Win baru saja kembali dari rapat baksos dengan Luke dan beberapa temannya di cafe dekat universitasnya. Sedikit meregangkan kaki yang pegal akibat menumpang motor Luke yang punya jok boncengan begitu lebar. Agak membuat Win tak nyaman sebenarnya.
"Maaa.. kakak pulaang.." teriak Win memasuki rumah. Tapi sayang, tak tak ada sahutan yang jadi jawabannya.
"Maa.." panggil Win sekali lagi. Masih juga nihil.
Kini langkahnya dibawa memasuki dapur, siapa tahu mamanya ada di sana.
Tapi ternyata juga tak ada. Win kembali ke ruang tengah. Kini dia mendapati sang adik yang berlari tergesa sembari menenteng mobil-mobilan mahal merek Hot Wheels di kedua tangannya. Rambut klimis basah yang disisir ke belakang bak tokoh Joker di film Suicide Squad menjadi penanda jika bungsu Pavel itu baru saja mandi.
"Eh, gunggu.. tunggu.." cegah Win dengan menangkap pundak adiknya. Memutarnya 360° hingga si kecil berbalik menatapnya.
"Apaan sih, kak? Ganggu aja." Ketus adiknya.
Win mau ikutan emosi, tapi nanti saja setelah pertanyaannya terjawab. "Mama kemana? Kok sepi? Kamu juga mau kemana sore-sore gini?"
"Dih, nanyanya banyak amat kek wartawan."
Win menggeram mendengar tanggapan sang adik. "Udah sih jawab aja. Kebanyakan ngeles."
"Mama nggak tau, tadi abis mandiin Sky mama sama papa ngilang."
"Ngilang?"
"Iya. Kayaknya dimakan monster deh, kak. Soalnya tadi Sky denger suara-suara aneh gitu dari kamarnya mama papa. Terus ada suara mama yang kaya kesakitan gitu. Jangan-jangan diapa-apain sama monster." Ujar Sky sembari bergidig.
Monster bapak lu nyablak -batin Win dongkol
"Terus sekarang kamu mau kemana?" Tanya Win lagi melihat gelagat sang adik yang sudah pasang kuda-kuda hendak melarikan diri.
"Ke taman komplek, mau ngadu mobil. Udah ya, kak adek pergi dulu takut dimakan monster. Hiiih.."
Setelah lepas dari jeratan kakaknya, Sky berlari begitu saja meninggalkan Win yang melongo. Akhirnya si kelinci manis memutuskan untuk masuk ke kamarnya.
Tiba di kamar, meski samar terdengarlah suara 'monster' yang dimaksud Sky. Maklum kamar orang tuanya bersebelahan dengan kamarnya.
"Ssshh.. sakit, Pav. Move pleasehh, hard..derh."
Win berdecak.
Nggak orang tua sendiri nggak calon mertua, suka amat sih gituan sore-sore. Lebih nikmat kali ya? -batin Win teringat peristiwa tempo hari di rumah Bright
Tak lagi tahan dengan suara yang merusak kepolosan telinganya, Win mengambil headset. Menyumpal telinga dengan lagu-lagu andalan di aplikasi Joox-nya. Setidaknya lagu-lagu Alan Wakler favorit Win lebih sehat di telinga ketimbang suara laknat orang tuanya.
Menyadari ternyata batre hapenya habis semenjak tadi, Win akhirnya menyambungkannya dengan power bank.
Sedang nyaman-nyamannya bergumam mengikuti lirik lagu Sing Me to Sleep yang terputar di aplikasi, suara notifikasi dari beberapa social medianya masuk meski terlambat.
Yang jadi perhatian utama adalah pesan baru dari si pujaan hati. Tidak telat masuk, kok. Karena memang baru saja dikirim.
From : Mas Pacar
Dek, besok sibuk?
Kenapa mas?
Jalan-jalan yuk..
Nonton? Ngemall? Pantai?
Everything u wantWin mengernyit melihat tawaran pesan Bright. Kenapa pacarnya yang bertransformasi jadi orang paling sibuk sekarang malah sok-sok an mengajak jalan? Tiba-tiba luang?
Sebenarnya Win senang, karena sudah lama dia dianggurkan oleh si pacar. Tapi dia ingat, dia juga sudah ada janji untuk ikut acara bakti sosial besok.
Kayaknya nggak bisa mas
Aku besok ada acara sama temen-temenFull day?
Kita bisa jalan malemIya, sampe sore
Nggak deh, bakal capek banget kayaknya
Malem mau istirahat ajaSempat beberapa menit Bright tak memberi balasan. Membuat Win menatap harap layar hapenya sembari tak sadar menggigit bibir bawahnya.
Untung setelahnya Bright menjawab. Kalau terlalu lama, bisa berdarah mungkin bibir si manis kelamaan digigit.
Yaudah nggak apa-apa
Lain kali aja deh kita jalannya
Have fun ya buat acara besokIya, maaf ya mas
Makasih banyakSama-sama sayang..
Win tak kembali menjawab, malu dipanggil sayang. Padahal sudah setahun pacaran. Si kelinci manis lebih memilih pergi ke toilet untuk mandi. Selain karena badannya yang sudah lengket, juga untuk mendinginkan wajahnya yang terasa panas karena malu.
....
Siang hampir menuruni kurvanya. Panas yang sedari tadi begitu menyengat mulai terganti awan-awan sore yang menyejukkan suasana.
Bright melepas kacamata dan memijat pangkal hidungnya yang begitu lelah diajak bekerjasama sedari pagi. Laptopnya sudah dimatikan setelah file-file ketikannya tersimpan rapi di folder yang ditentukan.
"Pak, duluan ya.." suara lembut Gun menyapa gendang telinga Bright.
"Iya, pak. Silahkan." Jawab Bright seadanya.
Menatap sekitar ruang kantor guru, ternyata memang sudah sepi. Sudah jamnya untuk finger print ternyata. Membereskan barang-barangnya, si tampan memutuskan untuk pulang.
Sampai di tengah jalan, Bright membelokkan arah sepeda motornya. Bukan ke arah rumah kontrakkan yang selama ini jadi tempat berteduhnya, tapi ke suatu tempat yang dia harap dapat merefresh pikirannya yang penat.
Tak begitu makan waktu lama, motor Beat ramping milik Bright berhenti di parkiran sebuah pantai. Tempat yang sebenarnya ingin dikunjunginya dengan sang kekasih sore ini. Sayang, Win sibuk.
Melepaskan sepatu dan kaos kakkinya, menggulung ujung celananya, Bright mulai melangkah di tepian pantai. Membiarkan basah air laut sore yang hangat menerpa permukaan kulit kakinya.
Pantai mulai sepi. Anak-anak yang sedari tadi bermain mulai kembali ke rumah masing-masing. Para pedagang yang tadi berseliweran juga mulai membereskan dagangan.
Bright menghela nafas panjang. Memutuskan menepi untuk duduk di pinggir pantai, di atas pasir. Tubuhnya dihadapkan pada luas samudera yang membentang dengan bonus matahari yang sebagian sudah tenggelam.
Tenang dan syahdu. Menikmati jingga yang mulai membaur dengan gelapnya senja. Mengikis beban penat yang sempat menjerat jiwa.
Senyap yang sempat melingkupi Bright, tiba-tiba harus pudar setelah suara tawa nyaring seseorang yang begitu dikenalnya mampir ke indera pendengaran.
Bright menoleh kanan kiri mencari sumber suara. Dan ketemu.
Di sisi kanannya. Sekitar 300 meter dari posisinya berada. Gelap mungkin membuat orang itu tak mengenalinya, tapi tidak dengan Bright. Bright begitu yakin siapa pemilik tawa yang tadi mengalun. Juga siapa pemuda yang ada di sampingnya kini, saling membagi tawa. Pemuda Nmax, panggilan dari Bright.
Bright masih terus menatap ke arah tawa tadi berasal. Menikmati desiran perih yang merongrong hatinya dari dalam. Masochist memang.
Sampai tak sengaja netranya dan si pemilik tawa renyah bertemu. Saling menatap dalam kegelapan.
"Win.." gumam Bright.
Bersambung...
Vote comment dong.. ☺️
Masih minat nggak sama cerita ini?
Sorry for typo and thankyou 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Study from Home (BrightWin)
Fanfiction*Season 2 disini yaaa ;) ... "Sayuuuur ..." "Kak, mama mau ngejar tukang sayur dulu, kamu dengerin apa kata pak gurunya adek ya.." "Lah, kok aku?" "Pak, lanjut sama kakaknya Sky ya, saya tinggal dulu.." "Ok jadi.." "Lho, mas bule?" "Eh, pinky boy?" ...