TUJUH BELAS

375 85 288
                                    

Kondisi kedai ayam goreng langganan itu sangat penuh hari ini. Tak heran, kedai itu memang selalu ramai pengunjung.

Sambil menunggu pesanan, Taehyung dan Jimin duduk di meja bundar dekat kaca dengan masing-masing kopi di hadapan mereka, sesekali memandangi orang-orang yang berlalu lalang di trotoar.

Taehyung menyipitkan mata ke arah Jimin, tak habis pikir terhadap pria yang duduk di hadapannya kini.

Sekarang ini suhu di Seoul hampir mencapai nol derajat celcius dan Jimin sedang meminum es kopi disaat cuaca seperti ini, ditambah ia hanya mengenakan sweatshirt tanpa luaran yang lebih tebal, seperti yang Taehyung kenakan.

Taehyung bertanya-tanya, seberapa kuat daya tahan tubuh pria itu?

"Apa mungkin kau ini normal, Park Jimin-ssi?" tanya Taehyung saat pria bermarga Park itu mengambil es batu dari gelasnya dan meremukkan es itu dengan gigi bagian dalamnya yang tajam.

Taehyung meringis mendengar suara remukan es batu itu. Bukan karena ia memiliki gigi sensitif, tapi karena merasa tubuhnya meremang dan langsung membeku seketika, lalu hancur berkeping-keping seakan dipukul oleh palu raksasa seperti yang ada di film-film animasi.

Membayangkan betapa dinginnya di dalam mulut Jimin saat ini.

"Apa maksudmu?" tanya Jimin tak mengerti, masih menggigiti es batunya.

"Kenapa kau makan es disaat sedang dingin begini? Lihat pakaianmu, apa kau tak merasa kedinginan?"

Jimin melihat penampilannya dan terkekeh pelan.

"Santai saja, Tae. Kita berada di dalam ruangan," katanya. "Aku juga kedinginan, tapi masih bisa kutahan. Aku lupa mengambil jaketku tadi. Dan ketahuilah, aku menempelkan beberapa koyo panas di tubuhku."

"Hyesu! Tolong angkat teleponnya!"

Suara tinggi itu membuat Taehyung spontan memutar kepala dengan begitu cepat ke belakang.

Terlihat seorang gadis berambut sebahu yang ia yakini dipanggil tadi mengenakan apron khas kedai. Meletakkan nampan yang dipegangnya lalu mengangkat telepon di dekat mesin penghitung, mungkin telepon dari seorang pelanggan.

Taehyung memperhatikan gadis itu yang kini sedang menuliskan sesuatu di kertas, mencatat pesanan dan alamat orang di seberang telepon, mungkin.

"Kenapa?" tanya Jimin. Taehyung mengalihkan kembali atensinya ke depan.

"Tidak apa-apa," jawabnya.

"Biar kutebak, kau mengira kalau itu dia, Hyesu yang kau cari. Cinta pertamamu. Benar?"

Taehyung terkesiap dan menatap intens Jimin, tak menyangka kalau perkataan itu keluar dari mulut pria itu.

Ia hampir lupa kalau Jimin ini mengetahui segala seluk beluk masa lalunya.

"Tidak!" bantah Taehyung, meraih gelasnya—mengaduk-aduk dan meminum isinya dengan rakus, mencoba menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba menyerang.

Tapi bukan Jimin namanya jika laki-laki itu langsung percaya dengan perkataan Taehyung dengan ekspresi seperti itu. Jelas Taehyung bohong, ia sangat tahu bagaimana sahabatnya.

Jimin mencibir. "Tidak usah berbohong padaku. Kau memutar kepala sangat cepat ke belakang sampai rasanya lehermu hampir putus, hanya karena seseorang menyebut nama Hyesu."

Taehyung bungkam, tak bisa membantah Jimin. Mendengar nama Hyesu memang selalu membuatnya terlalu bersemangat, dan mencoba berbohong kepada Jimin juga tak menguntungkan apa-apa. Jimin sudah sangat mengenalnya.

winter flower.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang