppa, handuknya kebesaran!" Tiba-tiba Hyeji bersuara.
"Umm ... Oppa buka pintunya, ya?" ucap Bang Chan. Pria itu membuka pintu kamar mandi dan mendapati Hyeji yang kesulitan menggulung tubuhnya dengan handuk milik Bang Chan yang sangat kebesarannya untuk ukuran tubuhnya.
Bang Chan pun memakaikan adiknya handuk. Kemudian membawanya ke samping ranjang untuk dipakaikan baju.
"Kamu suka pake pampers, gak?" tanya Bang Chan seraya mengeringkan rambut panjang Hyeji.
Anak itu menggeleng. "Aku pake pempers kalo lagi mau tidur aja."
"Oh, oke. Sama kayak Wildan berarti." Bang Chan bergumam seraya menyebut nama keponakan Thalita yang satu-satunya mau digendong dan berinteraksi dengan Bang Chan.
"Siapa Wildan?"
"Keponakannya Thalita."
Tak lama setelah mengatakan hal tersebut, tiba-tiba saja Thalita sudah berdiri di depan pintu kamarnya. "Apaan nama gue disebut-sebut?"
Bang Chan tersentak. Kemudian menoleh dan menatap sinis ke arah perempuan itu yang sudah berganti baju dengan daster batik kesukaannya serta rambut yang digulung ke atas.
"Emangnya kenapa?! Sinis amat!" ucapnya dengan sinis.
"Situ kali!" Thalita mendengkus, lalu masuk ke dalam kamar dan meneliti Hyeji yang baru mengenakan celana dalam. "Adek lo gak diborehin minyak kayu putih sama bedak?"
"Dia tinggal di Korea, jadi—"
"Eomma sering pakein aku minyak kayu putih sama bedak." Hyeji tiba-tiba berujar. Membuat Thalita memutar kedua bola matanya jengah. Lalu perempuan itu berjalan menuju koper milik Hyeji dan mengambil pouch yang berisi perlengkapan balita.
"Sekalipun dia lahir di Korea, dia masih punya darah Indonesia!"
"Sini, Dek! Sama Eonni aja. Oppa kamu mah, gak becus!" kata Thalita. Hyeji pun tertawa kecil dan berjalan menuju Thalita yang mengambil alih untuk memakaikan bajunya.
Bang Chan mendengkus, memilih diam dan mengamati sahabatnya itu memakaikan baju adiknya.
"Masa cemong gitu bedaknya!!" protes Bang Chan, saat Hyeji dipakaikan bedak di wajahnya yang terlalu banyak hingga cemong sebelah.
"Ciri khas ini! Emak gue suka makein gue bedak kayak gini waktu kecil!"
"Tapi—"
"Yang lebih berpengalaman ngurus anak disini siapa? Gue!"
"Lo belom punya anak, bego!"
"Tapi gue punya tiga keponakan yang pernah gue urusin sampe nyebokin mereka berak! Lah, kalo lo apaan? Bikin anak sih baru lo jago!!"
Bang Chan lelah, tolong!
* * *
"Assalamualaikum, Bang!"
Seorang pria berusia awal 20 tahun itu masuk ke dalam ruangan kemudian membungkukkan tubuhnya lalu tersenyum kecil.
"Wa'alikumussalam! Kemari sebentar." Bang Chan meminta pria itu untuk mendekat. Sekilas dia membaca nama di name tag bajunya. "Raka, katanya kamu free untuk 2 minggu ke depan, kan?" tanya Bang Chan.
KAMU SEDANG MEMBACA
yang jahat belum tentu jahat
RomanceSesuci-sucinya manusia pada umumnya, pasti ada sedikit kotoran di hatinya walau itu hanya setitik. Jadi, menurut gue gak ada langkah benar atau langkah yang salah. Bad guy or good guy, that's not important at all. * Note: • ganti judul yang tadinya...