Chapter 2.14

3.2K 488 118
                                    

Seminggu setelah insiden operasi lalu lintas mendadak, yang mengharuskan Bright mengerahkan tenaga demi menghindari kejaran polisi kini mereka ada di ruang tamu rumah Win.

Mereka di sini adalah Bright yang ditemani Pavel, sedangkan Win lebih memilih kembali ke dapur menemani Dome setelah mengantarkan teh tawar dan fried dry banana a.k.a sale pada dua orang di ruang tamu.

Kenapa teh tawar? Bukan karena keluarga bapak Pavel tidak punya gula, jangan meremehkan. Hanya saja Dome menganggap kudapannya sudah terlalu manis, jadi tehnya tawar saja, takut diabetes.

"Kak, kedengeran nggak?" Tanya Dome yang sedang mencuci panci dengan suara rendah.

Sedangkan si sulung yang sedang mengintip lewat balik dinding ke ruang tamu sontak menoleh. "Dikit-dikit, ma. Tapi lumayan jelas kok."

Meski agak jauh jaraknya tapi karena faktor sepinya rumah jadi suara Pavel dan Bright bisa terdengar. Untung saja ini sore, waktunya si kecil ganteng Sky pergi ke taman komplek guna memamerkan miniatur Black Hawk barunya.

Dome mengangguk. Setelah menyelesaikan pekerjaannya dia kemudian bergabung dengan si sulung guna mengupdate info tentang apa yang tengah terjadi di ruang tamu.

"Jadi kenapa Bright? Tumben mau ketemunya sama saya, bukan Win." Tegur Pavel setelah keduanya sama-sama menyesap sedikit teh masing-masing.

Bright tampak kesulitan menelan ludahnya. Menggaruk belakang kepalanya canggung sebelum akhirnya berdehem mencari kenyamanan.

"Jadi gini om, saya mau nunjukin sesuatu."

Pavel mengangguk wibawa. Raut wajahnya penuh ketenangan meski sebenarnya dalam hati sedang gelisah memikirkan Forth dan Beam, sepasang burung kesayangannya yang lupa belum dia beri makan.

Bright mengeluarkan beberapa berkas dari map plastik merah yang dibawanya. Menatanya rapi di atas meja membuat kerutan dalam di dahi Pavel muncul.

Ini calon mantu nggak lagi mau cosplay jadi sales proprty kan? -batin Pavel mulai curiga

"Ini proposal saya, om. Silahkan dibaca dulu." Bright menyerahkan satu bundel dokumen yang sudah dijilid rapi dengan cover warna merah muda. "Dan ini berkas-berkas pendukungnya." Kali ini menunjuk kumpulan dokumen yang tertumpuk rapi.

Kerutan di dahi Pavel makin bertambah. Meski begitu, tetap daja diterima dokumen dari tangan Pavel.

"Proposal... menikah???" Mata Pavel melebar kaget membaca kata terakhir di judul besar proposal yang diajukan Bright.

"Iya, om. Saya mau ngajuin proposal buat nikahin Win. Om baca dulu aja. Kalo cocok kita bisa lanjut MoU." Terang Bright mulai tenang.

Busettt calon mantu gue disiplin prosedural banget -batin Pavel lagi

Di balik dinding Dome dan Win sudah saling berpandangan bingung. Maklum, Win saja belum diberi tahu soal rencana Bright kali ini.

"Itu si pak Bright lagi ngajuin CV ke papa kamu? Mau kerja di perusahaan papa apa gimana?" Bingung Dome.

Win mengedikkan bahu. "Iya kali." Terlalu masa bodoh, yang penting Bright tetap punya pekerjaan, bukan nganggur dan tak ada uang. Bisa turun kasta lagi dia dari seplastik siomay menjadi setusuk telur gulung.

Kembali ke Bright yang masih intens memandang Pavel. Si ayah dua anak itu sedang khusyu' membaca halaman demi halaman proposal calon mantunya ngomong-ngomong. Ekspresinya yang berubah-ubah, mulai dari tersenyum, mengernyi, lalu melongong membuat Bright sulit menebak tanggapan sang calon mertua.

"Bahasa kamu bagus. Pengetikannya juga udah rapi. Cuma jenis kertasnya besok lagi jangan pakai yang 70gr ya, lebih bagus yang 80gr apalagi kalau buat print gambar warna gini." Ujar Pavel sudah macam dosen pembimbing skripsi sembari menunjuk foto Bright yang menempel di bagian dokumen riwayat hidupnya.

"I..iyya om." Jawab Bright.

Pavel beralih atensi pada lampiran pendukung yang sudah disiapkan Bright. Mulai dari tumpukan pertama sampai paling bawah dicermati satu persatu.

Ada akte kelahiran, kartu keluarga, ijasah SD sampai sarjana, KTP, SKCK, surat keterangan dokter, SIM C, BPKB dan STNK si Beat kesayangan, kartu ATM, buku tabungan, kartu BPJS ketenagakerjaan, SK PNS, slip gaji terakhir, dan surat kredit KPR. Untung kartu member alfamarketnya tidak diikutkan juga.

"Gimana, om?" Bright begitu was-was menunggu reaksi Pavel atas proposalnya.

Pavel memasang pose berpikir, mengelus dagunya sembari mengernyitkan dahi. "Kayanya ada yang kurang deh."

Deg

Jantung Bright sudah mau lompat keluar rasanya. Takut jika berkas proposalnya akan dikembalikan.

Alamat gagal kawin nih.. -batin Bright

"Apa ya om yang kurang?"

"BPKB mobilnya kok belum ada?" Tanya Pavel santai, tanpa dosa.

Sial, skill bawa mobil gue aja masih kalah sama Win -umpat Bright dalam hati

"Emm.. itu om, anu.. mobilnya nunggu cicilan rumah selesai dulu." Jawab Bright ragu.

"Berapa lama?"

"Apanya?"

"Ya cicilan rumahnya lah !!" Malah ngegas si camer.

"15, om."

"Bulan?"

"Taun."

"Busetttt !! Keburu jadi kakek-kakek baru punya mobil dong kalian?"

Bright menganggukkan kepalanya sembari tersenyum canggung. Ya mau bagaimana, kemampuannya memang cuma segitu.

"Nggak !!" Pavel melempar berkas di tangannya ke atas meja dengan keras.

Bright sudah keringat dingin saja bawaannya. Mana ditambah bonus keinginan buang air kecil pula.

"Terus gimana, om?" Nada yang digunakan Bright semakin melemah. Keyakinannya turun drastis.

"Kalo saya sih nggak mau setelah kalian nikah anak saya harus capek-capek kepanasan kemana-mana naik motor."

"Kan bisa pake angkot, om?"

"Enak aja, kamu kira anak saya tukang sayur pasar induk?"

Sepertinya Bright lupa kalau calon pasangannya adalah anak konglomerat yang memang sudah kaya semenjak lahir.

"Gini aja deh, Bright. Kamu saya kasih kelonggaran kesempatan. Saya tunggu sampai kamu bisa ngelengkapin berkas ini pake BPKB mobil, baru saya Acc."

"Beneran, om?"

"Kalo nggak ada yang nyalip kamu duluan tapi."

Kampret !! -Bright, dalam hati tentu saja







Bersambung...





Vote comment dong.. ☺️

Sorry for typo and thankyou 😉

Study from Home (BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang