Dalam hidup, wajar bila seseorang mengalami kesalahan. Jadikan setiap kesalahan sebagai bentuk dari motivasi diri untuk terus bangkit dari keterpurukan.
*****
September, 2020.
Semuanya sudah siap. Koper, kebutuhan selama di kos, hingga mobil yang disewa untuk mengantar Nadia ke Depok telah siap di halaman rumahnya.
Gadis itu berdiri sambil memegang koper dengan tatapan kosong, sebelum ayahnya datang untuk mengambil alih kopernya.
"Biar Ayah aja." Ucapan tersebut membuat Nadia mengerjap. Matanya lantas mengikuti arah gerak ayahnya yang mulai memasukkan barang-barangnya ke bagasi dengan bantuan sopir yang mereka sewa.
"Nad, sudah semua?" Sani menghampiri Nadia yang masih bergeming di tempatnya.
Nadia tersenyum singkat. "Sudah, Bu."
Sesaat setelah jawaban Nadia diterima oleh ibunya, Sani lantas mengarahkan atensinya pada Nuri--Tante Nadia.
"Ri, titip anak-anak, ya?"
"Iya, Teh," balas Tante Nuri.
Nadia memang hanya diantar oleh ibu dan ayahnya, beserta sopir yang telah mereka sewa. Sementara ketiga adiknya, tinggal di rumah bersama Tante Nuri.
Tante Nuri ini adalah adik dari ibunya. Keluarga besar dari ibunya jauh berbeda dengan keluarga besar ayahnya dalam hal mendukung pendidikan anaknya. Bagi keluarga besar Ibu Nadia, pendidikan adalah yang nomor satu.
Seperti halnya saat ini, Tante Nuri langsung bersedia menemani adik-adik Nadia selama orang tua Nadia mengantarnya ke kos.
"Ya udah, Nad. Ayo berangkat! Keburu malam nanti sampainya," seru Ibu Nadia sambil berlalu pergi menghampiri Ayah Nadia yang sedang berdiri di samping mobil.
Nadia melirik sekilas pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya dan mengangguk. Ia melangkah dengan pelan, mencoba menikmati setiap perjalanan untuk pergi menuntut ilmu.
Belum sempat ia masuk ke dalam mobil, suara Baim kembali menginterupsinya. Adik ketiganya itu menghampiri Nadia dengan tergesa. "Teh Nadia, kapan pulang?"
Nadia tersenyum seraya menahan agar air matanya tidak jatuh. "Berangkat aja belum, masa udah ditanyain kapan pulangnya?"
Baim mengerucutkan bibirnya. Tak lama setelahnya, Nadia mendengar kalimat padat dan singkat dari Fandi. "Ttdj, Teh."
Nadia berdecih pelan. "Masih aja cuek sama Teteh sendiri."
Pandangannya beralih pada Raka yang sedari tadi hanya diam. Merasa dirinya sedang diamati, lelaki itu lantas membuka suaranya. "Hati-hati, ya, Teh."
Nadia tersenyum. "Iya. Jagain adik-adik, ya, waktu Teteh nggak ada. Teteh percaya kamu bisa jadi Aa' yang baik."
Raka balik tersenyum, tetapi Nadia mampu melihat kilatan penuh sendu di mata adik pertamanya itu. Walaupun Nadia tidak terlalu dekat dengan Raka, tetapi ia yakin adiknya itu juga menyimpan banyak rahasia.
"Udah, Teteh biar berangkat dulu. 'Kan nanti masih bisa video call kalau kangen. Teteh pergi buat belajar, kok, bukan jalan-jalan," seru Ibu Nadia memangkas obrolan antara Nadia dan adik-adiknya.
Gadis itu tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum memutuskan masuk ke dalam mobil. "Sampai jumpa waktu liburan semester semua!"
Mobil yang mereka tumpangi melaju tepat pada jam setengah tiga sore. Nadia mengarahkan pandangannya ke luar jendela, menatap langit Bandung yang saat itu sedang cerah-cerahnya. Ia tersenyum tipis, sebelum suara ayahnya memecah keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor (COMPLETED)
Teen FictionCampus Series #1 Trigger warning : anxiety disorder, overthinking, toxic family, feeling useless. Penipu. Itulah ungkapan yang diberikan Nadia Mona Faradiba untuk dirinya sendiri. Menjadi anak pertama di keluarga yang berkuliah, membuat Nadia menja...