Akhirnya, setelah hampir empat minggu hari-hari Sena dipenuhi kegabutan, ia bisa masuk sekolah.
"Morning all!" Seperti biasa, teriakan Sena pagi ini membuat keramaian di meja makan.
"Cena jangan teriak. Kasian kuping ayah sakit. Suara kamu terlalu membahana soalnya." Gabriel menyorot jenaka Sena yang masam.
"Dih, ayah mah, kata bunda aja ayah kangen kalo pagi-pagi gak berisik." Sena melengos duduk di antara Kafi dan Kai. Memang, Kafi tak diizinkan pulang sama Sena.
Katanya, "buat apa pulang kalo sepi rumahnya. Orang tante sama om aja di Chelmsford." Memang, orang tua Kafi tinggal di Chelmsford. Sementara Kafi mengurus sekolah milik orang tua Gabriel dan ayahnya. Singkatnya, Gabriel itu adik ayahnya Kafi.
"Boong ah, bundanya," elak Gabriel.
"Udah deh ayah makan aja." Atria menyodorkan sepiring nasi dengan sup ayam.
"Guten morgan," sapa Kafi dengan senyumannya.
"Guten morgan."
Setelah membalas sapaan ringan Kafi, Sena melahap roti tawar kupas tanpa apapun. Kebiasaan Sena, hanya makan roti di pagi hari.
"Gak makan nasi kamu?" tanya Atria sedikit heran.
"Kalo sekolah, emang biasa cuma makan roti di Chelmsford. Kata kakak, di biasaain."
"Udah kan? Ayok berangkat. Om, tante, aku ke sekolah," Kafi pamit dengan Gabriel dan Atria. Mereka memang menganggap Kafi seperti anak sendiri.
"Wait, Sena gak bareng Abang. Aku mau jemput Elin, hehe."
"Nih Erios buat kamu." Demi sempak mimi peri, tak ada badai, tak ada angin beserta ujan, Kai memberikan mobil sport hitam yang telah ia modif ke Sena. Padahal saja kemaren dia mencak-mencak mobil barunya itu dipakai Sena.
"Kamu lebih jago pake Erios kayaknya dibanding kakak."
Sena menangkap kunci Erios dengan senyum setannya. "Makasih kakak ganteng. Bun, yah, Sena berangkat." Sena mencium punggung tangan Gabriel dan Atria tak lupa dua kakak tersayang.
-----
"Ck, Sena lo yakin? Kita gak bakalan jadi trend gara-gara lo bawa nih mobil." Sejak di perjalanan Elin terus khawatir tentang mereka yang menggunakan mobil sport mewah. Padahal ini saja baru sampai di lampu merah tikungan sebelum SMA Taruna.
"Ya terus mau lo gimana, Lin?" Sena bertanya jengah.
Ringtone CPH Girls mengalun dari ponsel Sena di dashboard. Sena mengangkat panggilan dari Aer.
"Lo sampe sekolah? Bisa jemput gue? Gue dipindahin ke Taruna."
"Seven minutes," Sena mematikan teleponnya sepihak.
"Gue anter sampe gerbang belakang. Gue ada urusan."
Sena melajukan mobilnya cepat. Hanya dua menit, mereka di gerbang belakang. Sena melirik jam tangannya. Sisa lima menit.
Sena berbalik arah meninggalkan Elin di gerbang belakang. Sekarang ia harus menjemput salah satu partnernya.
Sementara...
"Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, em-"
Ciitt
Ban berderit saat Sena mengerem mobilnya mendadak.
"Sisa lima detik," ucapnya begitu masuk mobil Sena.
"Gue denger, lo juga pindah ke Taruna." Ben mengeluarkan hoodie hitam dan memakainya, melapisi kaus merahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Angel
Teen FictionBerbagai julukan setan dan iblis melekat di namanya. Sangat tak cocok disandingkan dengan paras cantiknya. Semua yang Sena lakukan seakan tak berarti. Sampai dia bertemu kapten bertopeng elang, ada tempat untuknya dihargai. Kalau bersama keluarga d...