Seungwan selalu dikamarnya ketika Chanyeol sudah berada di rumahnya. Ia tidak mau melihatnya dulu dalam waktu dekat ini. Percakapan Irene dan Chanyeol tempo lalu masih berputar di kepalanya dan itu membuatnya sedih sekaligus terluka. Ia masih tak percaya dengan ucapan Irene yang menyuruh suaminya menceraikannya dengan paksaan. Padahal Seungwan telah memberitahu bagaimana ia membenci kata perceraian itu. Tetapi tanpa ia duga, sahabatnya melakukan hal itu dengan embel ingin ia bahagia. Memang yang dikatakan Irene ada benarnya, selama ia hidup dengan Chanyeol tidak ada satu pun kebahagiaan yang menyelimutinya. Tetapi Seungwan tidak pernah putus asa untuk mendapatkan kebahagian yang akan menjamahnya bersama suaminya. Dan itu sudah dirasakannya tempo lalu.
Seungwan menghela nafas panjang dan masih menatap bulan Purnama yang sangat Indah itu. Ia hanya meratapi nasibnya dan berdoa bahwa keesokan harinya suasana bisa berubah dengan lebih bahagia.
drrt drrt...
Seungwan yang mendengar getaran dari ponselnya langsung mengambilnya di atas nakas. Ia melihat sebuah panggilan masuk dan terpampang si penelpon. Seungwan tersenyum kecil dan mengangkatnya.
"Halo?"
"Ah Seungwan. Aku kira kau sudah tidur" jawabnya di sebrang sana. Seungwan sedikit terkekeh.
"Ada apa Jaehyun?" tanya Seungwan seraya duduk di pinggir kasurnya.
"Kau tidak lupa kan, besok kita ada pertemuan" ujarnya. Seungwan langsung mengecek kalendernya, dan betul saja besok adalah pertemuan pentingnya dengan kawan lamanya. Bagaimana bisa ia melupakan hal itu.
"Tidak. Aku tidak lupa. Dimana kita akan bertemu?" tanya Seungwan menaruh kalendernya. Ada jeda beberapa detik dari Jaehyun dan ada sayup-sayup suara disana.
"Maaf Seungwan aku harus menutup telponnya. Nanti aku akan mengirimkan alamatnya. See you tomorrow Olaf" ujar Jaehyun menutup telfonnya secara tiba-tiba. Seungwan mengernyitkan dahinya seraya meletakkan ponselnya di nakasnya kembali.
tring!
Seungwan mendapat sebuah pesan dari Jaehyun. Ia pun langsung membukanya.
From : J. Jaehyun
Di cafe Folca, ujung jalan Hongdae. Jam 8 malam.
Seungwan langsung mencari tempat itu, dan tempatnya cukup Bagus untuk reuni. Ada tempat barbeque juga disana dan tak lupa ada panggung untuk penampilan band klasik di cafe tersebut. Seungwan tak sabar untuk bertemu dengan kawan lamanya itu. Tetapi ada yang mengganggu pikirannya, Chanyeol. Bagaimana ia akan izin kepada Chanyeol? Apakah pria itu akan mengizinkannya? Seungwan bingung saat ini. Pasalnya aksi diam-diamannya ini membuat ia enggan bertemu dengan suaminya, dan sekarang ia membutuhkan izin. Seungwan frustasi.
"Lihat besok saja lah" ujar Seungwan langsung berbaring di atas ranjangnya. Ia tidak mau ambil pusing dengan ini semua, yang terpenting bertemu dengan temannya adalah suatu yang berharga untuknya.
-STONE COLD-
Terpaan angin pagi telah menyembul ke dalam kamar lelaki jangkung tersebut. Chanyeol membuka matanya perlahan karena dingin yang menyentuh permukaan tubuh polos atasnya tersebut. Bagaimana bisa ia melupakan untuk menutup jendela kamarnya. Untung tidak ada maling yang bisa masuk rumahnya dengan melewati jendelanya. Chanyeol menduduki dirinya di tepi ranjang sekaligus mengambil separuh nyawanya yang telah hilang. Ia melihat beberapa botol wine di atas meja kerjanya. Malam kemarin, ia asik menenguk wine miliknya itu. Karena permasalahannya yang tidak kunjung selesai. Aksi diamnya Seungwan dan Rose yang tak ada kabar membuatnya frustasi. Bagaimana bisa kedua gadis yang sudah memasuki hidupnya bersikap acuh terhadapnya tersebut. Sungguh, Chanyeol frustasi dengan semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STONE COLD ✔
Fanfic"Aku tidak bisa memaksakan bahwa kau harus mencintaiku. Jika kau bahagia berada di sampingnya, aku turut bahagia atas itu semua" -Wendy "Maafkan aku, jika aku selalu menyakitimu. Tapi Cinta tidak bisa dipaksakan" -Chanyeol Pernikahan bukanlah sesuat...