Sembilan belas

88 18 0
                                    

Untuk pertama kalinya saat bel istirahat berdentang Rangga tidak pergi ke taman sekolah.

Cowok itu melangkahkan kakinya menuju ruang OSIS, dia membawa langkahnya cepat. Dia merasa risi.

Bagaimana tidak, jika selama perjalan menuju ruang OSIS banyak pasang mata yang memerhatikannya, bahkan tidak sedikit dari mereka sulit untuk melepaskan pandangannya dari Rangga.

Tentu saja hal itu membuat Rangga menjadi risi dan tidak nyaman.

Rangga menundukkan pandangannya dan semakin mempercepat langkahnya hingga sampai pada jarak yang tidak jauh dari tempat yang dia tuju.

Langkahnya seketika terhenti saat netranya tanpa sengaja melihat pemandangan yang berakibat pada kondisi hatinya.

Di sana, di depan pintu ruang OSIS, dia melihat Vita sedang mengobrol dengan sang ketua OSIS, Dave. Mereka terlihat begitu serius, namun bukan itu yang menjadi fokus utama Rangga. Cowok itu menangkap hal lain yang membuat hatinya retak dan patah.

Tak ingin berlama-lama memandang hal yang membuat perasaannya sesak, Rangga pun berbalik dan meninggalkan pemandangan yang telah menggores jiwanya itu.

Namun baru beberapa langkah kakinya melangkah, dia sudah harus bertemu dengan seseorang yang juga pernah menjadi penyebab luka di hatinya.

Rangga bertemu dengan Tiara saat ia ingin menghindar dari alasan rasa sesaknya.

Tiara tidak sendiri, saat ini ia ditemani oleh ketiga temannya.

Seakan mengerti, ketiga teman Tiara pun pergi meninggalkan Rangga dan Tiara berdua.

"Rangga," panggil Tiara pelan.

"Hm," sahut Rangga.

"Ayo!" seru Tiara riang, cewek itu menarik tangan Rangga untuk ikut bersamanya.

Sontak hal itu menjadi pusat perhatian dari setiap orang yang melihatnya.

Mereka merasa seperti deja vu, melihat Rangga bersama dengan Tiara mampu membangkitkan kenangan lama, kenangan di mana mereka masih dalam status menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

Namun saat ini keadaannya berbeda, situasinya tak lagi sama. Jika saat itu mereka dijuluki pasangan terculun di sekolahnya karena penampilan cupunya, kini mereka tampak serasi karena paras menawan yang mereka punya.

Tiara membawa Rangga ke taman sekolah, tempat favorit Rangga yang juga pernah menjadi tempat favoritnya. Tempat favorit mereka, dulu. Sebelum dia memutuskan untuk tidak lagi ingin mengunjungi tempat itu.

Saat ini mereka sedang duduk di kursi kayu panjang, keduanya sama-sama memandang lurus kedepan.

"Aku tahu kalimat yang akan aku ucapkan mungkin sudah tidak lagi berguna, tapi aku mohon tolong dengarkan penjelasanku dulu, Ga," ujar Tiara lirih, dia mengalihkan pandangannya dari pohon mangga yang berada beberapa meter di hadapannya pada Rangga yang masih setia memandang lurus ke depan.

"Aku sedang tidak ingin memembahasnya," ucap Rangga singkat tanpa melepaskan pandangannya.

Tiara menghela napas berat, bahunya merosot ke bawah. Lagi-lagi dia gagal meyakinkan Rangga untuk sedikit saja mendengarkan penjelasannya.

"Please ... aku mohon, Ga. Dengerin penjelasan aku sebentar aja," lirih Tiara, ia meraih tangan Rangga dan menggenggamnya lembut. Wajahnya terlihat begitu sendu.

Rangga menarik napas panjang dan menoleh ke arah Tiara sekilas. "Baiklah."

Tiara memekik senang dalam hati. Akhirnya Rangga mau mendengar penjelasannya. Dan ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan emas ini, pikirnya.

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang