Epilog

192 14 2
                                    

Waktu berlalu dengan cepat. Hari berganti minggu. Minggu menjadi bulan. Dan bulan perlahan bergerak menjadi tahun.

Tidak terasa satu setengah tahun telah berlalu dengan begitu cepat.

Hati yang hancur karena kepergian Rangga kini mulai terbentuk. Meski tidak utuh dan masih berlubang, tetapi itu jauh lebih baik daripada hari-hari yang lalu.

Ditinggal oleh orang yang mereka sayang bukanlah perihal mudah. Ada hati yang tergores, ada dada yang sesak, dan ada air mata yang tak henti-hentinya jatuh.

Jiwa mereka seakan ada yang kosong.

Namun mereka juga sadar bahwa hidup akan terus berlanjut. Mereka tidak bisa berhenti sampai di sana.

Mereka mungkin menyesal, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak mungkin terus-terusan terpuruk dalam penyesalan.

Mereka harus bangkit.

Biarkan rasa sesal itu mereka jadikan sebagai pelajaran untuk ke depannya.

Doa dan lantunan ayat suci Al-Qur'an mereka kirimkan untuk Rangga sebagai tebusan dari rasa bersalah serta penyesalan yang mereka punya pada Rangga.

Setidaknya hanya itu yang bisa mereka lakukan untuk mendiang Rangga. Berharap agar lelaki itu tenang dan bahagia di sana.

Rupanya satu setengah tahun mampu membawa perubahan pada keluarga Pangestu. Meski tidak terlalu besar, tetapi perubahan itu cukup memiliki dampak.

Dave sudah menerima kembali ibunya. Dia sudah mulai membuka hati untuk menerima kehadiran ibunya kembali. Meski awalnya berat dan tidak mudah, tetapi perlahan akhirnya dia bisa sedikit demi sedikit menerima keberadaan ibunya.

Walaupun tidak rujuk, tetapi hubungan mereka dapat dikatakan baik. Tidak sepanas beberapa tahun yang lalu.

Keadaan perlahan membaik setelah Niken memberi tahu alasan mengapa dia memilih pergi daripada bertahan dan menjelasakan yang sebenarnya.

Meski harus diawali dengan sangkalan, namun lambat laun mereka menerima alasan itu. Mereka sadar bahwa pikiran negatif bukan hal yang baik, karena bagaimanapun mereka sempat kehilangan orang yang mereka sayang akibat hal itu.

Ada pun Nek Asih yang ikut menyusul kepergian Rangga tepat setelah lima bulan Rangga pergi. Wanita itu dimakamkan di desa kelahiranya, di samping makam suaminya.

Hal itu tentu saja menjadi pukulan telak untuk keluarga Pangestu. Setelah ditinggal pergi oleh Rangga, mereka juga harus merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya.

Ini bukan hal yang mudah untuk mereka, namun mereka tidak punya pilihan selain menerimanya.

Mereka membangun kembali hatinya yang hancur dengan kepingan-kepingan yang tersisa.

Vita memandang langit biru yang cerah. Netranya sedikit menyipit saat sinar sang surya menerpa wajahnya.

Menghela napas berat, Vita kembali menundukkan kepalanya. Di tangannya tersemat surat kelulusan.

"Harusnya lo di sini, Ga. Merayakan kelulusan bareng kita," gumam Vita lirih. Netranya berkaca-kaca.

Vita mengedarkan pandangannya, perasaannya mendadak sesak ketika kenangan dia bersama Rangga berputar di kepalanya tanpa diminta.

Taman sekolah merupakan tempat favorit lelaki itu. Di sana tentu banyak kenangan yang tercipta.

Kenangan manis yang perih untuk diingat.

Kenangan itu terus berputar, dari dia yang membangunkan Rangga saat terlelap, hingga saat dia dipeluk oleh Rangga karena merasa cemburu pada Tiara, sampai bagaimana perhatiannya Rangga ketika lelaki itu memberinya roti dan susu kotak rasa strawberry.

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang