2 - Beban Anak Pertama

23.1K 2.8K 417
                                    

Menjadi anak pertama yang harus bisa mengayomi dan menjadi panutan bagi adik-adiknya itu berat. Tidak semua anak pertama mampu menjadi sosok itu.

*****

April, 2020.

Anda dinyatakan tidak lulus seleksi SNMPTN 2020. Silakan mengikuti seleksi SBMPTN 2020.

Dunia Nadia seakan berhenti berputar saat deretan kalimat tersebut melintas di netra cokelatnya. Walaupun sebenarnya ia tidak terlalu berharap dari jalur SNMPTN, tetapi rasa kecewanya pasti ada.

Gadis itu tidak menangis. Ia mulai menyalahkan dirinya sendiri karena telah melawan nasihat ibunya.

Apa ini sebuah teguran?

Sudah seharusnya Nadia tidak perlu mendaftar jurusan Teknik Perminyakan, karena sejak awal ia sudah tidak mendapat restu dari ibunya.

"Jangan ambil teknik! Kamu itu cewek, ambil rumpun kesehatan aja, lah, kayak ayahmu."

Nadia masih mengingat betul kata ibunya saat ia memutuskan jurusan apa yang diambil untuk mendaftar SNMPTN. Namun, sifat keras kepalanya yang sudah mendarah daging membuat Nadia tetap mendaftar pada jurusan tersebut.

"Nad, sudah daftar SBMPTN?" tanya Sani saat mereka sedang makan malam kala itu.

"Hmm ... udah."

"Ambil apa? Jangan teknik lagi, lho."

Nadia tersenyum singkat. "Ambil Kesehatan Masyarakat, Bu."

Ibu Nadia hanya diam dengan mata yang sudah memicing ke arah Nadia. "Prospeknya bagus apa enggak?"

Nadia mengangguk dan tersenyum. Setelah melihat respon dari Nadia, Sani pun ikut tersenyum lebar dan mulai melanjutkan makan malamnya kembali.

Gadis itu mengarahkan pandangan pada ayahnya. Di saat itu pula, ayahnya juga menatapnya penuh makna, seolah sedang memberi semangat pada Nadia.

Awalnya, Nadia sempat ragu memilih jurusan tersebut. Selama proses pencarian jurusan beberapa bulan lalu, ia tidak pernah menyinggung rumpun kesehatan karena merasa ia tidak cocok di jurusan itu.

Dokter? Tidak mungkin, biaya kuliahnya sangat mahal.

Bidan? Tidak, Nadia tidak pandai mengurus bayi apalagi keberanian untuk menolong persalinan.

Perawat? Nadia pun takut dengan jarum suntik.

Farmasi? Meracik obat bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi Nadia.

Hingga pada akhirnya, Nadia memilih jurusan Kesehatan Masyarakat yang dirasa sedikit cocok dengannya, karena tidak perlu berhadapan dengan pasien. Ia pun sebenarnya tidak tahu apa saja yang akan dipelajari nantinya.

"Bu, kalau Raka udah lulus SMA, boleh ambil teknik?" tanya Raka di sela obrolan Nadia dan ibunya.

Nadia terhenyak mendengar pertanyaan Raka. Dia bahkan baru masuk SMA, kenapa sudah mulai merancang hidupnya tiga tahun lagi?

"Iya, boleh," balas Sani singkat.

Mata Nadia sontak membeliak saat melihat ibunya mengizinkan Raka memilih jurusan yang sangat ia inginkan semudah itu.

Impostor (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang