.... Loh ada Bri juga. Apa kabar, Bri?"
Bri?? -Win
"Baik kok, Gi. Kamu sendiri gimana?" Jawab Bright menunjukkan senyum tampannya.
"Baik dong. Kaya yang kamu liat."
"Eh, malah ngobrol di sini. Masuk aja, yuk. Kita duduk dulu." Gawin memutus obrolan Bright dan Gigi yang sedang temu kangen.
Win masih memicingkan mata, menangkap setiap gerak-gerik Bright yang dianggapnya mencurigakan pada Gigi.
Waspada, boleh kan? -batin Win meyakinkan diri sendiri
Kemudian kelimanya duduk melingkari meja tamu. Gawin dan Podd duduk bersebelahan di kursi panjang. Win dan Bright masing-masing di kursi single, namun juga bersebelahan. Sedangkan Gigi duduk mengisi kursi single di ujung, dekat dengan Bright.
"Tan, ini siapa?" Gigi bertanya pada Gawin sembari menunjuk Win dengan jari bercat merahnya.
"Ini Win..." Bukan Gawin, tapi Bright langsung yang menjawab.
"Oh, hallo Win aku Gigi. Temen baiknya Bri." Belum juga kalimat Bright selesai diucap, Gigi sudah memotongnya terlebih dahulu.
Win hanya tersenyum menampakkan kedua gigi kelincinya. Agak tak nyaman juga dengan sikap sok ramah perempuan tinggi di hadapannya.
"Win, bawa apa?" Podd yang menyadari Win memeluk kotak ukuran sedang membuyarkan lamunan si kelinci. Sontak semua mata tertuju pada bawaan Win.
"Eh, oh.. ini.. brownies, om. Sesuai request om, topping keju." Ujar Win sumringah menunjukkan cengiran lucu.
Podd tersenyum girang. "Buka dong, om pengen nicipin."
Win mengangguk semangat. Tangannya cekatan membuka kotak brownies.
"Aku ambil pisau sama alas dulu." Bright dengan sigap pergi ke dapur.
Ketika kotak terbuka sempurna, sontak wangi cokelat bercampur aroma sedap keju mengisi ruang tamu rumah Bright. Menggugah selera tiap eksistensi yang ada di sana.
"Win bikin sendiri?" Tanya Gigi. Ada aura keraguan dalam setiap katanya.
"Iya. Maaf kalau kurang sempurna aku baru belajar soalnya." Ujar Win.
Diam-diam seseorang tersenyum bangga melihat kegigihan Win dalam berusaha membuat brownies.
"Biar aku yang potongin." Ujar Bright yang datang dengan pisau, piring kecil, serta sendok kecil.
Satu persatu potongan brownies diterima oleh masing-masing yang ada di sana. Dari tampilannya, Win yakin tak kalah sempurna dari brownies Amandel. Dua layer brownies kukus lembut dengan cream dan keju premium, siapa sih yang tak tergoda? Apalagi ada satu buah chery merah yang menjadi pemercantik tampilan brownies.
Gerakan masuknya browniez ke mulut masing-masing terasa seperti slow motion bagi mata Win. Dengan berdebar, si kelinci menantikan review mereka pada brownies buatannya. Eh, buatan Dome sih sebenarnya, Win kan cuma membantu. Tapi mana mau jujur dia sekarang, harga dirinya sedang dipertaruhkan.
"Eum.. enak." Komentar Podd. Lidah seorang bapak-bapak yang akan menerima apapun asalkan itu bisa dimakan.
Bright tak berkomentar. Hanya menatap Win dengan senyum dan wink di mata kiri, bermaksud menggoda Win. Sempat-sempatnya memang.
Gawin sendiri tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Tangannya juga tak berhenti menyendok.
Itu artinya si tante doyan, kan? Apa emang lagi laper aja? -batin Win menerka-nerka
"Agak kurang ngembang, ya." Suara lembut namun menusuk itu terdengar seperti petir di siang cerah Win. Gigi terlihat mengamati bentuk brownies Win bak chef profesional yang mengomentari masakan para kontestan lomba memasak.
"Ngocok telurnya kurang lama, ya? Apa SP-nya kurang?" Win menelan ludah kesusahan mendengar pertanyaan Gigi. Mana paham dia masalah kocok mengocok telur, apalagi masalah SP.
SP apaan? Sarjana pertanian? Susu putih? -Win membatin
Berderet skenario ngawur di otak Win untuk menjawab pertanyaan Gigi. Namun tak satu jua diucapkan olehnya.
Beruntungnya sebelum Win membuka suara, seseorang terlebih dahulu mengutarakan pendapat.
"Tapi buat ukuran pemula, brownies kaya gini udah lumayan sih. Yang penting masih bisa dimakan." Entah maksud Gawin itu membela atau meledek. Tapi bagi Win, calon ibu mertuanya itu cukup membantu banyak dalam membungkam mulut si nenek sihir. Buktinya Gigi langsung diam seraya gugup.
Hening sempat melanda beberapa saat. Hanya diisi suara sendok dan piring kue yang beradu denting. Sampai Gawin kembali membuka suaranya seraya bangkit. "Ibu mau mandi dulu. Lengket habis dari kebun. Bapak mau ikutan nggak?"
Tanpa ditanya dua kali Podd langsung bangkit mengangguk dengan senyum terpatri tak kunjung luntur. Bagai anjing peliharaan diikutinya langkah Gawin dari belakang. Kaoan lagi kan istrinya itu jinak, mengajak mandi bersama lagi. Rejeki nomplok.
Otomatis tersisa tiga orang yang saling pandang di ruang tamu. Bright sekalu penengah merasa bertanggung jawab mencairkan canggung antara mereka.
"Jadi, emm kamu balik kapan Gi dari Malaysia?" Tanya Bright basa-basi.
"Udah beberapa bulan, sih. Sejak musim virus itu selesai." Jawab Gigi. "Oh iya kayanya udah lama banget ya kita nggak ketemu. Ada kali lima tahunan."
Bright tersenyum tampan. "Kan habis lulus SMA kamu langsung ke Malaysia. Malah nggak sempet ikut perpisahan sekolah kan?"
Gigi tertawa kecil sambil menutupi mulutnya, berusaha anggun. "Iya. Dari agennya udah nyuruh berangkat, sih."
Jadi, Gigi dan Bright adalah teman seusia dan seangkatan sejak SD sampai SMA. Apalagi faktor rumah mereka yang terbilang tetangga dekat membuat pertemanan mereka semakin intense.
Dulu di kampung Bright hanya Gigi-lah teman seusianya yang selalu satu almamater dengannya. Sering bolak-balik berangkat dan pulang bersama jugalah yang menjadikan Bright dan Gigi sahabat dekat.
Sayangnya pertemanan keduanya harus renggang saat keduanya lulus SMA. Bright harus fokus pada dunia kuliahnya, dan Gigi harus pergi ke Malaysia untuk mengadu nasib menjadi pahlawan devisa negara.
"Kalau Win ini siapa? Temen kamu?" Tanya Gigi lagi.
Hillih, baru inget kalo ada gue? Dari tadi dianggurin mulu -Win
Bright lagi-lagi menatap Win dalam sebelum menjawab. Di bibirnya tersungging senyum yang membuat kadar ketampanannya makin berlipat.
"Win ini, dia pac....."
"Giii pulang.. si Aje nyariin !!!" Lagi-lagi ucapan Bright terpotong. Kali ini oleh teriakan seorang wanita paruh baya dari luar rumahnya.
Gigi yang dipanggil langsung berdiri panik. "Eh, Bri aku balik dulu. Besok-besok main lagi ya."
Bright mengangguk. Win malah menatap bingung punggung Gigi yang makin menjauh.
"Mas, siapa?" Tanya Win.
Bright menoleh. "Emaknya Gigi."
Win memutar matanya. "Bukan itu maksudnya."
"Terus?"
"Aje, siapa?"
"Kembarannya Jeje."
Win makin kesal. "Ya maksudnya Aje itu siapanya Gigi???"
"Jadi Aje itu sebenernya.........
Bersambung...
Vote comment ya saii 😅
Sorry for typo and thankyou 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Study from Home (BrightWin)
Fanfic*Season 2 disini yaaa ;) ... "Sayuuuur ..." "Kak, mama mau ngejar tukang sayur dulu, kamu dengerin apa kata pak gurunya adek ya.." "Lah, kok aku?" "Pak, lanjut sama kakaknya Sky ya, saya tinggal dulu.." "Ok jadi.." "Lho, mas bule?" "Eh, pinky boy?" ...