15. Pergi

335 28 1
                                    

Siang ini, entah kesialan atau apa pokoknya yang Sena gak suka. Dia dapet pengajian gratis dari sobat dan pacarnya. Udah gitu abis kena semprot si Aaron sama Alam. Plus dikomporin singa edan alias Leon dan si kompor Bara. Sena tu capek sodara-sodara abis basket ini woy!

"Lo napa balik kagak bilang?! Tau gitu gue samperin lo di rumah."

"Ho oh, mana dateng-dateng tangan lo jadi mumi. Leher lo juga noh," Aaron menimpali Ben ngawur. Mumi tuh orang mati woy!

"Hot gosip, dia ceweknya Deva," celetuk Leon.

"Jadian kagak bilang-bilang," kompor si Bara.

"Lo utang penjelasan ke kita." Kali ini Alam yang ngomong plus muka temboknya.

"Gue tagih masalah semalem." Nih si Deva juga nagih.

"Bacot lo pada. Gue mo lunch bayy!" Sena pergi ke motornya begitu saja.

Belum sempat nyalain motor, mas pacar udah nongol di sampingnya.

"Sama siapa?"

"Sean." Ya, Sena makan siang sekaligus janji temu dengan CEO itu.

"Siapa?!" tanya Deva lagi. Nadanya lebih tinggi.

"Kuping lo waras kan? Oh ya, kita putus Dev. See ya."

Gilak. Sehari coy, auto putus. Sadis si Sena emang. Tapi belum sempet protes, si Sena udah ngacir gitu aja.

Sementara temen jahanam di belakangnya bertepuk tangan speechless.

"Bagus tuh, cewek lo. Sehari aja langsung selingkuh sama si Sean," sarkas Ben.

"Cewek murahan," timpal Alam tajam.

-----

Di ruangan serba putih itu tiga orang tengah berbincang serius. Bukan masalah projek mereka di Bali. Tapi masalah gadis yang bekerjasama dengan mereka.

"Wajar sih om Gabe kecewa sama lo," ujar si sekretaris.

"Hm, lagian salah lo sih lawan bokap lo," timpal si CEO.

Sena menghela kasar, "Hisss, gak ada gunanya lo berdua tau."

"Lah kan yang anggotanya lo, bukan gue. Situ amnesia?" Si Sean ini! Ngeselin parah. Si Adrian malah ngakak lagi. Sialan.

Mereka bertiga entah sejak kapan jadi ngomong gamblang begini. Rasanya jabatan dan usia tak perlu dipertimbangkan saat ini.

"Udahlah, Sen. Percuma lo cerita ke Sean ampe berbusa tuh congor. Kagak bakal ngerti." Adrian menyorot humor gadis di depannya ini.

"Ngawur lo!" Sean menoyor kepala si sepupu. "Gue tuh paham dan ngerti. Namanya risiko ya terima aja, kok susah," celetuk nya ngasal.

Oh Tuhan, Sena merasa bodoh sekarang.

"Ya kan lo berdua nanya tadi, gue kenapa. Ya gue ceritain lah! Situ amnesia?" Sena mencuri dialog Sean tadi sewot.

"Ya sorry, sistah. Lagian sih, gue kalo jadi bokap lo pasti gue izinin deh. Gue aja kalo jadi lo dengan senang hati bunuh orang, Sen." Si Adrian ngakak gak jelas. Mana yang lucu, sodara-sodara?

"Serah lo lah, bang. Btw, projek di Bali tetep gue yang urus, ya?"

Sean melihat sekilas berkasnya. "Iya, tapi nanti gue kirim asisten ke sana. Biar lo gak melancong mulu!"

Sena cuma berdeham. Padahal lumayan loh, liburan ke Bali.

"Perusahaan yang gue kasih ke lo, tetep jadi hak lo walau asisten gue yang urus. Terus, masalah sekolah lo mau ke mana?"

Sena menengok ke Sean. "Gue pindah ke Jepang sekalian kuliahnya. Ketua minta gue ke sana, sambil misi selanjutnya."

"Lo sendirian di sana?" kini Adrian melempar tanya.

"Enggak juga, ada senior Haruki. Adeknya juga sih, seumuran sama gue. Sans dong."

Adrian cuma manggut-manggut. Entah ngerti apa kagak tuh orang.

"Udah kan? Yaudah gue balik."

"Eh woy!" Sena noleh males ke si CEO.

"Gak nyesel kan, cerita ke kita?" tanyanya sambil ngakak. Humornya anjlok sekali.

"Enggak, tambah edan gue yang ada. Saran lo pada ngaco semua."

Setelah menutup pintu, tawa dua orang itu meledak seketika. Ah ya, hari ini mereka melihat sifat asli putri Gabriel. Tetap santai, ketika orang yang berperan banyak malah menjadi bumerang. Bahkan tak keberatan melepas marga demi organisasi dan pekerjaan.

"Temenin nginep di apart gak?"

"Alah modus lo, mumpung apart gue sebelahan sama tuh anak. Modus lo kentara Dri, basi," tukas Sean.

"Gue nawarin peak," Adrian berkilah.

Memang Sean terkadang tinggal di apartemennya dengan Adrian. Alasan malas balik.

-----

Pagi harinya SMA Taruna tengah heboh kedatangan salah satu donatur mereka. Sena juga rada kaget sih, padahal si Sean bilang mau ke kantor pas ketemu di loby. Lah ini ngapain ke sekolahnya coba?

"Ngapain lo ke sini?" sinis Sena.

"Ya kan gue donatur. Amnesia lo? Lagian lo dari mana coba?" Hufft, si Sean mengalihkan pertanyaan.

Nyengir, Sena menjawab dengan lempeng, "BK dong. Abis bolos dua minggu kemaren, hehe."

"Bangor nih anak," gumam Adrian.

Sepanjang koridor, ada saja yang bergosip tentang Sean dan Adrian. Biasalah lambe turah Taruna yang heboh. Dari yang Sena dengar, Sean dan Adrian paling malas dengan rapat donatur. Jarang-jarang mereka ke sekolah katanya.

Lalu sampai depan loker, Sena mengambil seluruh buku materi yang ia tinggalkan, sekalian ranselnya. Ia harus mengembalikan paket ke perpus.

Jam istirahat begini enaknya memang bergosip sambil ngemil di kantin. Kadang para cowok pun gitu.

"Si Sena gak masuk emang?" Leon membuka percakapan gosip.

"Mana gue tau," jawab apa Aaron ngasal. Ia masih menikmati mie ayamnya. Dasar!

"Perpus."

"Perpus apaan?" beo Ben.

"Di perpus," jelas Alam.

"Siapa?"

"Ceweknya onoh." Aaron menunjuk Deva dengan lidahnya. Deva mendelik tak terima.

Getaran ponsel Deva mengalihkan perhatiannya.

"W pndh skl. By:)"

"Apaan Dev?" tanya Ben penasaran. Si Deva cuma ndongak terus bilang,

"Gak penting sih."

Sepi, adem, damai. Tiga kata itu buat perpusnya Taruna. Cuma anak-anak nerd yang kerajinan belajar di sana. Kalo Sena sih, cuma ngadem di meja paling pojok deket rak buku kimia fisika terus bobok manis. Tempat strategis buat kaum rebahan.

Dan pas enak-enak mimpi indah, ia merasa ada sentuhan di dahinya. Seperti ada yang menggeplak jidatnya.

"Anjir, nape lo di sini?! Ganggu lo ah," protesnya.

"Lo yang ganggu gue belajar," elak si tersangka.

"Ck, gue gak ngerusuhin lo elah. Sans dong. Anak IPA kan lo?"

"Kalo iya? Masalah?!" sewotnya. Padahal Sena gak kenal.

"Iya. Lo ganggu gue bobok." Bukannya pergi, Sena malah lanjut bobok manis di samping cowok itu. Lagian gak kenal juga, jadi yah bodo amat aja. Si cowok menghela napas pasrah. Toh cewek itu tak mengganggu. Hanya tidur.

Tak disangka, Sena tidur sampai bel pulang sekolah. Lama kan? Buanget. Si cowok masih di sebelahnya.

Si cowok menepuk pipi Sena hingga bangun. "Udah bel balik," ucapnya singkat lalu pergi.

Tiga detik pertama, Sena masih cengo. Melihat ponsel, ia beranjak keluar juga. Sedikit kepikiran juga, siapa cowok tadi.

Black Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang