Rangga -26-

80 16 1
                                    

Vita mengedarkan pandanganya, netranya memandang setiap sudut ruangan dengan jeli.

Sampai akhirnya mereka tiba di ruang tamu, di sana sudah ada Nek Asih yang sedang duduk di sofa dengan senyum hangat yang wanita itu lemparkan pada keduanya.

Vita membalas senyum Nek Asih kikuk. Kemudian mendudukkan dirinya di samping Rangga sekaligus berhadapan dengan Nek asih, setelah sebelumnya dia menyalami Wanita itu dan mencium punggung tangannya.

"Jadi kamu yang namanya Vita?" tanya Nek Asih tiba-tiba, membuat Vita sedikit terkejut.

Vita mengangguk ringan. "Iya, Nek, saya Vita, temannya Rangga," jawab Vita seraya memperkenalkan dirinya.

Nek Asih mengangguk paham. "Cantik," tukas Nek Asih seraya menatap lembut Vita, membuat gadis itu tersipu malu dan menundukkan pandangannya.

"Makasih, Nek," ucap Vita malu-malu, dia masih menatap ke bawah, ke arah kakinya. Dia juga bingung, bukannya Vita sombong atau tinggi hati, hanya saja dia sudah sering dipuji cantik oleh banyak orang, namun kenapa kali ini rasanya berbeda? Kenapa kali ini perasaannya tidak seperti biasanya, seperti saat kebanyakan orang memujinya cantik? Kenapa semua itu tak sama saat Nek Asih yang mengatakannya? Entah lah Vita pun tak tahu. Yang jelas saat ini dia merasa begitu malu dan ... senang.

"Iya, ternyata nama kamu sama kayak orangnya sama-sama cantik," puji Nek Asih lagi, yang semakin membuat Vita bak terbang di awang-awang.

Rangga yang melihat neneknya gencar dalam menggoda Vita pun tak bisa menahan senyumnya.

"Udah, Nek. Vita-nya jangan digodain terus, kasian pipinya udah merah gitu." ujar Rangga lembut namun memancing tawa ringan Nek Asih.

"Cie, Nak Vita ada yang belain," goda Nek Asih usil, membuat Rangga menghela napas berat. Neneknya memang seperti ini, usil dengan orang yang dia anggap dekat.

Namun, bukankah Vita tergolong baru untuknya?

Lantas mengapa sikap neneknya terkesan seperti sudah saling mengenal dan akrab?

Rangga memilih untuk tidak menghiraukannya. Dia berusaha untuk bersikap tak acuh.

"Oh, ya, Nek. Bang Ano di mana?" tanya Rangga pada Nek Asih sekaligus mengalihkan pembicaraan yang sudah mulai terasa canggung.

Senyum yang tersemat di bibir Nek Asih mendadak luntur, wajah penuh binar itu mulai memudar dan digantikan dengan sendu yang pekat, wanita tua itu menatap Rangga iba.

"Ada, dia ada di atas, di kamarnya," jawab Nek Asih, wajahnya tak lagi sendu, wanita itu mengulas senyum tipis.

Janggal, Vita yang berada di sekitar mereka tidak bisa tidak melihat sebuah kejanggalan.

Vita merasa ada yang janggal dari percakapan serta raut wajah mereka.

Sejujurnya Vita penasaran, tetapi dia sudah lelah menduga-duga. Jadi daripada dia pusing menebak-nebak, lebih baik nanti dia tanyakan saja pada orang yang bersangkutan. Gadis itu akan menanyakannya langsung pada Rangga supaya jelas, dan semoga saja Rangga mau mejawab. Kalaupun tidak, Vita tak apa, dia akan menerimannya dengan lapang dada.

"Ah, Vita, apa Nak Vita bisa membantu nenek untuk memasak masakan makan siang?" tanya Nek Asih pada Vita yang sedikit berjengit kaget.

Suara Nek Asih membuat Vita tersadar dari hayalan pendeknya.

Untuk sesaat Vita termangu, dia masih mencerna pertanyaan Nek Asih yang terdengar samar di telinganya.

Vita tersenyum canggung. "Maaf, Nek. Vita tadi kurang menyimak pertanyaan yang nenek ucapkan," ucap Vita kikuk, dia menggigit bibir bawahnya gugup.

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang