Delapan belas

84 18 2
                                    

Setelah menguras seluruh energi untuk menggoes sepedanya, akhirnya Rangga sampai di sekolah tepat dua menit sebelum bel masuk berdentang.

Rangga langsung bergegas menuju ke kelasnya dan mengistirahatkan tubuh lelahnya. Ia mendudukkan dirinya di atas bangkunya dengan kepala yang ia sandarkan di atas meja sembari mengatur napasnya yang tersengal.

Suasana kelas yang berisik dan tidak kondusif, sepertinya bukan hal baru lagi bagi kelas itu.

Suara nyanyian juga meja yang ditabuh mengisi ruang kelas XI IPS-5.

Rangga menegakkan tubuhnya dan melirik ke atas papan tulis, tempat di mana jam dinding bertengger.

Sudah sepuluh menit sejak bel masuk berdentang, namun Rangga tidak melihat ada tanda-tanda bahwa guru akan masuk.

Netranya beralih memandang setiap sudut ruangan kelasnya, bisa ia lihat semua penghuni kelasnya tengah sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Beberapa siswi perempuan membentuk beberapa kelompok untuk menggosip atau memainkan suatu permainan yang Rangga tak mengerti itu apa, yang jelas ia melihat sebuah botol yang diletakan di tengah-tengah mereka dan seseorang punya giliran untuk memutar botol tersebut.

Sedangkan siswa laki-laki sibuk dengan menabuh meja dan bernyanyi dengan sesuka hati secara bersama-sama.

Adapun dari mereka yang sedang bermain badminton, di mana kertas dijadikan shuttle kock dan buku tulis sebagai raketnya.

Dan beberapa dari mereka memilih untuk melanjutkan tidurnya.

Rangga merasa beruntung mendapat teman sekelas seperti mereka. Mereka tidak pernah memandang seseorang dari kelemahanya, atau pun kekurangannya.

Mereka tidak pernah merasa sempurna dan paling tinggi. Mereka mengaggap semuanya sama.

Walaupun mereka kurang dalam prestasi dan ketenaran, tetapi mereka punya sifat lebih asik daripada mereka yang merasa paling-paling.

Rangga memang tidak mempunyai teman di kelasnya, namun bukan berarti ia dikucilkan atau diabaikan.

Banyak yang mengajaknya mengobrol walau hanya untuk sekadar berbasa-basi. Namun karena memang sifat Rangga yang pendiam juga respons yang cowok itu berikan terlalu singkat, membuat mereka canggung untuk mendekati laki-laki berkacamata itu.

"Rangga, sini gabung sama kita main ToD-an daripada lo bengong sendiri di sana." ujar seorang perempuan yang tidak Rangga ketahui siapa namanya, dia melambaikan tangannya seakan mengode Rangga untuk menghampirinya.

Rangga menggeleng pelan sebagai jawaban. Dia tidak berminat untuk bermain saat ini.

Rangga kembali mengingat-ingat ucapan Vita yang memintanya untuk ikut berpartisipasi dalam meramaikan acara ulang tahun sekolahnya.

Setelah lama berpikir, Rangga sudah memutuskan bahwa dia akan ikut andil dalam acara tersebut.

Dia ingin membuat ayah dan kakaknya sedikit saja melirik dirinya. Rangga ingin menunjukkan pada mereka bahwa dia bisa menjadi seorang putra dan adik yang bisa mereka banggakan.

Dalam hatinya juga ia berharap. Dia berharap ibunya ikut menyaksikan penampilannya, meskipun itu suatu ketidakmungkinan.

Rangga putuskan untuk menemui Vita saat bel istirahat berdentang.

Di saat Rangga sedang larut dalam pemikirannya, Reo sang ketua kelas datang dari arah luar. Dia datang dengan membawa selembar kertas di tangan kanannya.

"Oke, perhatian semuanya," ujar Reo lantang seraya tangannya memukul-mukul papan tulis dengan keras.

"Cieee, yang butuh perhatian, sini sama eneng, tapi sejamnya lima ratus rebu, ya?" celetuk salah seorang siswi yang duduk di bangku pojok sebelah kanan dekat jendela dengan senyum malu-malu.

Reo memutar bola matanya malas. "Rea, gue serius."

Sontak seluruh siswa-siswi yang ada di kelas tersebut minus Rangga, gencar menggoda keduanya.

"Ekhem, ada yang minta diseriusin nih."

"Udah, kalo masih sayang balikan aja udah."

"Jadi ini yang namanya cinta tak harus memiliki?"

"Bener ya kata pepatah, seseorang akan terlihat lebih menarik setelah menjadi mantan."

Godaan demi godaan terus saja terlontar dari mulut siswa-siswi yang berada di kelas tersebut.

Sedangkan Reo sedari tadi sibuk memandang wajah Rea yang tertunduk dengan pipi yang merona malu. Seulas senyum terbit di wajah cowok itu.

"Udah-udah jangan ngeledekkin kita mulu, kasian mantan gue sampe malu kayak gitu," kata Reo tanpa mengalihkan pandangannya dari Rea.

"Dibelain mantan tuh rasanya gimana sih?"

"Enak, Bro. Kayak ada manis-manisnya."

Lagi-lagi mereka menggoda pasangan fenomenal di kelasnya itu, seakan tidak ada rasa bosan. Namun Reo sudah tidak ingin ambil pusing. Kini fokusnya sudah tidak lagi pada teman-teman sekelasnya melainkan pada kertas yang sedari tadi ia bawa.

"Oke, seperti yang kita ketahui beberapa hari lagi sekolah kita akan berulang tahun, guru-guru saat ini sedang sibuk mempersiapkan acara tersebut agar berjalan dengan lancar, jadi---"

"Jadi intinya apa, A? Eneng penasaran nih," potong Rea tak sabaran. Ia menatap Reo dengan raut penasaran yang dibuat-buat.

Reo terkekeh pelan. "Sabar ya sayang, nanti aa jelasin kok, jadi biarin aa ngomong dulu ya?"

Suara siulan dan tawa kembali mengisi kelas XI IPS-5.

"Menyambung perkataan gue tadi, karena guru pada sibuk, jadi kita cuma diberi tugas. Dan dikumpulkan setelah bel istirahat," jelas Reo yang dihadiahi helaan napas berat dari teman-temannya.

"Oke, intinya jangan banyak ngeluh, kalau suka ya dikerjain kalau enggak ya udah tinggalin. Gue sebagai ketua kelas mendukung penuh seluruh keputusan kalian. Dan satu lagi, sebenernya ini enggak penting-penting amat, karena gue tahu jawaban dari kalian. Tapi yang namanya amanah ya kudu disampaikan, betul?" ujar Reo panjang lebar.

"Bisa enggak sih kalo ngomong itu langsung ke intinya? Gue bosen kalo harus dengerin omongan lo yang muter-muter," sahut siswi perempuan yang duduk di bangku depan baris kedua dari arah kiri, cewek itu menatap Reo jemu.

"Sabar, Ria. Lo tau kan kalo gu--"

"Intinya?" sela Ria cepat.

"Iya, iya. Jadi gue dikasih amanah dari Pak Teguh a.k.a wali kelas kita buat ngedata siapa aja yang mau partisipasi buat ngisi acara ulang tahun selasa depan. Karena gue tahu kalian pada ogah-ogahan buat ikut acara begituan, maka enggak perlu gue tanya juga gue udah tahu jawabannya. Tapi karena ini amanah jadi gue akan sampaikan ke kalian. Oke, siapa yang mau ikut berpartisipasi?" tanya Reo sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh teman-temannya. Hingga ia dibuat terbelalak.

Maniknya menangkap satu orang tengah mengangkat tangan kanannya. Bukan itu yang membuat cowok itu terkejut namun yang membuat dia kaget adalah ketika dia tahu siapa orang itu. Dia terperanjat saat netranya melihat Rangga mengacungkan tangan kanannya.

Bukan hanya Reo saja yang dibuat terkejut, namun seluruh penghuni kelas itu dibuat speechless oleh keputusan cowok itu.

"O-oke, Rangga," ucap Reo dengan wajah bengongnya, mulutnya terbuka dengan mata tak berkedip.

"Ada yang mau ikut selain Rangga?" tanya Reo lagi setelah dia bisa mengendalikan diri dari rasa terkejutnya.

Tak ada jawaban, hingga bisa Reo simpulkan bahwa jawaban mereka adalah tidak.

Dengan itu Reo mengakhiri sesi pengumumannya. Cowok itu berjalan maju ke arah bangku belakang tempat di mana Rea berada.

Sementara siswa-siswi yang lain mulai sibuk melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.

Dan Rangga yang sibuk dengan tugas yang diberikan oleh gurunya yang berhalangan hadir.

Tbc...

Jangan lupa Vote dan komen.

Rizstor37

30 Agustus 2020

HIM (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang