22. Senarta

281 24 0
                                    

Adrian masuk ke ruangan Sena hanya memperhatikan Haruki dan Ansell yang tengah berdiri di membelakangi pintu.

"Tu anak kenapa lagi?" tanya Adrian dengan pandangan terfokus ke Sena yang tengah menjajah jeruk berkulit oranye segar hingga tak berbentuk.

"Biasa lah, ngambek lagi kunci mobil gue sita." Izana melempar kunci itu tepat ke jidat Ansell.

"Anjing lo!" desisnya mengusap jidat yang memerah.

Adrian menghela napas, menatap Jesse sejenak dan mendekati Sena yang dilanda kesal setengah mati.

"Gak usah ngambek, nih." Adrian meletakkan Jesse ke pangkuan Sena begitu saja. Sontak Sena berdecak dan menyingkirkan pisau serta jeruk yang sudah hancur itu ke nakas.

"Aunty," panggil Jesse pelan. Dia rada ngeri juga liat jeruk itu.

"What are you doing here?" Sena menatap datar dua manusia yang masuk tanpa permisi.

"Just said thank you for my children," sahut Kai datar.

Sena tersenyum miring. Terimakasih katanya? Sebenarnya siapa orang di hadapannya kini? Sena rasa, Kai buka tipikal orang yang mau repot bertemu orang yang dia benci.

"Bawa anak ini pergi atau nasibnya seperti jeruk itu?" Sena mengambil kembali pisaunya dan melempar lemparkan ke udara tepat di depan Jesse.

Jesse menarik ujung baju Sena, dia memberi tatapan seperti memohon. "Aunty, aku cuma mau bilang makasih. Sama kasih ini." Jesse mengeluarkan kartu putih dengan tulisan tangan rapih.

"Itu mama yang tulisin. Aunty dateng, ya?" ucapnya memohon.

Sena mengulum senyum tipis dan mengangguk. "Makasih," ujarnya mencubit pipi Jesse gemas. Jesse jadi tersenyum senang sekarang.

"Kita pulang oke? Urusan kamu udah selesai." Kai mengambil Jesse dari pangkuan Sena. Terlihat dari ekspresi Jesse yang sedikit tak rela berpisah dengan Sena.

"Nama aunty siapa? Aku Jesse," ujarnya di gendongan Kai sebelum benar-benar pergi.

"Arta," balas Sena sedikit kencang karena Kai langsung keluar.

Tatapan Sena beralih ke kartu putih tadi. Ultah Jesse 2 Agustus. Aunty datang ya?"

-----

Sudah enam hari berlalu. Dan tepat hari ini, Sena diizinkan pulang ke rumah. Tentu dia sangat merasa senang. Kali ini, dia sengaja tak memberi tau siapapun kalau dia pulang sore ini.

Akhirnya setelah sekian lama mendekam di ruangan terkutuk itu, Sena bisa kembali ke jalanan. Kali ini mobilnya menuju ke rumah di ujung komplek dekat danau. Bercat putih dengan aksen Eropa kuno.

Halaman rumahnya masih sama. Hanya saja semua tanaman telah layu dan mati tak terawat. Kolam ikannya juga telah mengering.

Di depan pintu, alat pendeteksi iris mata masih berfungsi. Begitu masuk, pajangan dan foto di dinding maupun di meja masih sama. Hanya terlihat berdebu.

Rumah itu adalah markas trio setan dulunya. Ben, Deva, dan Sena di masa lalu. Sekilas bayangan itu muncul tiba-tiba. Saat mereka berlarian menghindar memakan masakan Deva yang berantakan.

Lalu bayangan Ben tidur di sofa sambil ngiler dan digulingkan Deva jatuh dengan posisi pantat nungging.

"Dev bangke lo! Sakit anjir jidat gue."

"Hahaha ngakak, ternyata lo tidurnya suka ngiler!"

"Heh mana ada?!"

"Ngelak mulu, liat bantal lo cium sekalian!"

Black Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang