Rangga -25-

73 12 0
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan pagi, namun Vita sudah siap dengan dandanan casual-nya. Gadis itu memilih untuk memakai pakaian yang simple dan nyaman untuk dia kenakan.

Vita memakai kaus putih polos yang dibalut dengan cardingan berwarna biru langit, dia juga memadukannya dengan skinny jeans hitam serta sepatu kets. Rambut hitam sebahunya ia biarkan terurai.

Vita terlihat kalem dengan penampilannya saat ini.

Sekarang Vita sedang menunggu kedatangan Rangga yang mungkin akan tiba sekitar tiga puluh menit, sesuai dengan janji yang Rangga ucapkan kemarin malam.

Vita menunggu kedatangan Rangga di ruang tamu. Sembari menunggu, dia memainkan ponsel genggamnya, membuka akun media sosialnya.

Karena asik bermain dengan ponselnya, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh menit, dan tak lama kemudian, Vita mendengar suara bel rumahnya berbunyi.

Vita bangkit dari posisi duduknya, dia meraih tas punggungnya dan langsung bergegas pergi untuk membuka pintu yang diyakini ada Rangga di baliknya.

Dan benar, di balik pintu utama rumahnya ada Rangga yang sedang membelakanginya.

"Ga," panggil Vita, membuat Rangga membalikan tubuhnya.

Rangga tersenyum lembut dan menatap Vita teduh. "Aku-nya enggak diajak masuk dulu nih?"

Vita menggeleng. "Kayaknya enggak deh," ucap Vita dengan senyum meledek.

Rangga mengacak surai hitam Vita pelan. "Ayah sama bunda kamu ada?" tanya Rangga.

Lagi-Lagi Vita menggeleng. "Mereka kalo hari Minggu biasanya ke rumah kakak pertama gue, mau lihat cucu katanya," ujar Vita yang mendapat anggukan paham dari Rangga.

"Ya udah kalau gitu, gimana kalo kita berangkat ke rumah aku sekarang, nenek aku udah nungguin di rumah."

"Lo enggak mau masuk dulu, lo pasti haus, kan?" tawar Vita namun ditanggapi gelengan oleh Rangga.

"Kayaknya enggak deh, ini udah siang, takutnya nanti kamu kepanasan," tolak Rangga halus, bukannya dia tidak mau menghargai kebaikan dari Vita, hanya saja jika dia terlalu lama di rumah gadis itu, maka matahari akan semakin terik, dia tidak ingin Vita merasakan panasnya matahari lebih dari ini. Mengingat dia menjemput Vita dengan menggunakan sepeda onthel.

Tanpa perlu dijelaskan pun Vita sudah mengerti, dia mengangguk ringan dan mulai mengikuti langkah Rangga yang sudah berada di depannya.

Setelah sampai di tempat Ranga memarkirkan sepedannya, Rangga pun menaiki sepedanya, disusul Vita yang naik di kursi belakang.

Tidak ada percakapan, karena jalan raya cukup padat sehingga berbicara pun rasanya percuma, suara mereka akan teredam oleh bisingnya suara kendaraan lainnya.

Rangga dan Vita memilih untuk bersikap acuh tak acuh ketika keduanya menyadari bahwa tidak sedikit dari orang-orang yang berada di sana secara terang-terangan memmerhatikannya.

Entah apa yang mereka pikirkan, Vita dan Rangga tidak perduli. Meskipun tak bisa dimungkiri bahwa di dalam hatinya ada perasaan kurang nyaman.

Setelah menempuh perjalanan hingga hampir menghabiskan waktu tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan mereka, rumah Rangga.

Mata Vita membola saat netranya melihat penampakan rumah megah di hadapannya, sebelum akhirnya dia mengerutkan dahinya dalam. Dia memandang Rangga yang sekarang sedang menyimpan sepeda onthelnya di garasi.

Rangga ikut mengernyitkan dahinya saat ia melihat gelagat aneh dari Vita, Rangga menghampiri Vita dan menatapnya bingung.

"Ada apa, Vi?" tanya Rangga heran.

Sedetik kemudian raut wajah Vita kembali terlihat seperti biasa.

"E-enggak, gue enggak nyangka aja kalo lo punya rumah semegah ini, lo enggak lagi bohongin gue, 'kan?" ujar Vita dengan nada selidik.

Rangga hanya tersenyum menanggapinya, dan itu malah membuat Vita semakin gemas.

"Jawab dong, Ga. Atau jangan-jangan ini rumah majikan lo, ya? Lo bohongin gue, ya?" cerocos Vita dengan bibir manyun.

Rangga tak kuasa menahan tawanya, cowok itu tergelak geli. Dia mengacak surai hitam Vita gemas, lalu mengangkat kacamatanya untuk menghapus air mata yang berada di ujung netranya.

Sedangkan Vita sibuk memandangi wajah menawan Rangga saat pemuda itu sedang tertawa. Vita merekam tawa itu di dalam otaknya, untuk dia ingat.

Setelah Rangga sudah bisa mengontrol tawanya, Rangga pun meraih tangan Vita, menuntunya untuk masuk ke dalam rumahnya.

Namun baru setengah perjalanan, Vita sudah menghentikan langkahnya, membuat Rangga spontan juga ikut menghentikan langkahnya.

Rangga menoleh ke arah Vita dan menatapnya bingung. "Ada apa?" tanya Rangga heran, keningnya berkerut dalam.

"Lo yakin? Emang nanti majikan lo enggak marah kalo tau lo bawa orang lain masuk ke dalam rumahnya?" Vita menggenggam lengan kanan Rangga yang sedang menggengam lembut tangannya dengan tangan satunya lagi.

Rangga tersenyum geli lalu mengelus tangan Vita yang menggenggam lengannya dengan tangan kirinya.

"Enggak, mereka baik kok, ayo nenek aku pasti udah nunggu kamu dari tadi. Dan satu lagi, ini bukan rumah majikan aku atau tetangga aku. Ini rumah ayah aku. Jadi kamu tenang aja, ya?" jelas Rangga disertai dengan senyuman sesejuk embun lalu membelai surai hitam Vita lembut.

Vita mengangguk paham, walaupun di benaknya begitu banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada Rangga.

Rangga menuntun Vita untuk masuk ke dalam rumahnya, entah kenapa Rangga merasa bahwa tangan Vita mendadak menjadi dingin.

Rangga menghentikan langkahnya, membuat langkah Vita terhenti pula. "Ada apa?" Kali ini giliran Vita yang bertanya pada Rangga dengan raut bingungnya.

"Tangan kamu dingin, kamu enggak apa-apa?"Rangga balik bertanya dengan nada khawatir, dia menempelkan punggung tangannya pada dahi Vita yang berkeringat.

"G-gue enggak apa-apa," jawab Vita gugup, dia melepaskan tangan Rangga yang masih menempel di dahinya.

"Kalau kamu sakit, kamu bilang aja ya sama aku, nanti aku akan antar kamu pulang untuk beristirahat," kata Rangga lembut yang dibalas anggukan oleh Vita.

Setelah itu mereka kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti beberapa kali itu.

Di dalam hatinya, Vita terus merapalkan doa, dia berdoa semoga saja dugaannya salah.

Dia tidak ingin dugaannya benar dan menjadikan masalahnya lebih rumit.

Ya, semoga saja.

Tbc...

Maafkan typo yang bertebaran.

Jangan lupa Vote dan komen.

Rizstor37.

12 September 2020.

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang