8. Kai

430 37 0
                                    

Pagi ini, seperti biasanya Sena ke sekolah dengan Erios. Bedanya, kali ini yang mengemudi Kai.

"Gila si Sena, dateng sama cucu pemilik sekolah."

"Aihh, pengen lah gue digandeng kak Kai."

"Iwh, jijik banget rangkul cowok sana-sini. Udah kek jalang."

"Kuping kamu gak panas?" Kai melirik Sena dengan ekor matanya. Sena tetap berjalan lurus dengan gandengan Kai.

"Sena." Kai menoleh ke samping.

Kai menarik headset Sena, membuatnya melirik tajam.

"Pantes kuping kamu gak panas, omongan aku aja gak didenger," desis Kai.

"Stay cool, Kai." Sena melengos mendahului Kai ke kelasnya.

Kalau Sena belok di dekat tangga, maka Kai tetap berjalan lurus ke ruangan Kafi.

"Pagi, air benua." Tanpa dosa, Sena langsung duduk santai di samping Ben.

"Just Benua. Gak ada yang lebih keren dari air apa?" dumal Ben kesal. Pagi-pagi sudah disebut air benua.

"Ck, air itu sumber energi yang paling banyak sekaligus paling dibutuhkan makhluk hidup. Gak pernah belajar IPA lo?" tukas Sena tak santai.

"Serah lo peak! Eh tumben siang lo?"

"Ho oh, bareng bangkai gue," jawab Sena ngasal.

"Ck, kakak lo kali. Eh, bang Kai tau semalem lo ke mana?"

"Taulah. Ke ultah kan?" Sena memasang muka polosnya.

Takk

"Awws, kok dijitak sih?" protes Sena. Jitakan Ben emang gak main-main.

"Kalo maksud lo ke rumah sih kagak. Gila aja, dia tau. Mampus gue yang ada," jawab Sena akhirnya.

-----

Jam istirahat emang terbaik, kan? Tapi tidak untuk kali ini.

Empat pentolan sekolah masih dijemur bagai gereh pethek alias ikan asin di lapangan. Gara-gara ketauan cabut bolos ngerokok di kantin belakang.

"Woy, lepasin gue brengsek! Alah ketos sialan lo!" Sena terus meronta saat diseret ke lapangan.

"Ck, heh ketos? Salah gue apaan sih? Lo mau caper sama gue?!" bentak Sena di dekat empat pentolan itu.

"Salah lo terlalu bejibun. Lo mau cabut kan lewat gerbang belakang? Lo juga ketauan bolos di sana!" jawab Indra tak kalah nge gas.

"Elah, ngapain gue cabut coba?! Lo amnesia, mobil gue di parkiran anjir! Cuma mau ketemu temen doang, juga." Sena tetap ngeyel dengan pendiriannya. Lagian mana mau dia pulang jalan kaki.

"Gak usah ngelak deh, lo! Mana ada temen lo nyamperin lewat gerbang belakang. Alesan!" Indra menatap tajam manik Sena.

"Ck, gue tebas juga palak lo ntar." Bukannya takut, Sena balas menantang Indra.

"Bacot doang lo tebas palak gue." Indra pergi begitu saja mengawasi lima biang kerok dari pinggir lapangan.

"Ih, ngeselin anjir! Untung pedang gue di rumah. Kalo kagak, udah gue tebas juga kepalanya."

Kelakuan Sena mencak-mencak itu disaksikan banyak siswa yang berlalu lalang. Ada juga yang mencibir Sena saat bilang mau menebas kepala Indra.

"Apa lo liatin?! Gue tebas juga palak lo!"

Orang yang memperhatikan Sena hanya terkekeh. "Bacot. Cewek macem lo gak akan berani tebas kepala gue," ucapnya mengejek.

"Lo beneran mau gue tebas?" tatapan Sena kini berubah menggelap. Dia berjalan santai ke orang yang mengejeknya.

Black Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang