2. Siapa?

811 49 7
                                    

Manjat mulus sih iya, tapi kalo ketauan kan malu. Sena aja gak kenal siapa-siapa sama murid di sana. Tak mungkin juga dia keliling cari Elin di seluruh sekolah. Yah, memang Elin sekolah di SMA Taruna.

"Siapa lo?" tanyanya sekali lagi. Nadanya lebih rendah sekarang. Orang-orang di sekeliling dia juga cuma nontonin.

Pasrah, akhirnya Sena berbalik menatap sekilas lelaki yang meneriakinya. "Sena," jawabnya singkat, padat, jelas, plus judes.

"Ohh, gue Aaron. Salam kenal," dia mengulurkan tangannya berjabat tangan dengan senyum manis. Hey, kemana wajah datar sok dinginnya tadi? Sena membatin.

Sena hanya melihat tanpa minat. Dia menatap tangan dan wajah Aaron bergantian. Dengan kikuk, Aaron menjatuhkan tangannya lagi.

"Lo gak ada niatan jabat tangan gue?"

Sena memandang datar, "Gak penting." Sena berjalan melewati Aaron. Tujuannya cuma satu, nyamperin kakaknya dan omnya itu.

Orang-orang di gerbang belakang itu meledek habis-habisan seorang Aaron Trivangelo yang pertama kalinya ditolak mentah-mentah. Bahkan jabat tangannya saja ditolak.

"Kok gue miris ya, Aaron Trivangelo seorang ketua geng Brixton ditolak cewek mentah-mentah. Pertama kali pemandangan langka kek gini," ujar Bara disertai gelakan tawa mengejek sang ketua Brixton.

"Miris sekate-kate lo. Tapi emang miris sih, hahaha. Langka lah tuh cewek," timpal Leon.

"Ngeselin lo berdua!" desis Aaron tajam dan pergi entah kemana diikuti Alam. Sedikit info, Alam itu cuek, dingin, datar, triplek, kata-kata pedes, judes, nyelekit, bikin orang pengen tenggelam di palung Mariana.

-----

Entah berapa lama Sena berkeliling di sekolah itu. Dari halaman belakang, lapangan belakang, greenhouse, taman belakang, kantin belakang, GOR, lapangan indoor, lapangan basket, kolam, sampe ruang ganti deket lapangan juga diputerin. Tapi setelah sejam lebih lamanya, dia bahkan tak menemui tanda-tanda orang yang dikenalnya.

"Ck, males gue lama-lama. Pengen balik tapi sepi. Akhh, ngeselin lah si batu!" Sena meracau tak jelas di pinggir lapangan basket. Biasanya saja waktu di Chelmsford begitu liat bola basket langsung disamber. Kalo di sini kan, ya malulah dianya. Apalagi ada cowok yang tadi ditolak mentah-mentah. Si Aaron.

"Ngapain?"

Suara itu membuat Sena mendongak. Kalau tidak salah dia ada di gerombolan si Aaron tadi.

"Gak penting," balas Sena singkat.

"Alam."

"Gak penting."

Nih anak gak penting mulu dari tadi, ngeselin, batin Alam mencoba sabar. Pertama kalinya si Alam yang dingin ini ketemu cewek yang sama dinginnya.

"Baju."

Sena yang paham dengan kesingkatan kata cowok bernama Alam ini mengambil baju putih di sampingnya dan melempar ke muka Alam.

Sena beranjak menyusuri koridor yang rata-rata ramai. Mungkin jamkos. Dan akhirnya setelah sekian lama dia keliling sekolah dan menyusuri koridor bertemulah ia dengan Kai. Iya, bangkai kalau digabung.

"Bangkai sialan lo!" semprot Sena begitu di depan Kai.

Kai yang tak tau apa-apa hanya menatap datar sang adik. "Ngapain?" tanyanya polos. Sungguh, kalau bukan kakaknya, maka Sena bisa membacoknya kapan saja.

"Bang Kafi mana?"

"Rapat di dalem. Ntar dia ke rumah. Mending kamu main sama kakak, ayok." Tanpa persetujuan, Kai menggamit lengan Sena dan menariknya ke parkiran.

Black Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang