DUA PULUH TUJUH

262 56 119
                                    

Sinar terang yang masuk membuat kelopak mata mengkerut. Hyesu perlahan mencoba membuka mata dan mengerjap berkali-kali agar matanya tak sakit menerima cahaya berlebih. Bangkit seraya memegangi kepala yang terasa berat dan pusing.

Dia memang sangat mabuk kemarin. Merasakan bau mulutnya yang sangat kuat. Gadis itu mencoba mengingat apa saja yang ia lakukan kemarin saat mabuk, tapi tak banyak yang muncul dipikiran.

Ia hanya mengingat makan malam yang penuh keheningan bersama Taehyung dan Sungjae, juga dirinya yang minum hampir dua botol. Setelahnya, ia tidak mengingat apa pun.

Hyesu menghela napas dan tubuhnya sedikit membungkuk bak orang kelelahan.

"Kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Ah.. semoga aku tidak melakukan hal aneh."

Gadis itu bangkit dan berjalan ke kamar mandi membasuh wajah. Ia tidak melihat Hyera di meja makan pagi ini melainkan melihat semangkuk sup dengan penutup saji dan kertas notes yang tertempel di atasnya.

Pereda pengar.
Hari ini aku pergi menemani Dohyun seminar di Daejeon, sekalian liburan sedikit. Mungkin aku akan kembali lusa.

Maaf tidak memberitahumu secara langsung, tidurmu tampak sangat nyenyak. Ah, satu lagi, sepertinya kau sudah diperebutkan dua pria tampan ya hehehe – Hyera

Hyesu mendecakkan lidah saat membaca kalimat terakhir.

Tapi tunggu! Jika Hyera melihat Sungjae dan Taehyung bersama, apa itu berarti kedua orang itu mengantarnya pulang? Mereka berdua? Itu sedikit aneh karena Sungjae berkata tidak akan mengantarnya pulang, dan lebih aneh lagi ketika Taehyung ikut mengantarnya karena jelas-jelas sudah ada Sungjae.

Sebenarnya kemarin ia berbuat apa?

Tidak mau memusingkan itu, Hyesu menyantap sup tauge yang dibuat Hyera untuknya.

•••

Taehyung menikmati roti isi kacang miliknya dengan tenang.

Mungkin terlihat tenang sekarang, tapi sebenarnya tidak. Ia memiliki banyak hal yang dipikirkan, salah satunya perkataan Hyesu kemarin yang membuatnya bingung sampai sulit tidur.

Taehyung baru bisa tidur pukul tiga dini hari dan bangun jam delapan pagi.

"Oppa, kau kurang tidur, ya?" ucap Sejeong. Gadis itu duduk di hadapan Taehyung dan memasukkan potongan apel ke mulut. "Lingkaran hitam di matamu sangat jelas. Wajahmu juga tampak tidak baik."

Taehyung otomatis memegang wajah dengan tangan kirinya, "Benarkah?" Sejeong mengangguk. "Baiklah, aku akan tidur sebentar lagi."

"Kau tidak ada hal untuk dikerjakan?" tanya gadis itu lagi.

"Tidak ada."

"Kau memiliki pekerjaan tapi kau tampak seperti pengangguran," komentar Sejeong. Terdengar helaan napas panjang. "Andai menerima tawaran ayah untuk kerja di perusahaan, kau mungkin tidak sesantai ini."

"Pekerjaan seperti itu bukan pekerjaan yang aku inginkan. Justru bagus dong aku memiliki pekerjaan ini, aku bisa bersantai sekaligus menikmati hidup. Bukankah aku sudah bercerita padamu mengenai hal ini? Aku tidak ingin menjalani hidup seperti dulu," ucap Taehyung, tenang.

"Ya, aku tahu. Masa kecilmu memang agak menyedihkan, terlalu dikekang. Ayah membuatmu seperti itu karena kau adalah satu-satunya putranya yang bisa menggantikan posisi dia kelak. Kau justru membencinya sampai sekarang."

Dengan alasan apapun, Taehyung tetap tidak suka dengan cara ayahnya memperlakukan dia sejak dulu. Dia hanya ingin bebas, namun ayahnya terus menuntutnya untuk melakukan apa yang dia mau, bukan yang Taehyung mau.

winter flower.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang