Chapter 14

5.6K 838 288
                                    

Toptap menatap penuh pada segelas matcha latte di hadapannya. Tak sinkron dengan suasana hangat cafe tempatnya sekarang yang terasa hangat apalagi dengan dendangan halus lagu-lagu akustik jawa lewat speakernya, muka Toptap tampak kusut.

"Bosan, ya?" Suara lelaki muda di hadapannya menarik atensi.

Toptap menggeleng, meski nyatanya dia sudah benar-benar di ambang kebosanan.

"Lu masih lama?" Tanya Toptap.

Mike, si lelaki yang duduk semeja dengan Toptap mendongak dari kertas-kertas pekerjaannya. "Bentar lagi kok. Tapi kalo lu udah bosen gue bisa udahan aja."

"Nggak kok. Lanjutin aja."

Mike kembali melanjutkan tugasnya merekap nilai-nilai anak didiknya untuk dijadikan nilai akhir di raport nanti.

"Gue nggak nyangka sebenernya bisa ketemu orang yang sama-sama suka tiktok kaya elu." Gumam Toptap memainkan sedotannya.

Meski sambil terus bekerja, yang diajak bicara tersenyum lalu menjawab tanpa memandang Toptap. "Gue apalagi. Kebanyakan orang nganggep hobi gue aneh. Tapi sama lu gue bisa bebas, bisa jadi diri gue sendiri."

Hisapan Toptap di sedotan berhenti. Matanya menelisik menatap setiap inchi wajah Mike yang sedang serius.

"Lu PNS juga kaya pak Bright?" Mulutnya mulai bertanya random.

"Bukan."

"Berarti honorer dong?"

"Bukan juga.

Toptap mengernyit. Bukan semua,  lalu?

Mike memasukkan kertas-kertasnya ke dalam map. Sepertinya pekerjaannya telah selesai. Atensinya ditarik penuh menatap pemuda manis di depannya. Membuat wajah Toptap dihiasi semu merah muda.

"Gue pegawai kontrak pemerintah." Jawab Mike.

"Maksudnya?"

"Ya pegawai pemerintah sama kaya PNS, cuma pakai kontrak. Ada rentan waktu tertentunya sampai kontrak gue habis. Dan gue juga nggak akan dapet pensiunan kaya yang PNS."

"Oh.." Toptap manggut-manggut, padahal tak 100% mengerti. "Nggak pengen jadi PNS aja sekalian?"

Yang ditanya tertawa tampan. "Pengen lah. Rencananya tahun ini mau ikut seleksi CPNS lagi. Do'ain ya supaya lolos, biar..." Kalimatnya menggantung.

"Biar apa?" Tanya Toptap tak paham sambil kembali menyesap lattenya.

"Biar cepet mapan. Biar pantes di depan orang tuamu buat kamu banggakan."

"Uhukk.."

Apa katanya tadi? Kamu?



....



Sepi mendekap kala malam mulai mencapai puncak. Beberapa tempat sudah nampak gulita semenjak beberapa jam yang lalu. Namun tidak untuk kamar Win.

Malam ini anak sulung Pavel itu sedang belajar untuk ujian masuk universitasnya. Ngomong-ngomong soal universitas, Win sudah menentukan jurusan apa yang akan dia ambil. Bukan FIB seperti usul Bright karena Win tak terlalu paham masalah budaya ataupun sastra dan bahasa. Bukan juga sesuai saran sang papa yang menyuruhnya masuk jurusan matematika terapan karena Win masih ingin hidup lebih lama tanpa penyakit otak.

Win menyetujui saran mamanya yang mengusulkan ilmu komunikasi sebagai pilihan Win. Menurut mamanya Win yang luwes dan pandai berbicara (cerewet) bisa cocok untuk masuk ilkom.

Menggaruk belakang kepalanya kebingungan dengan soal yang tengah dihadapi, Win beralih memandang smartphone-nya ragu. Teringat seseorang yang pernah bilang akan membantunya jika dia punya kesulitan mengenai belajar untuk ujian masuk universitas ini.

Study from Home (BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang