Rangga -24-

70 16 0
                                    

Saat ini Vita sedang berada di taman dekat komplek perumahannya bersama dengan 'seseorang' yang mengaku-ngaku sebagai temannya.

Vita memandang lelaki itu dengan raut wajah yang tak bisa dijelaskan, gadis itu terlihat takut, sedih, dan bingung.

Matanya menatap sendu sosok lelaki yang sedang sibuk memandang bintang. Vita melihat ada senyum di sana, di wajah lelaki itu.

"Seseorang memintaku untuk menjauh darimu," ucap lelaki itu tanpa mengalihkan pandangannya.

"Siapa?" tanya Vita lirih, dia menanyakan hal yang sudah dia tahu jawabanya.

"Ada, tapi kamu tidak perlu tahu." Lelaki itu beralih menatap Vita yang juga saat ini tengah memandangnya.

"Kenapa? Apa alasan dia minta lo supaya jauhin gue?" Vita bertanya solah-olah dia penasaran dan ingin tahu. Sebisa mungkin dia menutupi raut ketakutan di wajahnya.

Laki-Laki itu tersenyum tipis. "Dia bilang, kamu enggak sebaik yang aku kira, dan aku akan menyesal jika aku terus bersamamu."

Vita menggeleng kuat, seolah-olah ucapan lelaki di sampingnya itu tidak benar. "Dan lo percaya?"

Laki-Laki itu menggeleng pelan, membuat Vita sedikitnya bisa bernapas lega. Ya, sedikit, sebelum perkataan lelaki itu membuat dadanya mendadak menjadi sesak.

"Ya, aku enggak percaya sama dia, tapi aku juga enggak yakin sama kamu."

"Lo juga enggak percaya sama gue, Ga? Lo ngeraguin gue?" Vita menatap manik Rangga dalam, mencari kebohongan di sana, namun yang dia temukan malah membuatnya semakin sesak.

"Kenapa, Ga? Apa lo mau jauhin gue? Bukannya lo udah bilang kalo lo enggak akan minta gue buat jauhin lo? Tapi sekarang kenapa lo ngomong seakan-akan lo minta gue buat jauhin lo?" tanya Vita parau, air matanya sudah jatuh membasahi kedua pipinya, gadis itu terisak dengan kepala tertunduk.

Rangga membelai surai hitam Vita lembut, tangannya terulur untuk mengangkat wajah Vita, menuntunya untuk menghadapnya.

"Aku emang belum percaya sama kamu, tapi aku enggak pernah minta kamu buat jauhin aku. Aku ngomong kayak gini supaya aku bisa dengar dari kamu langsung, bahwa apa yang dia ucapkan tentang kamu itu enggak benar, seenggaknya kamu yakinin aku kalau dia salah, dan setelah mendengar jawaban kamu aku mulai yakin. Aku enggak minta kamu jauhin aku, jadi kamu jangan nangis lagi, ya? Aku enggak suka lihatnya."

Rangga tersenyum lembut, ibu jarinya menyeka pipi Vita yang basah, membuat gadis itu sedikit lebih tenang.

Vita sendiri juga bingung dengan dirinya. Kenapa hal yang menyangkut dengan Rangga membuat perasaannya menjadi lebih sensitiv dan mudah sekali menangis. Dia tak mengerti, gadis itu belum paham dengan perasaan anehnya itu.

"Ga, tumben lo dateng ke rumah gue. Maksud gue, punya keberanian dari mana lo sampe minta izin sama ayah dan bunda gue. Biasanya juga enggak mau kalo gue tawarin buat mampir," goda Vita, dia menaik turunkan kedua alisnya.

"Enggak tau," jawab Rangga datar, "mungkin karena kangen." Rangga mengedikkan bahunya acuh tak acuh.

Vita menyeringai. "Aduh, senengnya ada yang ngangenin gue." Mata Vita menyipit, jari telunjuknya menusuk-nusuk pipi Rangga, membuat pemuda itu tak kuasa menahan tarikan di sudut bibirnya, hingga menciptakan senyum tipis yang samar.

Rangga menggenggam tangan Vita yang sedari tadi menusuk-nusuk pipinya, membuat Vita menghentikan keusilannya. Lagi-Lagi jantungnya berdebar tak keruan, terlebih saat ini Rangga tengah menatapnya dalam.

"Udah, ya, main-main sama pipi aku-nya. Aku takut baper," bisik Rangga lembut, lalu setelahnya dia tertawa. Dia tertawa saat melihat ekspresi cengo Vita.

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang