Sembilan

125 19 1
                                    

"Sebenernya kalian mau ngomong apa sih? Katanya ada hal penting? Tapi kenapa dari tadi kalian cuma diam?" ujar Vita kesal, pasalnya dia sudah menunggu hampir 15 menit, namun kedua sahabatnya malah diam dan saling lirik.

Vita mendengus pelan. Angel dan Karin memintanya untuk bertemu di cafe yang biasa mereka kunjungi, mereka mengatakan ada hal penting dan mendesak yang ingin mereka sampaikan. Namun sudah lima belas menit dia menunggu dan mereka masih saja tetap bungkam. Vita kesal. Ia merasa waktunya terbuang percuma.

Angle berdehem, dia menatap Vita ragu. Mulutnya gatal ingin berbicara namun dia takut perkataannya mengundang emosi dari sang sahabat. Akhirnya ia urungkan.

Vita memutar malas bola matanya. Kesabarannya sudah berada di ujung batas. "Kalo kalian tetep diam kayak gini, lebih baik gue pulang! Buang-buang waktu aja!" Vita akan beranjak pergi namun pergelangan tangannya ditahan oleh Karin.

"Apalagi? Gue nggak punya waktu, gue harus nemenin Rangga di rumah sakit, dia sendirian."

"Tunggu dulu! Ada yang mau kita omongin," ucap Karin seraya menarik pergelangan tangan Vita dan mendudukkannya kembali di atas kursi.

"Apa?" tanya Vita jemu.

"Ya udah lo duduk dulu sebentar. Enggak lama kok," titah Angle yang melihat Vita hendak bangkit.

Vita mendengus tetapi tetap menuruti perkataan sahabatnya.

"Setelah gue pikir-pikir, sebaiknya lo berhenti aja deh, maksud gue, lo enggak usah nerusin rencana lo itu. Gue nggak mau lo mempermainkan hati orang lain lebih dari ini. Gue enggak mau lo berbuat terlalu jauh," ucap Angle lembut.

"Betul! Gue setuju sama Angle, gue tahu alasan lo ngelakuin itu, tapi gue enggak mau lo bahagia dengan mengorbankan perasaan orang lain, kita enggak mau lo bahagia dengan menyakiti hati orang lain," tambah Karin.

Vita menggeleng tegas, dia menatap kedua sahabatnya dengan tatapan tidak percaya. "Enggak! Gue enggak mau!" tolak Vita mentah-mentah.

Angle dan Karin menghela napas berat. Mereka sudah tahu persis jawaban apa yang akan keluar dari mulut sahabatnya itu. Mereka sudah menduga. Dan dugaan mereka terbukti benar. Vita menolak usul mereka.

"Kenapa? Bukannya lo pernah bilang kalo lo ngerasa bersalah dan jahat? Terus kenapa lo malah ngelanjutin rencana lo?" Karin mengungkit perkataan Vita beberapa hari yang lalu yang mana membuat Vita sempat terdiam beberapa detik.

"Bukannya kalian udah nyerahin seluruh keputusan di tangan gue? Terus kenapa sekarang kalian nentang keputusan yang gue pilih?" balas Vita tak mau kalah.

"Tapi setelah kita pikir-pikir keputusan lo itu terlalu riskan, kita enggak mau lo nyesel, Vi ...," sanggah Karin. Dia bukannya labil, hanya saja dia tidak ingin Vita gegabah dalam mengambil keputusan. Dia tidak ingin sahabatnya itu menyesal.

"Vi ... kita akan selalu dukung semua keputusan lo kalo itu memang keputusan yang tepat, sebelumnya kita nggak pernah masalahin kalo lo harus ngorbanin perasaan orang lain untuk kebahagiaan lo. Cuma sekarang keadaannya berbeda, semua udah nggak sama." Angle menarik napas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.

"Kita tahu apa yang terjadi sama Rangga hari ini, dan itu buat kita berpikir ulang tentang rencana lo. Saat ini pasti cowok itu sedang krisis dalam hal mempercayai seseorang, orang kayak dia pasti sulit percaya sama orang lain. Meskipun kita belum tau apa dia memberikan kepercayaannya buat lo atau enggak, tapi dari cerita yang gue denger dari lo, bisa kita simpulin kalau dia sudah menaruh sedikit rasa percayanya sama lo. Dan kita enggak mau lo rusak kepercayaan yang udah dia kasih ke lo dengan rencana yang udah lo buat. Kita nggak mau lihat dia lebih hancur dari ini dan juga lihat lo dalam perasaan menyesal."

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang