04 | bola kasti

109 21 0
                                    

Bang Chan menyeduh kopi instan di dapur kantor kala tiba-tiba kantuk menyerangnya.

Mungkin akibat dirinya yang hanya tidur 3 jam karena tiba-tiba tidak bisa tidur. Dan memilih membaca laporan kasus yang sedang dia kerjakan bersama beberapa agen senior. Hingga tiba-tiba sebuah tangan memegang pundaknya. Membuat pria itu menoleh ke belakang dan mendapati si kembar tak identik yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan oleh para pegawai di kantor.

"Ada apa?" tanya Bang Chan.

"Kita dapet rekaman CCTV-nya. Abang mau lihat?" tawar salah satu dari mereka yang biasa Bang Chan panggil Koko.

"Boleh. Mana?"

Koko berjalan menuju meja makan dan meminta adiknya untuk membuka laptop dan memperlihatkan rekaman CCTV tersebut kepadanya. Bang Chan meneliti rekaman tersebut seraya menyeruput kopinya.

"2019? Ini satu tahun yang lalu? Ada rekaman yang terbaru?"

"Soal itu ... lagi kami urus di bandara. Soalnya—"

Ucapan Keke—sang adik—terhenti kala mendengar suara seseorang yang cukup menggelegar dan sukses membuat kepala mereka menoleh.

"Etdah, buset! Gue ditinggal!"

Thalita berkacak pinggang di depan dapur seraya melihat ponselnya. Perempuan itu bergumam sesuatu. Hingga tiba-tiba Bang Chan memanggilnya.

"Woy! Kenapa lagi?" tanyanya.

Thalita langsung menoleh, perempuan itu mendengkus tapi tak lama kemudian tersenyum kecil kepada si kembar.

"Di sini kalian ternyata. Gue boleh minta rekap data tersangka?" tanya Thalita, dia berjalan menuju dapur seraya memasukkan kembali ponselnya ke saku roknya. Matanya tak sengaja menatap Bang Chan yang juga menatapnya.

"Apa, lo?" tanyanya ketus.

Bang Chan langsung mendengkus dan memilih untuk membuang muka dan meminum kopinya.

Keke dan Koko menatap mereka berdua cukup lekat. Namun Thalita menepuk pundak Koko hingga pria itu kembali fokus. "Ah ... tunggu sebentar." Koko pun membuka map hitam yang kebetulan dia bawa dan memberikan beberapa lembar kertas hasil print kepada Thalita.

"Thanks. Bilang Ke Radit. Gue ama Roni mau ketemu informan. Dan untuk lo, Chan." Thalita menoleh ke arah Bang Chan. Pria itu juga langsung menoleh dan menatap wajah perempuan itu.

"Gue bakal lembur. Jadi lo pulang duluan. Jangan lupa angkat jemuran, langsung taro di bakul! Jangan taro di sofa. Biar nanti gue gosok kalo udah selesai semua."

"Eh? Tapi—"

"Sop yang kemarin malem masih enak. Lo angetin aja. Sekalian masak nasi. Empat centong aja." Thalita menarik tangan Bang Chan hingga condong ke arahnya dan mengecup pipinya. "Thanks buat pintu kamar gue." Lalu setelahnya perempuan itu pergi meninggalkan dapur.

Bang Chan terdiam sejenak. Entah kenapa dadanya terasa berdebar. Bibirnya tertarik ke atas hingga tersenyum lebar. Pria itu melupakan sejenak keberadaan si kembar tak identik itu. Kemudian meneguk kopinya lagi seraya masih senyam-senyum akibat perbuatan sahabatnya itu.

"Ekhm!"

Keke berdeham. Membuat Bang Chan seketika tersadar dan kembali memasang wajah serius.

"Abang kalo serius, insyaallah bakal kesampaian." Keke tersenyum kecil. Terkesan misterius.

"Gue serius kok, soal kasus ini. Tenang aja. Gue lebih profesional dari kalian berdua." Bang Chan mendengkus.

"Maksud Keke bukan itu, Bang. Soal Abang sama Teh Lita. Abang kan—"

yang jahat belum tentu jahat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang