DUA PULUH LIMA

290 65 194
                                        

Lelaki itu merapikan pakaiannya seraya terus melihat ke pintu masuk. Kedua tangan mengusap-usap ke celana, tampak gugup.

Sejak kejadian pengakuan gadis itu yang ia tahu tidak benar, Sungjae menjadi lebih gugup ketika akan bertemu Hyesu. Padahal pengakuan itu tidak benar. Hyesu tidak mengatakannya tulus dari hati. Tapi kenapa ia terus memikirkan hal itu belakangan ini? Padahal itu bukan yang pertama kali ia mendapat pengakuan dari gadis itu.

Hyesu dan Sungjae berjanji akan ke kedai yang biasa mereka kunjungi ketika masih sekolah, bahkan sampai masa kuliah, mereka sering mengunjungi kedai itu.

Sungjae melihat sepasang manusia masuk ke kedai lalu di belakang orang itu mengikut seseorang lainnya. Itu Hyesu. Lalu seseorang yang tampak familiar juga menyusul masuk di belakang gadis itu. Sungjae pernah melihatnya—oh ya si pria pirang—yang pernah datang ke rumah Hyesu. Kenapa dia di sini?

"Maaf, sudah lama menunggu, ya?" ujar Hyesu, lalu mengambil kursi yang berhadapan dengan Sungjae. Pria yang ikut bersamanya tentu saja mengambil kursi di samping Hyesu. Sungjae menunjukkan ekspresi tak terima. Kenapa situasinya jadi terlihat seperti ini?

"Ah, tidak, aku juga baru sampai," kata Sungjae. "Tapi dia—"

"Ini Kim Taehyung," kata Hyesu. "Yang pernah kuceritakan padamu."

Taehyung sedikit terkejut mengetahui dirinya pernah diceritakan. Ia tersenyum lalu mengulurkan tangan pada Sungjae. Pria itu membalasnya kikuk.

"Taehyung bilang ingin bergabung dan berkenalan denganmu, tidak apa-apa, kan?"

Apa yang harus dikatakan Sungjae? Kalau ingin jujur, tentu saja ia tidak suka ada Taehyung di sana. Ia ingin berdua saja bersama Hyesu. Posisinya pun sungguh aneh. Dua orang itu duduk bersampingan di hadapannya. Dia terlihat seperti orang ketiga.

"Hm, tidak apa," ucapnya. "Lebih ramai lebih bagus, bukan?" Sungjae tidak tahu apakah ia sungguh-sungguh atau hanya mengatakanya agar membuat Hyesu merasa nyaman.

Demi menjaga kesan baik, apa lagi yang bisa ia katakan selain mencoba menerima? Sungjae memaksakan senyum kepada Hyesu yang dimana terlihat aneh di mata Taehyung. Pria Kim itu tahu Sungjae kurang suka dengan keberadaannya. Tapi siapa peduli? Taehyung sama sekali tidak merasa terganggu dengan tatapan Sungjae yang tak mengenakkan padanya itu.

"Nona Hyesu, sudah lama sekali aku tidak melihatmu berkunjung kemari," ucap wanita paruh baya yang datang membawa catatan kecil di tangannya, ibu pemilik kedai. "Sungjae sudah menunggumu sejak tadi."

Hyesu berdiri dan membungkuk pada wanita itu. "Halo, Bibi."

Wanita itu tersenyum lalu netranya beralih kepada Taehyung yang juga ikut berdiri dan membungkuk menyapa. Hyesu memperkenalkan bibi langganannya itu kepada Taehyung yang sebenarnya sudah diceritakan oleh Hyesu saat di perjalanan tadi.

"Bibi, pesanannya yang seperti biasa, ya?" ujar gadis itu saat sudah duduk di kursinya. "Oh, ya! Pesan ini juga." Hyesu mendecakkan lidah seraya meletakkan tangannya di depan mulut, mengisyaratkan minum sekali tenggak. Sungjae membelalak melihatnya.

"Tidak boleh!" katanya, sedikit keras. "Kau tidak boleh minum! Jangan dengarkan dia, Bibi."

Apa gadis itu tidak ingat dengan perbuatannya beberapa hari lalu kepadanya? Bagaimana bisa dia ingin minum lagi setelah kejadian itu? Sungjae mungkin masih mengizinkan Hyesu minum saat itu karena mereka ada di rumah, tapi sekarang, mereka di tempat umum. Bagaimana kalau gadis itu meracau lagi?

"Hei, hanya sedikit, oke?"

"Kau ini—sungguh—" Tubuh Sungjae merosot ke bawah dengan embusan napas putus asa yang mengikutinya.

winter flower.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang