Rangga -32-

90 16 1
                                    

"Vita pelan-pelan," titah Rangga pada Vita yang saat ini sedang memakan bubur dengan begitu lahap, seakan tak ada hari esok.

Vita menoleh ke arah Rangga sekilas, lalu kembali melahap buburnya dengan ganas tanpa mengindahkan ucapan Rangga.

Rangga menggeleng pelan, tak habis pikir dengan kelakuan sang pacar. Ah, mengingat hal itu membuat Rangga tak kuasa menahan kedutan di bibirnya. Rangga tersenyum tipis.

Dua hari berlalu setelah pernyataan cintanya, dan kini mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih.

Rasanya begitu menyenangkan dan juga menyedihkan.

Rangga merasa dua hal kontras dalam jiwanya.

Bahagia karena saat ini ada Vita di sampingnya, gadis yang dia cintai juga berstatus sebagai kekasihnya.

Sedih karena sampai saat ini hubungan dia dan keluarganya belum juga menemukan titik terang.

Rangga menghela napas berat, dia merasa beban yang ia tumpu semakin berat, namun saat dia melihat Vita ia bisa merasakan bahwa beban itu perlahan sedikit demi sedikit mulai terangkat. Rangga sadar bahwa dia membutuhkan orang lain untuk menemaninya di hari beratnya. Rangga butuh seseorang sebagai tempat bersandar.

Dan Rangga telah memantapkan hatinya untuk memilih Vita.

Hari Minggu ini mereka pergi ke taman sekitar komplek perumahan tempat Vita tinggal untuk joging. Hal yang tak pernah Rangga lakukan selama hidupnya.

Biasanya Rangga akan menghabiskan hari liburnya dengan menyendiri dan membaca buku -yang sayangnya tidak pernah bisa membuat dia pintar-. Tak peduli seberapa banyak buku yang dia baca, otaknya tak juga mampu mencerna apa yang dia baca dengan baik. Rangga merasa kesulitan dalam memahami hal yang berhubungan dengan akademik.

Namun sekarang berbeda, setelah berpacaran dengan Vita sedikitnya ada yang berbeda.

Untuk pertama kalinya Rangga keluar dari zona nyamannya. Untuk pertama kalinya dia pergi ke luar di hari libur, meninggalkan hening yang selalu menemani hari liburnya dan dipaksa untuk berbaur dengan keramaian yang tampak begitu asing.

Merasa diperhatikan, Vita pun menghentikan pergerakan tangannya dari menyendok bubur. Wajah Vita terangkat, menatap Rangga yang juga sedang memandangnya.

"Kenapa berhenti? Udah kenyang?" tanya Rangga ketika dia melihat Vita berhenti memakan buburnya yang tinggal sedikit.

"Ah-enggak, enggak apa-apa," jawab Vita sedikit kikuk saat dia melihat senyum sehangat pagi yang terulas di bibir Rangga. Vita pun kembali memakan buburnya, bedanya kali ini dengan tenang, tidak sebuas sebelumnya.

Rangga tertawa pelan, lalu mengusap surai hitam Vita yang terkucir kuda dengan lembut.

"Makan yang banyak, ya, Vi?"

Gerakkan tangannya kembali terhenti, netranya memicing, menatap Rangga kesal dengan bibir yang mengerucut.

"Lo mau buat gue gemuk?" Vita memalingkan wajahnya agar tak berhadapan dengan Rangga.

"Kamu tahu apa yang buat aku bahagia?" tanya Rangga lembut.

Vita tidak menjawab, namun Rangga tahu bahwa kekasihnya itu mendengarkan ucapannya.

Rangga menangkup kedua sisi wajah Vita dengan tangan lebarnya. Meminta atensi penuh darinya, lalu tersenyum lembut.

"Hal yang membuatku bahagia adalah kamu, kekasihku. Aku bahagia hanya dengan melihat kamu sehat dan bisa tersenyum. Alasanku memintamu untuk makan dengan banyak namun tidak berlebihan adalah supaya kamu tetap sehat dan aku bisa melihat senyummu, selalu."

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang