Alunan musik klasik asal eropa, aroma perasa dari seduhan kopi, serta kepulan asap dari kopi itu menandakan bahwa minuman tersebut masih sangat panas. Pengunjung disana menggunakan pakaian tebal dan sepatu boots mereka. Bulan ini adalah musim dingin. Musim dimana orang akan menyukainya karena akan turun salju tetapi tidak sedikit orang pun yang membenci musim ini karena dingin dan susah untuk menjalankan aktivitasnya. Salah satunya gadis yang duduk dengan tenang menyeruput kopi yang ia pesan. Gadis ini menyukai musim dingin, apalagi salju pertama. Musim dingin adalah kenangan yang manis bersama seseorang. Ia selalu tersenyum ketika mengingatnya.
kring kring
Lonceng dari arah pintu berbunyi menandakan bahwa seseorang telah memasuki kedai tersebut. Gadis itu tersenyum melihat siapa yang membunyikan lonceng itu.
"Maaf menunggu lama. Salju membuat jalanan padat" ujarnya.
"Tidak apa, Irene. Duduklah dan biarku pesan minuman" ujar gadis itu dan mengangkat tangannya. Irene menaruh coat nya dan menyampirkannya di kursi. Irene memesan satu buah vanilla latte hangat dan pelayan itu bergegas membuatkan pesanan tersebut.
"Bagaimana keadaanmu? Apakah dia masih bersikap kasar terhadapmu?" tanya Irene. Gadis itu tersenyum dan menyesap kopinya lagi, Irene menghela nafas kasar dan menarik tangan gadis itu.
"Tidak usah berbohong kepadaku, Wendy. Lihatlah, tanda apa ini?" ujar Irene menunjuk bekas membiru di pergelangan tangan Seungwan. Seungwan sedikit terkejut bagaimana ia tau, padahal ia telah menutupi luka biru itu dengan baju panjangnya.
"Sampai kapan kau harus menerima kesakitan ini?" tanyanya. Seungwan menaruh kopinya di meja dan menaruh tangannya di atas meja.
"Sampai dia berubah menjadi baik. Aku akan tetap berusaha meskipun aku selalu menerima siksaannya" ujar Seungwan. Irene mendengus kesal, Oh ayolah, ini sudah satu tahun berlalu tetapi pria itu masih saja bersikap kasar dan dingin terhadap Seungwan. Irene tau semua perbuatan pria bejat itu. Jika bukan sahabat tunangannya sudah ia bunuh mungkin.
"Wen, kau tau kan bahwa ia tidak akan bersikap baik denganmu. Dan dia juga tidak mencintaimu. Oh ayolah nona Seungwan. Pikirkan dirimu juga" ujar Irene kesal.
"Aku tau. Tetapi aku harus tetap melayaninya sebagai seorang istri dan harus menghargai apapun tindakannya. Untuk masalah Cinta aku tak apa, biarkan Cinta ini aku miliki sendiri" ujar Seungwan.
"Keras kepala. Apakah dia ada menghargaimu sebagai istri, huh?! Tidak kan? Wendy, aku kasihan melihatmu yang harus menanggung semuanya. Lebih baik kau tinggalkan saja dia" ujar Irene mulai naik pitam. Seungwan menunduk dan memainkan pinggiran cangkir cantik tersebut. Seungwan ingin terbebas dari siksaan ini tetapi entah kenapa susah untuk pergi, mengatakan ia sudah lelah saja ia tidak sanggup apalagi harus pergi meninggalkan pria yang setahun mengisi hidupnya walaupun hanya 30%.
"Wen dengarkan aku, jika kau sudah lelah atau tidak sanggup bilanglah kepadanya. Jangan takut. Kau berada di toxic relationship. Kau sudah ku anggap keluargaku, bersikaplah bijak untuk dirimu sendiri" ujar Irene menggenggam tangan Seungwan. Pertahanan Seungwan runtuh dan ia menangis dihadapan sahabatnya ini. Selama ini Seungwan hanya bercerita kepada Irene tidak dengan Seulgi. Ia tidak mau membuat Seulgi ikut membenci suaminya karena kelakuan bejatnya, biarkan ia mengetahui bahwa Chanyeol adalah pria yang baik. Tetapi bangkai akan tercium juga pada akhirnya.
"Wendy Irene" panggil seseorang dengan lembut. Mereka mendongak dan terkejut melihat gadis ramping dengan mata bak elang tersebut.
"S-seulgi" ujar Irene terkejut. Seungwan menghapus air matanya dan tersenyum ke arah Seulgi. Seulgi melihat ke arah Irene dan bergantian ke arah Seungwan. Seulgi langsung memeluk gadis mungil itu dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
STONE COLD ✔
Fiksi Penggemar"Aku tidak bisa memaksakan bahwa kau harus mencintaiku. Jika kau bahagia berada di sampingnya, aku turut bahagia atas itu semua" -Wendy "Maafkan aku, jika aku selalu menyakitimu. Tapi Cinta tidak bisa dipaksakan" -Chanyeol Pernikahan bukanlah sesuat...