Rangga -29-

79 16 0
                                    

Setelah penampilannya usai, Rangga pun bergegas menuju backstage untuk beristirahat, juga menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

Meskipun persembahannya sukses dan mendapat respons yang luar biasa jauh dari ekspetasinya, tetapi Rangga merasa ada yang kurang.

Ya, ekspresi serta raut wajah dari ayah dan kakaknya yang terlihat datar-datar saja, bahkan ada emosi dalam ekspresi ayahnya membuat sisi lain dari hati Rangga merasa gamang.

Ekspresi mereka yang terlihat tak suka dan terkesan tak perduli mau tidak mau membuat Rangga kepikiran.

Rangga merasa gagal, karena tujuan awal dia ikut berpartisipasi dalam memeriahkan acara HUT SMA Starest adalah untuk menunjukan bakatnya pada orang yang disayanginya, termasuk ayah dan kakaknya.

Dan sekarang dia merasa gagal karena upaya yang dia bangun belum juga membuahkan hasil, dinding itu masih tebal, bahkan semakin menebal setelah ini.

Rangga menghela napas berat, langkahnya dia bawa perlahan. Saat melewati koridor sekolah, Rangga sudah diadang oleh kedua sahabat Vita. Angle dan Karin tertawa canggung, lalu menarik lengan Rangga menuju kelas kosong yang tak berpenghuni.

Angle berdeham sebelum berkata, "Ga, gue mau tanya sesuatu sama lo."

"Apa?" jawab Rangga.

"Gue mau tanya, maaf kalo ini agak sedikit bersifat pribadi, gue cuma mau tau aja gimana sih hubungan lo sama Vita? maksud gue, udah sejauh mana hubungan kalian?" tanya Agle dengan nada sungkan.

Rangga tidak menunjukkan ekspresi apa pun, namun juga tidak datar. "Kalau yang kamu maksud kita udah pacaran apa belum, jawabannya belum, kita belum sejauh itu."

Lagi-Lagi Angle dan Karin tertawa canggung, mereka merasa tak enak hati karena ikut campur dalam hubungan sahabatnya, namun mereka juga merasa perlu tahu.

"Oh, ya, lo udah tahu belum kalau dua hari lagi adalah hari ulang tahun Vita?" tanya Karin

Rangga menggeleng pelan. "Belum."

"Sebenernya kita mau ngerayain ulang tahun Vita dan kalau lo enggak keberatan, gue mau minta lo juga ikut serta, gimana?"

Rangga tampak berpikir, sebelum akhirnya dia mengangguk setuju.

Angle dan Karin bersorak dalam hati, mereka merasa senang karena Rangga mau menerima ajakkannya.

Karin menggigit bibir bawahnya pelan, dia menatap Rangga ragu.

"Ga, untuk semua konsep dan planing ke depannya akan kita bicarakan nanti, omong-omong gue boleh enggak minta nomor ponsel lo? Biar lebih mudah buat hubungin lo-nya," cicit Karin pelan.

Lagi-Lagi Rangga tampak berpikir, dia ragu untuk memberikan sesuatu yang menurutnya bersifat pribadi, namun pada akhirnya dia mengeluarkan ponselnya juga dari sakunya, lalu memberikan nomornya pada Karin.

Setelah mendapatkan nomor Rangga, Angle dan Karin pun pamit undur diri.

Rangga melirik arlojinya, lalu menyentuh layar ponselnya. Tak lama kemudian dia menempelkan ponselnya di telingannya.

"Halo, ada apa, Kak?" tanya seorang perempuan di seberang sana.

"Kania, setelah pulang sekolah, apa kamu ke cafe?"

"Iya, Kak. Emangnya kenapa? Masalah gitar ya kak?" Terdengar tawa pelan dari seberang.

"Iya, kamu bisa enggak?"

"Bisa kok, Kak. Tenang."

Rangga menghela napas lega.

"Makasih, ya."

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang