DUA PULUH ENAM

279 58 166
                                    

Atmosfir di kedai itu benar-benar terasa aneh sekarang. Berdiam diri selama berpuluh-puluh menit tanpa ada seorang pun yang mengeluarkan sepatah kata.

Apa yang Hyesu katakan kepada dua pria itu membuat mereka kehilangan pikiran sampai tidak tahu harus berkata apa.

Lihatlah Sungjae sekarang, ia tampak seperti seseorang yang memiliki banyak beban. Memegangi kepala dan memberai rambut tanpa peduli tatanannya yang sudah tidak rapi seperti tadi.

       "Kurasa," ucap Taehyung, "lebih baik kita pulang sekarang." Ia meraih lengan gadis di sampingnya tapi dengan cepat tangan Sungjae terulur dan menahan tangan Taehyung.

       "Biar aku yang mengantarnya." Sungjae berjalan mendekat dan meraih tangan gadis itu yang masih setengah sadar. Lengan kekarnya melingkar di bahu Hyesu untuk membantu menopang tubuh mungil gadis itu.

       "Kau bilang kau tidak ingin mengantarnya," ucap Taehyung. Ia merasa tak suka dengan tindakan Sungjae yang seenaknya itu.

       "Aku tidak bisa mempercayakan dia padamu. Siapa yang tahu kalau kau bisa saja berbuat macam-macam padanya," kata Sungjae. Matanya menatap mata Taehyung erat. Taehyung sama sekali tak suka ia ditatap seperti itu, seakan dia adalah orang buruk yang akan mencelakai Hyesu. "Aku sudah sering mengantar Hyesu seperti ini. Kau pulanglah."

        "Tidak bisa. Aku akan ikut," tuntut Taehyung, "aku akan pulang ketika melihatnya berbaring di tempat tidur dengan aman."

Sungjae berdiam diri sejenak sebelum berkata, "Ya sudah. Tapi aku akan memakai mobilku."

Mereka bertiga jalan kaki untuk keluar dari kawasan itu. Jalan yang tidak terlalu lebar itu tidak memungkinkan kendaraan roda empat untuk parkir di sekitar kedai. Apalagi di jalanan itu memang tidak boleh memarkir sembarangan kecuali mobil pengantar barang. Mobil Taehyung maupun Sungjae di parkir sekitar dua kilometer dari kedai tempat mereka makan.

Hyesu berjalan gontai tidak seimbang dengan mulut yang sedari tadi meracau tidak jelas. Bahkan gadis itu menangisi salah satu tanaman di balkon rumahnya yang sudah mati karena lupa memasukkannya ke dalam rumah saat salju turun beberapa minggu lalu.

Taehyung tidak menyangka pengaruh alkohol yang tidak seberapa itu membuat Hyesu sampai lupa diri seperti itu. Dia seperti melihat sosok Hyesu yang berbeda, tapi sama-sama menggemaskan.

Lihatlah, gadis itu sekarang berjongkok sambil memeluk kedua lutut di depan kucing liar yang tengah menyantap makan malamnya. Mungkin seseorang telah memberi kucing itu makanan kaleng.

       "Hei, kucing! Apa kau tidak kedinginan? Kau pasti sangat kedinginan di luar sini, bukan? Apa kau ingin ikut bersamaku? Aku juga akan memberimu makan enak."

Taehyung tidak bisa menahan senyum mendengar cara berbicara Hyesu yang dibuat sedih seperti itu. "Haha imutnya."

Sungjae menatap Taehyung. Ada yang bergejolak di dalam dirinya. Rasa takut. Takut akan kehadiran pria itu. Takut karena dengan adanya Taehyung sekarang, Hyesu mungkin tidak akan melihatnya lagi.

Perkataan Hyesu kepada Taehyung beberapa waktu lalu terus terngiang di kepala. Gadis itu menyukai Kim Taehyung? Sungjae mungkin tidak akan mempercayainya jika saja pria Kim itu tidak meyakinkannya akan satu hal.

Orang mabuk hanya mengatakan apa yang ingin ia katakan.

Ia sungguh tidak ingin mempercayai apapun yang gadis itu katakan kepada dirinya maupun Taehyung. Tapi terlambat, ia harus berusaha menerima kenyataan kalau kini ada seseorang yang telah menjadi rivalnya. Sungjae harus bisa membuktikan kalau dirinya lebih baik.

winter flower.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang