29. Sadar?

355 25 0
                                    

Malam harinya, entah mukjizat apa yang menghampiri Adrian. Matanya mulai terbuka perlahan dan tangannya meraba wajahnya. Yang terakhir dia ingat, Sean menariknya keluar dari mobil Sena. Kecelakaan itu, membuatnya jadi mengingat Sena. Kira-kira bagaimana reaksinya?

Di sekelilingnya ada Ansell, Izana dan lainnya. Sean dan Gilang juga di sana. Tidak, ada yang kurang.

"Sena?" Itu kata pertama yang terucap bibir Adrian.

Hening sesaat, "Dia di kamar sebelah." Sean yang menjawabnya.

"Tadi sore habis nganter Kai pulang, dia kecelakaan pas mau balik lagi ke sini. Mobil lo rada ringsek, Dri."

Air muka Adrian mendadak pias mendengar kata Izana. Dia meraup mukanya kasar.

"Gue tebak nih, lo mau ketemu dia. Udahlah gak usah. Ntar dia juga ke sini." Ansell seakan bisa menebak muka-muka Adrian yang begitu.

"Palingan juga diukir dikit lukanya," timpal Tristan santai.

"Ck lo pada ye, yang ada bikin onoh jadi khawatir bego!" Izana menunjuk Adrian dengan lidahnya.

Pletak!

Haruki menjitak adiknya sadis. "Lo yang pertama bilang oon!" ucap Haruki jengah.

Izana berdecak malas. "Bacot lo! Tuh anak juga bakal ke sini elah. Santai dong," kilahnya tak ingin kalah.

Ekhem!

Ekhem!

"Serak lo?!" Sean melotot tak terima mendengar pertanyaan Ansell.

"Gak peka lo pada! Noh." Ini Jefry yang nunjuk pintu baru pada ngeh.

"Makanya bilang, pak pak," celetuk Ansell lalu berjalan ke arah Sena yang bersender di depan pintu.

"Dicariin tuh." Ansell melirik jenaka Adrian yang tatapannya terpaku satu titik. "Gue keluar dulu." Ansell menepuk sekilas pundak perempuan itu.

"Gue titip sepupu kesayangan gue." Sean menyorot jenaka Sena dan Adrian bergantian lalu keluar ikut dengan lainnya.

Keadaan ruangan jadi hening. Dua manusia itu masih mengunci mulut rapat-rapat enggan mengeluarkan suara mereka. Tapi, tatapan mereka saling mengunci.

"Gak niat bunuh kan?" Adrian buka suara mengisi kekosongan itu.

Sena terkekeh sekilas. "Niatnya gitu kalo gak sadar juga," sahutnya humor.

"Kenapa?" Sena menaikkan alis tak mengerti pertanyaan Adrian.

"Itu." Mata Adrian melirik perban yang membebat tangan kanan Sena.

Sena mengangkat tangannya dan nyengir lebar. "Patah, hehe. Tadi ada truk yang remnya blong, jadinya gue tabrakin mobil lo."

"Terus lo lompat gitu?!"

"Iyalah," sahut Sena santai, "tapi sopir truknya selamat, santai."

Adrian menggeleng tak habis pikir dengan jalan pikiran perempuan itu. Huh, dasar!

"Lo, nggak kangen gue gitu?" tanya Adrian tiba-tiba. Oh ya, tapi setelahnya langsung memalingkan muka. Dasar!

Sena menatap Adrian cengo. Waw, langka sekali ucapannya. "Cih, sok bilang kangen. Nyatanya situ malu-malu bangsat," hardiknya.

Adrian menatap Sena datar dengan muka malunya. "Malu-malu kucing, sayang. Gak ada malu-malu bangsat."

"Wah-wah, ada yang panggil gue sayang, nih." Sena tertawa pelan. "Mana mukanya merah gitu." Sena gencar menggoda Adrian dengan muka malunya.

Black Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang