20. RS

279 24 0
                                    

Sudah tujuh hari lebih dan kini akhirnya gadis itu mengerjapkan matanya. Perlahan tangannya bergerak mengusap wajahnya. Hal yang pertama terlintas di benaknya adalah bau obat khas rumah sakit. Dia ingat, kejadian di malam itu dan ... bocah itu.

Sena melihat sekelilingnya. Sepi. Hanya ada dirinya dan barang-barangnya di sofa.

"Permisi." Seorang perawat melongok sambil membawa kotak entah apa itu.

"Sudah sadar?" Seseorang lagi masuk ke ruangan Sena. Mungkin dia dokternya.

Setelah terjadi keheningan panjang, dokter bernama Evalia itu membuka suaranya. "Ada bagian yang sakit?" tanyanya ramah.

Sena menggeleng singkat. Tak ada yang dirasakannya setelah dokter Eva menyuntikkan cairan bening ke infuse Sena.

"Mbak Anya tolong ambilkan sarapannya."

Perawat itu mengangguk dan keluar ruangan. Menyisakan dua nyawa yang saling bungkam. Sena mengenal dokter Eva. Mereka tak sengaja bertemu saat di Chelmsford dulu.

"Kakak kamu nggak kesini. Apa dia nggak tau?"

Sena menutup kedua matanya dengan telapak tangannya. "Dia nggak perlu tau," jawabnya.

Eva mencoba memahami adik dari mantan pacarnya itu. Ya, Eva memang mantan Kai. Setidaknya sebelum Kai pindah ke Chelmsford waktu itu.

"Bagaimanapun dia kakak kamu," ujar Eva lagi.

Mendengarnya, Sena spontan duduk. "Gue gak peduli, Eva!" ucapnya meninggi. Sena menatap Eva garang. Dia muak dengan bahasan perempuan itu. Kai Kai dan Kai. Selalu Kai!

Eva sedikit terperanjat. Baru kali ini perempuan itu membentak dirinya. Karena biasanya Sena akan memanggil dengan embel-embel kak dan pantang bicara gue-lo dengannya.

"Tinggalin gue sendiri, dan jangan pernah bahas manusia bajingan itu," titah Sena dingin.

Mendadak atmosfer jadi berat. Tapi Eva tak berniat meninggalkan Sena.

"Tapi Sena-"

Belum genap Eva berujar, Sena sudah mengacungkan pisau ke wajahnya.

"Pergi atau pisau ini meluncur ke jantung lo?" Ucapan Sena terdengar santai namun makna akan ancaman.

Akhirnya Eva tetap keluar dengan jantung berdegup kencang. Sena hanya tersenyum miring melihatnya. Ternyata pisau yang sengaja Ansell tinggalkan berfungsi juga. Ia sudah membaca sticky note di meja nakas tepat samping pisau itu.

Kali aja berguna bwt mainan
- Ansell ganteng -

Beberapa saat, perawat tadi masuk lagi dengan nampan berisi makanan. Hanya diletakkan di meja nakas lalu keluar begitu saja. Sena menatap malas makanan itu. Makanan rumah sakit terkenal hambar dan tidak berasa. Chef di rumah sakit itu paling buruk dan berlagak bisa masak menurut Sena. Satu-satunya yang pas hanya air putih.

Bosan, akhirnya Sena menghidupkan ponselnya. Kalau ada ranselnya di sofa, artinya juga ada ponselnya.

Sena bukan perempuan manja yang tak bisa apa-apa sehabis koma. Berjalan dari ranjang ke sofa itu hal mudah meski sedikit rasa pusing dan mual menyerangnya. Punggungnya sedikit nyeri sekarang akibat ia duduk di sofa tiba-tiba.

Beberapa saat, ponselnya menerima ribuan pesan yang tak berbalas. Membuka sosial media, yang menarik dari isi WhatsApp nya cuma chat dari Adrian yang ia sematkan di barisan ketiga.

Black Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang